Monday, October 12, 2015
Teori Feminisme
Apa itu Teori Feminisme
Perempuan dengan segala keterbatasan memilih untuk bangkit dan meraih kebebasan, kesetaraan dengan laki-laki yang diartikan sebagai gerakan feminis. Ada beberapa pendapat para ahli dalam mendefiniskan teori feminisme antara lain:
Menurut Moree (1998, 23) Dalam definisi sederhana, feminisme bisa saja mengacu kepada kesadaran wanita akan penindasan dan pemerasan dalam kerja. Dirumah dan di masyarakat, serta dapat juga diartikan sebagai kesadaran tindakan politik yang dilakukan oleh wanita untuk mengubah situasi ini. Definisi seperti itu mempunyai beberapa konsekuensi . pertama, definisi tersebut menunjukkan bahwa pada tahapan yang mendasar terdapat kepentingan bersama wanita yang harus dan dapat diperjuangkan. Kedua, jelas bahwa meskipun feminisme mengakui perbedaan-perbedaan dalam politik-politik feminisme , premis yang mendasari politik feminis adalah adanya identitas aktual atau potensi diantara wanita.
Menurut Suharto (2002:6) Feminisme memperjuangkan dua hal yang selama ini tidak dimiliki kaum perempuan pada umumnya, yaitu persamaan derajat mereka dengan laki-laki dan otonomi untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya. Dalam banyak hal, perempuan itu tersubordinasi. Kedudukannya didalam masyarakat lebih rendah dari pada laki-laki. Mereka dianggap sebagai the secondsex, warga kelas dua. Dalam pengambilan keputusannya dibanyak bidang, yang mendapatkan perhatian hanyalah masyarakat laki-laki. Perempuan dipaksa tunduk, mengikuti mereka.
Weddon (1987 dalam Suharto 2001) menjelaskan tentang paham feminis dan teorinya, bahwa paham feminis adalah politik, sebuah politik langsung mengubah hubungan kekuatan kehidupan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Kekuatan ini mencakup semua struktur kehidupan, segi-segi kehidupan, keluarga, pendidikan, kebudayaan, dan kekuasaan. Segi-segi kehidupan itu menetapkan siapa, apa, dan untuk siapa serta akan menjadi apa perempuan itu.
Feminisme adalah gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki (Moeliono, dkk, 1988:241) hal 18 feminisme ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan dibidang politik, sosial, ekonomi; atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan (Goefe, 1986:837).
Berbicara mengenai posisi wanita dalam masyarakat demkian, Leacock dalam Moree (1998: 61) mengatakan bahwa :
“Ketika sejumlah keputusan dibuat oleh wanita dipertimbangkan, peran publik dan otonomi wanita muncul status mereka tidak setara secaara literal terhadap pria (suatu hal yang menyebabkan kebingungan ), tetapi seperti adanya mereka-wanita, dengan hak, dan kewajiban dan tanggung jawabnya sendiri, yang merupakan pelengkap dan sama sekali tidak lebih rendah dari pria. (Leacock , 1978: 225)
Menurut (Charlton, 1986;61) dalam Moree (1998;82) Sekitar setengah wanita dari kaum wanita diseluruh dunia hidup dan bertani di negara-negara sedang berkembang dan menghasilkan 40 sampai 80 persen dari seluruh produksi pertanian. Dalam hampir setiap rumah tangga dimana kaum laki-laki terlibat dalam pertanian, kaum wanita juga memberikan sumbangan pada produksi pertanian dalam kapasitas tertentu, sekalipun kaum wanita sendiri (dan memang kaum laki-laki) memandang sumbangan ini sebagai bagian dari kerja rumah.
Sehingga nilai dari kritik feminis terletak pada penegasannya bahwa kerja domestik/reproduktif kaum wanita tidak bisa dianggap sebagai serangkaian tugas yang diberikan secara alami yang sama untuk semua masyarakat disegala zaman.; juga tidak bisa dianggap bahwa semua wanita melakukan tugas-tugas ini. para penulis feminis menegaskan bahwa hubungan antara kerja reproduktif dengan kerja produktif wanita adalah penentu yang maha penting dari posisi mereka dalam masyarakat.
Ini menyatakan bahwa peran perempuan juga mengalami dinamika setiap periodenya. Peran perempuan zaman dahulu tak bisa lagi total disamakan dengan masa kini.
Whitehead dalam Moree (1998; 131) mengatakan :
“ kapasitas seorang wanita untuk memiliki sesuatu tergantung pada sejauh mana secara hukum dan nyata dapat dipisahkan dari orang lain. persoalan yang terangkat ialah sejauh mana bentuk hubungan konjugal, kekeluargaan, dan kekerabatan memungkinkannya mendapatkan keberadaan yang mandiri sehingga ia dapat menerapkan hak sebagai seorang pribadi terhadap pribadi lain. Dibanyak masyarakat, kapasitas seseorang wanita untuk bertindak seperti ini sangat dihambat dibandingkan laki-laki. Sistem-sistem konjugal, kekeluargaan dan kekerabatan tampak sering berfungsi sedemikian rupa sehingga wanita dibentuk secara jender yang tersubordinat, yakni seorang wanita berdasarkan statusnya, kurang bebas bertindak sebagai subyek yang lengkap dalam hubungannya dengan benda-benda, dan kadang-kadang dengan manusia. (whitehead, 1984: 189-190)”
Ibrahim (1985:296) mencatat kata-kata dari seseorang wanita pekerja pabrik di Kairo, “bekerja memperkuat posisi wanita. Wanita yang bekerja tidak usah mengemis-ngemis kepada suaminya untuk setiap kebutuhan yang diperlukannya. Ia dapat menuntut agar dihormati di rumah dan dapat bersuara dalam setiap pengambilan keputusan
Boeke dalam Ihromi (1994:56) menyatakan pembagian kerja antara pria dan wanita. Kaum pria harus melakukan pekerjaan untuk kebutuhan sosial, sedangkan kaum wanita harus menanggung kebutuhan ekonomis, karena merekalah yang harus mengurus kesejahteraan rumah tangga. Namun Ihromi menyatakan bahwa alasan paling wajar mengapa terdapat pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan adalah tenaga badaniah lelaki adalah lebih besar dari tenaga seorang perempuan. Namun perempuan membuktikan bagaimana mereka mampu menjadi supir angkutan yang lazimnya hanya dikerjakan oleh laki-laki terlepas dari konflik batin perempuan itu sendiri.
Menurut Moree (1998, 23) Dalam definisi sederhana, feminisme bisa saja mengacu kepada kesadaran wanita akan penindasan dan pemerasan dalam kerja. Dirumah dan di masyarakat, serta dapat juga diartikan sebagai kesadaran tindakan politik yang dilakukan oleh wanita untuk mengubah situasi ini. Definisi seperti itu mempunyai beberapa konsekuensi . pertama, definisi tersebut menunjukkan bahwa pada tahapan yang mendasar terdapat kepentingan bersama wanita yang harus dan dapat diperjuangkan. Kedua, jelas bahwa meskipun feminisme mengakui perbedaan-perbedaan dalam politik-politik feminisme , premis yang mendasari politik feminis adalah adanya identitas aktual atau potensi diantara wanita.
Menurut Suharto (2002:6) Feminisme memperjuangkan dua hal yang selama ini tidak dimiliki kaum perempuan pada umumnya, yaitu persamaan derajat mereka dengan laki-laki dan otonomi untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya. Dalam banyak hal, perempuan itu tersubordinasi. Kedudukannya didalam masyarakat lebih rendah dari pada laki-laki. Mereka dianggap sebagai the secondsex, warga kelas dua. Dalam pengambilan keputusannya dibanyak bidang, yang mendapatkan perhatian hanyalah masyarakat laki-laki. Perempuan dipaksa tunduk, mengikuti mereka.
Weddon (1987 dalam Suharto 2001) menjelaskan tentang paham feminis dan teorinya, bahwa paham feminis adalah politik, sebuah politik langsung mengubah hubungan kekuatan kehidupan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Kekuatan ini mencakup semua struktur kehidupan, segi-segi kehidupan, keluarga, pendidikan, kebudayaan, dan kekuasaan. Segi-segi kehidupan itu menetapkan siapa, apa, dan untuk siapa serta akan menjadi apa perempuan itu.
Feminisme adalah gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki (Moeliono, dkk, 1988:241) hal 18 feminisme ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan dibidang politik, sosial, ekonomi; atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan (Goefe, 1986:837).
Berbicara mengenai posisi wanita dalam masyarakat demkian, Leacock dalam Moree (1998: 61) mengatakan bahwa :
“Ketika sejumlah keputusan dibuat oleh wanita dipertimbangkan, peran publik dan otonomi wanita muncul status mereka tidak setara secaara literal terhadap pria (suatu hal yang menyebabkan kebingungan ), tetapi seperti adanya mereka-wanita, dengan hak, dan kewajiban dan tanggung jawabnya sendiri, yang merupakan pelengkap dan sama sekali tidak lebih rendah dari pria. (Leacock , 1978: 225)
Menurut (Charlton, 1986;61) dalam Moree (1998;82) Sekitar setengah wanita dari kaum wanita diseluruh dunia hidup dan bertani di negara-negara sedang berkembang dan menghasilkan 40 sampai 80 persen dari seluruh produksi pertanian. Dalam hampir setiap rumah tangga dimana kaum laki-laki terlibat dalam pertanian, kaum wanita juga memberikan sumbangan pada produksi pertanian dalam kapasitas tertentu, sekalipun kaum wanita sendiri (dan memang kaum laki-laki) memandang sumbangan ini sebagai bagian dari kerja rumah.
Sehingga nilai dari kritik feminis terletak pada penegasannya bahwa kerja domestik/reproduktif kaum wanita tidak bisa dianggap sebagai serangkaian tugas yang diberikan secara alami yang sama untuk semua masyarakat disegala zaman.; juga tidak bisa dianggap bahwa semua wanita melakukan tugas-tugas ini. para penulis feminis menegaskan bahwa hubungan antara kerja reproduktif dengan kerja produktif wanita adalah penentu yang maha penting dari posisi mereka dalam masyarakat.
Ini menyatakan bahwa peran perempuan juga mengalami dinamika setiap periodenya. Peran perempuan zaman dahulu tak bisa lagi total disamakan dengan masa kini.
Whitehead dalam Moree (1998; 131) mengatakan :
“ kapasitas seorang wanita untuk memiliki sesuatu tergantung pada sejauh mana secara hukum dan nyata dapat dipisahkan dari orang lain. persoalan yang terangkat ialah sejauh mana bentuk hubungan konjugal, kekeluargaan, dan kekerabatan memungkinkannya mendapatkan keberadaan yang mandiri sehingga ia dapat menerapkan hak sebagai seorang pribadi terhadap pribadi lain. Dibanyak masyarakat, kapasitas seseorang wanita untuk bertindak seperti ini sangat dihambat dibandingkan laki-laki. Sistem-sistem konjugal, kekeluargaan dan kekerabatan tampak sering berfungsi sedemikian rupa sehingga wanita dibentuk secara jender yang tersubordinat, yakni seorang wanita berdasarkan statusnya, kurang bebas bertindak sebagai subyek yang lengkap dalam hubungannya dengan benda-benda, dan kadang-kadang dengan manusia. (whitehead, 1984: 189-190)”
Ibrahim (1985:296) mencatat kata-kata dari seseorang wanita pekerja pabrik di Kairo, “bekerja memperkuat posisi wanita. Wanita yang bekerja tidak usah mengemis-ngemis kepada suaminya untuk setiap kebutuhan yang diperlukannya. Ia dapat menuntut agar dihormati di rumah dan dapat bersuara dalam setiap pengambilan keputusan
Boeke dalam Ihromi (1994:56) menyatakan pembagian kerja antara pria dan wanita. Kaum pria harus melakukan pekerjaan untuk kebutuhan sosial, sedangkan kaum wanita harus menanggung kebutuhan ekonomis, karena merekalah yang harus mengurus kesejahteraan rumah tangga. Namun Ihromi menyatakan bahwa alasan paling wajar mengapa terdapat pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan adalah tenaga badaniah lelaki adalah lebih besar dari tenaga seorang perempuan. Namun perempuan membuktikan bagaimana mereka mampu menjadi supir angkutan yang lazimnya hanya dikerjakan oleh laki-laki terlepas dari konflik batin perempuan itu sendiri.
0 Response to "Apa itu Teori Feminisme "
Post a Comment