Sumber Energi Terbarukan



         Sumber Energi Terbarukan
Secara umum sumber energi dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber energi terbarukan dan sumber energi tak terbarukan. Sumber energi tak terbarukan merupakan yang sifatnya habis sekali pakai dan tidak dapat terbentuka lagi atau berkelanjutan. Misalnya gas alam, minyak bumi, dan batu bara. Sedangkan sumber energi terbarukan merupakan sumber energi yang dapat dengan cepat diisi oleh alam dalam proses yang berkelanjutan. Dengan kata lain sumber energi yang tidak akan habis jika dimanfaatkan dengan benar. Misalnya sinar matahari, angin, bioenergi, panas bumi, dll.
Saat ini pemanfaatan sumber energi terbarukan (renewal energy) mulai dikembangkan. Hal ini terjadi karena kenaikan harga minyak bumi dan gas bumi dan juga berkurangnya cadangan minyak bumi dan gas. Salah satu sumber energi terbarukan yang mulai dikembangkan di Indonesia yaitu biogas. Biogas merupakan sumber renewal energy yang mampu menyumbangkan andil dalam usaha memenuhi kebutuhan bahan bakar. Bahan baku sumber energi ini merupakan bahan nonfossil, umumnya adalah limbah atau kotoran ternak yang produksinya tergantung atas ketersediaan rumput dan rumput akan selalu tersedia, karena dapat tumbuh kembali setiap saat selama dipelihara dengan baik. Sebagai pembanding yaitu gas alam yang tidak diperhitungkan sebagai renewal energy, gas alam berasal dari fosil yang pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun.
Alasan lain yang timbul akhir-akhir ini akan perlunya pemanfaatan sumber energi alternatif tersebut yaitu [2]
(a)      perlunya menurunkan emisi CO2 sesuai dengan protokol Kyoto,
(b)     kenyataan bahwa produksi bahan bakar minyak dunia telah mencapai titik puncaknya sementara kebutuhan energi meningkat dengan pesat,
(c)      dimulainya konflik politik dan militer yang dipicu oleh perebutan sumber minyak bumi.

2.2         Biogas
Biogas [1] adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan oleh proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak cocok untuk sistem biogas sederhana. Di daerah yang banyak industri  pemrosesan makaan antara lain tahu, tempe, ikan, pindang atau brem bisa menyatukan  saluran limbahnya ke dalam sistem biogas, sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut diatas berasal dari bahan organik yang homogen.
Bahan bakar biogas tidak menghasilkan asap merupakan suatu pengganti yang unggul untuk menggantikan bahan bakar minyak atau gas alam. Gas ini dihasilkan dalam proses yang disebut pencernaan anaerob, merupakan gas campuran metan (CH4) , karbondioksida (CO2), dan sejumlah kecil nitrogen, amonia, sulfur dioksida, hidrogen sulfida, dan hidrogen. Secara alami, gas ini terbentuk pada limbah pembuangan air, tumpukan sampah, dasar danau atau rawa. Mamalia termasuk manusia menghasilkan biogas dalam sistem pencernaannya, bakteri dalam sistem pencernaan menghasilkan biogas untuk proses mencerna selulosa. Biomassa yang mengandung kadar air yang tinggi seperti kotoran hewan dan limbah pengolahan pangan cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan biogas.
Limbah peternakan merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas, sementara perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan karena menumpuknya limbah peternakan. Polutan yang dihasilkan dari dekomposisi kotoran ternak yaitu BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemichal Oxygen Demand), bakteri patogen, polusi air, debu, dan polusi bau. Di banyak negara berkembang kotoran ternak, limbah pertanian, dan kayu bakar digunakan sebagai bahan bakar. Hal inilah yang menjadi perhatian karena emisi metan dan karbondioksida yang menyebabkan efek rumah kaca dan mempengaruhi perubahan iklim global.
Jika dilihat dari segi pengolahan limbah, proses anaerob juga memberikan beberapa keuntungan yaitu menurunkan nilai COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen nitrat, dan nitrogen organik. Bakteri caliform dan patogen lainnya, telur insek, parasit, bau juga dihilangkan atau menurun. Di daerah pedesaan yang tidak terjangkau listrik, penggunaan biogas memungkinkan untuk belajar dan melakukan kegiatan komunitas di malam hari. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Kesetaraan biogas dengan beberapa sumber energi lain
1 m3 Biogas
0.46 Kg LPG
0.62 liter Minyak tanah
3.5 Kg Kayu bakar
Sumber : Departemen Petanian (2009) [1]
Beberapa alasan lain mengapa biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif dan semakin mendapat perhatian yaitu :
(a)      harga bahan bakar yang terus meningkat,
(b)     dalam rangka usaha untuk memperoleh bahan bakar lain yang dapat diperbarui,
(c)      dapat diproduksi dalam skala kecil di tempat yang tidak terjangkau listrik atau energi lainnya,
(d)     dapat diproduksi dalam kontruksi yang sederhana.

2.3         Proses Pencernaan Anaerob
Proses pencernaan anaerob, yang merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara[2]. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Proses anaerob dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas.



Tabel 2.1 Kondisi pengoperasian pada proses pencernaan anaerob
Parameter
Nilai
Temperatur
Mesofilik
Termofilik

35o C
54o C
pH
7-8
Alkalinitas
2500 mg/L Minimum
Waktu retensi
10-30 hari
Laju terjenuhkan
0.15-0.35 kg.VS/m3/hari
Hasil biogas
4.5-11 m3/kg.VS
Kandungan metana
60-70 %

Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu[2] :
(a)      Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik kompleks menjadi sederhana, perubahan bentuk strukutur polimer menjadi monomer;
(b)     Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bakteri asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amonia.
(c)      Metanogenik, pada tahp ini terjadi proses pembentukan gas metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu untuk mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida.







Untuk lebih jelasnya proses pembentukan biogas dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini :
Gambar 2.1 Diagram alur proses fermentasi anaerobik

Bakteri yang berperan dalam proses pencernaan anaerobik yaitu bakteri hidrolitik yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri fementatif yang mengubah gula dan asam amino menjadi asam organik, bakteri asidogenik merubah asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan asam asetat, dan bakteri metanogenik yang menghasilkan gas metan dari asam asetat, hidrogen, dan karbondioksida. Bakteri metanogenik akan menghasilkan biogas yang bagus (kandungan gas metan tinggi) pada suhu 25o-30o C. Di dalam digester biogas terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan yaitu bakteri asidogenik dan bakteri metanogenik. Kedua bakteri ini harus dipertahankan jumlahnya seimbang. Bakteri-bakteri inilah yang merubah bahan organik menjadi gas metan dan gas lainnya dalam siklus hidupnya.
Kandungan gas metan dalam biogas yang dihasilkan tergantung pada jenis bahan baku yang dipakai. Sebagai contoh komposisi biogas dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kompisisi gas (%) dalam biogas yang berasal dari kotoran ternak dan sisa pertanian
Jenis Gas
Kotoran Sapi
Campuran Kotoran Sapi dan Sampah Pertanian
Metana (CH4)
65.7
55-70
Karbondioksida (CO2)
27.0
27-45
Nitrogen (N2)
2.3
0.5-3.0
Karbonmonoksida (CO)
0.0
0.1
Oksigen (O2)
0.1
6.0
Propan (C3H8)
0.7
-
Hidrogen Sulfida (H2S)
Tidak Terukur
Sedikit sekali
Nilai Kalor (kkal/m3)
6513
4800-6700

Kegagalan proses pencernaan anaerobik dalam digester biogas bisa dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri metanogenik terhadap bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri metanogenik. Kondisi keasaman yang optimal pada pencernaan anaerobik yaitu sekitar pH 6,8 sampai 8, laju pencernaan akan menurun pada kondisi pH yang lebih tinggi atau rendah.
Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa elemen sesuai dengan kebutuhan organisme hidup seperti sumber makanan dan kondisi lingkungan yang optimum. Bakteri anaerob mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih cepat dibanding nitrogen. Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen dinyatakan dengan rasio karbon/nitrogen (C/N), rasio optimum untuk digester anaerobik berkisar 20 - 30. Jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon akibatnya gas yang dihasilnya menjadi rendah. Sebaliknya jika C/N rendah, nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amonia (NH 4) yang dapat meningkatkan pH. Jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan menunjukkan pengaruh negatif pada populasi bakteri metanogen. Kotoran ternak sapi mempunyai rasio C/N sekitar 24. Hijauan seperti jerami atau serbuk gergaji mengandung persentase karbon yang jauh lebih tinggi, dan bahan dapat dicampur untuk mendapatkan rasio C/N yang diinginkan. Rasio C/N beberapa bahan yang umum digunakan sebagai bahan baku biogas disajikan pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Rasio karbon dan nitrogen (C/N) dari beberapa bahan baku
Bahan
Rasio C/N
Kotoran bebek
8
Kotoran manusia
8
Kotoran ayam
10
Kotoran kambing
12
Kotoran babi
18
Kotoran domba
19
Kotoran sapi/kerbau
24

Slurry kotoran sapi mengadung 1,8 - 2,4% nitrogen, 1,0 - 1,2% fosfor (P205), 0,6 - 0,8% potassium (K 20), dan 50 - 75% bahan organik. Kandungan solid yang paling baik untuk proses anaerobik yaitu sekitar 8%. Untuk limbah kotoran sapi segar dibutuhkan pengenceran 1 : 1 dengan air. Teknologi pencernaan anaerob bila digunakan dalam sistem perencanaan yang matang, tidak hanya mencegah polusi tetapi juga menyediakan energi berkelanjutan, pupuk dan rekoveri nutrien tanah. Untuk itu proses ini dapat mengubah limbah dari suatu masalah menjadi suatu yang menguntungkan.
Tabel 2.4 Potensi produksi gas dari berbagai jenis kotoran hewan
Jenis Kotoran
Produksi Gas per Kg (m3)
Sapi/Kerbau
0.023-0.040
Babi
0.040-0.059
Unggas
0.065-0.116
Manusia
0.020-0.028

0 Response to " Sumber Energi Terbarukan"

Post a Comment