Wednesday, February 20, 2013
Sumber Energi Terbarukan
Sumber Energi Terbarukan
Sumber Energi Terbarukan
Secara umum sumber energi dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber energi terbarukan
dan sumber energi tak terbarukan. Sumber energi tak terbarukan merupakan yang
sifatnya habis sekali pakai dan tidak dapat terbentuka lagi atau berkelanjutan.
Misalnya gas alam, minyak bumi, dan batu bara. Sedangkan sumber energi
terbarukan merupakan sumber energi yang dapat dengan cepat diisi oleh alam
dalam proses yang berkelanjutan. Dengan kata lain sumber energi yang tidak akan
habis jika dimanfaatkan dengan benar. Misalnya sinar matahari, angin,
bioenergi, panas bumi, dll.
Saat ini pemanfaatan sumber energi terbarukan (renewal energy) mulai dikembangkan. Hal ini terjadi karena kenaikan
harga minyak bumi dan gas bumi dan juga berkurangnya cadangan minyak bumi dan
gas. Salah satu sumber energi terbarukan yang mulai dikembangkan di Indonesia
yaitu biogas. Biogas merupakan sumber renewal
energy yang mampu menyumbangkan andil dalam usaha memenuhi kebutuhan bahan
bakar. Bahan baku sumber energi ini merupakan bahan nonfossil, umumnya adalah
limbah atau kotoran ternak yang produksinya tergantung atas ketersediaan rumput
dan rumput akan selalu tersedia, karena dapat tumbuh kembali setiap saat selama
dipelihara dengan baik. Sebagai pembanding yaitu gas alam yang tidak
diperhitungkan sebagai renewal energy,
gas alam berasal dari fosil yang pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun.
Alasan lain yang timbul akhir-akhir ini akan perlunya pemanfaatan sumber
energi alternatif tersebut yaitu [2]
(a)
perlunya
menurunkan emisi CO2 sesuai dengan protokol Kyoto,
(b)
kenyataan
bahwa produksi bahan bakar minyak dunia telah mencapai titik puncaknya
sementara kebutuhan energi meningkat dengan pesat,
(c)
dimulainya
konflik politik dan militer yang dipicu oleh perebutan sumber minyak bumi.
2.2
Biogas
Biogas [1] adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan oleh proses fermentasi bahan-bahan
organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap
udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan
biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti
kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak cocok untuk sistem biogas
sederhana. Di daerah yang banyak industri pemrosesan makaan antara lain tahu, tempe,
ikan, pindang atau
brem bisa menyatukan saluran limbahnya
ke dalam sistem biogas, sehingga limbah industri tersebut
tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini memungkinkan
karena limbah industri tersebut diatas berasal dari bahan organik yang homogen.
Bahan bakar biogas tidak menghasilkan asap merupakan suatu pengganti yang
unggul untuk menggantikan bahan bakar minyak atau gas alam. Gas ini dihasilkan
dalam proses yang disebut pencernaan anaerob, merupakan gas campuran metan
(CH4) , karbondioksida (CO2), dan sejumlah kecil nitrogen, amonia, sulfur
dioksida, hidrogen sulfida, dan hidrogen. Secara alami, gas ini terbentuk pada
limbah pembuangan air, tumpukan sampah, dasar danau atau rawa. Mamalia termasuk
manusia menghasilkan biogas dalam sistem pencernaannya, bakteri dalam sistem
pencernaan menghasilkan biogas untuk proses mencerna selulosa. Biomassa yang
mengandung kadar air yang tinggi seperti kotoran hewan dan limbah pengolahan
pangan cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan biogas.
Limbah peternakan merupakan salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan
untuk menghasilkan biogas, sementara perkembangan atau pertumbuhan industri
peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan karena menumpuknya limbah
peternakan. Polutan yang dihasilkan dari dekomposisi kotoran ternak yaitu BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemichal Oxygen Demand), bakteri
patogen, polusi air, debu, dan polusi bau. Di banyak negara berkembang kotoran
ternak, limbah pertanian, dan kayu bakar digunakan sebagai bahan bakar. Hal
inilah yang menjadi perhatian karena emisi metan dan karbondioksida yang
menyebabkan efek rumah kaca dan mempengaruhi perubahan iklim global.
Jika dilihat dari segi pengolahan limbah, proses anaerob juga memberikan
beberapa keuntungan yaitu menurunkan nilai COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen nitrat,
dan nitrogen organik. Bakteri caliform dan
patogen lainnya, telur insek, parasit, bau juga dihilangkan atau menurun. Di
daerah pedesaan yang tidak terjangkau listrik, penggunaan biogas memungkinkan
untuk belajar dan melakukan kegiatan komunitas di malam hari. Kesetaraan biogas
dengan sumber energi lain dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Kesetaraan
biogas dengan beberapa sumber energi lain
1 m3 Biogas
|
0.46 Kg LPG
|
0.62 liter
Minyak tanah
|
|
3.5 Kg Kayu
bakar
|
Sumber :
Departemen Petanian (2009) [1]
Beberapa alasan lain mengapa biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi
alternatif dan semakin mendapat perhatian yaitu :
(a)
harga
bahan bakar yang terus meningkat,
(b)
dalam
rangka usaha untuk memperoleh bahan bakar lain yang dapat diperbarui,
(c)
dapat
diproduksi dalam skala kecil di tempat yang tidak terjangkau listrik atau
energi lainnya,
(d)
dapat
diproduksi dalam kontruksi yang sederhana.
2.3
Proses Pencernaan Anaerob
Proses pencernaan
anaerob, yang merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan organik
oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa
udara[2]. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang
mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik
rumah tangga. Proses anaerob dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang
luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas.
Tabel
2.1 Kondisi
pengoperasian pada proses pencernaan anaerob
Parameter
|
Nilai
|
Temperatur
Mesofilik
Termofilik
|
35o C
54o C
|
pH
|
7-8
|
Alkalinitas
|
2500 mg/L Minimum
|
Waktu retensi
|
10-30 hari
|
Laju terjenuhkan
|
0.15-0.35 kg.VS/m3/hari
|
Hasil biogas
|
4.5-11 m3/kg.VS
|
Kandungan metana
|
60-70 %
|
Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu[2]
:
(a) Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan
organik mudah larut dan pencernaan bahan organik kompleks menjadi sederhana,
perubahan bentuk strukutur polimer menjadi monomer;
(b) Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula
sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan
bakteri asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana ini yaitu asam
asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas
karbondioksida, hidrogen dan amonia.
(c) Metanogenik, pada tahp ini terjadi proses pembentukan gas
metan. Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu untuk
mereduksi sulfat dan komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida.
Untuk lebih jelasnya proses pembentukan biogas dapat
dilihat pada diagram alir di bawah ini :
Gambar 2.1 Diagram alur
proses fermentasi anaerobik
Bakteri yang
berperan dalam proses pencernaan anaerobik yaitu bakteri hidrolitik yang
memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri fementatif yang
mengubah gula dan asam amino menjadi asam organik, bakteri asidogenik merubah
asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan asam asetat, dan bakteri
metanogenik yang menghasilkan gas metan dari asam asetat, hidrogen, dan
karbondioksida. Bakteri metanogenik akan menghasilkan biogas yang bagus
(kandungan gas metan tinggi) pada suhu 25o-30o C. Di
dalam digester biogas terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan yaitu
bakteri asidogenik dan bakteri metanogenik. Kedua bakteri ini harus
dipertahankan jumlahnya seimbang. Bakteri-bakteri inilah yang merubah bahan
organik menjadi gas metan dan gas lainnya dalam siklus hidupnya.
Kandungan gas metan
dalam biogas yang dihasilkan tergantung pada jenis bahan baku yang dipakai.
Sebagai contoh komposisi biogas dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel
2.2 Kompisisi gas (%)
dalam biogas yang berasal dari kotoran ternak dan sisa pertanian
Jenis Gas
|
Kotoran Sapi
|
Campuran Kotoran
Sapi dan Sampah Pertanian
|
Metana (CH4)
|
65.7
|
55-70
|
Karbondioksida
(CO2)
|
27.0
|
27-45
|
Nitrogen (N2)
|
2.3
|
0.5-3.0
|
Karbonmonoksida
(CO)
|
0.0
|
0.1
|
Oksigen (O2)
|
0.1
|
6.0
|
Propan (C3H8)
|
0.7
|
-
|
Hidrogen Sulfida
(H2S)
|
Tidak Terukur
|
Sedikit sekali
|
Nilai Kalor
(kkal/m3)
|
6513
|
4800-6700
|
Kegagalan proses
pencernaan anaerobik dalam digester biogas bisa dikarenakan tidak seimbangnya populasi
bakteri metanogenik terhadap bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi
sangat asam (pH kurang dari 7) yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup
bakteri metanogenik. Kondisi keasaman yang optimal pada pencernaan anaerobik yaitu
sekitar pH 6,8 sampai 8, laju pencernaan akan menurun pada kondisi pH yang
lebih tinggi atau rendah.
Bakteri yang
terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa elemen sesuai dengan kebutuhan
organisme hidup seperti sumber makanan dan kondisi lingkungan yang optimum.
Bakteri anaerob mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih cepat dibanding
nitrogen. Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen dinyatakan dengan rasio
karbon/nitrogen (C/N), rasio optimum untuk digester anaerobik berkisar 20 - 30.
Jika C/N terlalu tinggi, nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri
metanogen untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit yang
bereaksi dengan karbon akibatnya gas yang dihasilnya menjadi rendah. Sebaliknya
jika C/N rendah, nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amonia
(NH 4) yang dapat meningkatkan pH. Jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan
menunjukkan pengaruh negatif pada populasi bakteri metanogen. Kotoran ternak
sapi mempunyai rasio C/N sekitar 24. Hijauan seperti jerami atau serbuk gergaji
mengandung persentase karbon yang jauh lebih tinggi, dan bahan dapat dicampur
untuk mendapatkan rasio C/N yang diinginkan. Rasio C/N beberapa bahan yang umum
digunakan sebagai bahan baku biogas disajikan pada tabel 2.3.
Tabel
2.3 Rasio karbon dan
nitrogen (C/N) dari beberapa bahan baku
Bahan
|
Rasio C/N
|
Kotoran bebek
|
8
|
Kotoran manusia
|
8
|
Kotoran ayam
|
10
|
Kotoran kambing
|
12
|
Kotoran babi
|
18
|
Kotoran domba
|
19
|
Kotoran
sapi/kerbau
|
24
|
Slurry kotoran sapi
mengadung 1,8 - 2,4% nitrogen, 1,0 - 1,2% fosfor (P205), 0,6 - 0,8% potassium
(K 20), dan 50 - 75% bahan organik. Kandungan solid yang paling baik untuk
proses anaerobik yaitu sekitar 8%. Untuk limbah kotoran sapi segar dibutuhkan
pengenceran 1 : 1 dengan air. Teknologi pencernaan anaerob bila digunakan dalam
sistem perencanaan yang matang, tidak hanya mencegah polusi tetapi juga
menyediakan energi berkelanjutan, pupuk dan rekoveri nutrien tanah. Untuk itu
proses ini dapat mengubah limbah dari suatu masalah menjadi suatu yang
menguntungkan.
Tabel
2.4 Potensi produksi
gas dari berbagai jenis kotoran hewan
Jenis Kotoran
|
Produksi Gas per
Kg (m3)
|
Sapi/Kerbau
|
0.023-0.040
|
Babi
|
0.040-0.059
|
Unggas
|
0.065-0.116
|
Manusia
|
0.020-0.028
|
0 Response to " Sumber Energi Terbarukan"
Post a Comment