Kebijakan dan Strategi Pengembangan Agropolitan

1. Kebijakan Pengembangan 

a. Kebijakan pengembangan kawasan agropolitan berorientasi pada kekuatan pasar (market driven), melalui pemberdayaan masyarakat yang tidak saja diarahkan pada upaya pengembangan usaha budidaya (on-farm) tetapi juga meliputi pengembangan agribisnis hulu (penyediaan sarana pertanian) dan agribisnis hilir (processing dan pemasaran) dan jasa-jasa pendukungnya. 

b. Memberikan kemudahan melalui penyediaan prasarana dan sarana yang dapat mendukung pengembangan agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan menyeluruh, mulai dari subsistem budidaya (on-farm), subsistem agribisnis hulu, hilir, dan jasa penunjang. 

c. Agar terjadi sinergi daya pengembangan tenaga kerja, komoditi yang akan dikembangkan hendaknya yang bersifat export base bukan row base, dengan demikian hendaknya konsep pengembangan kawasan agropolitan mencakup agrobisnis, agroprocessing dan agroindustri. 

d. Diarahkan pada consumer oriented melalui sistem keterkaitan desa dan kota (urban-rural linkage). 



2. Strategi Pengembangan 

a. Penyusunan master plan pengembangan kawasan agropolitan yang akan menjadi acuan masing-masing wilayah/ propinsi. Penyusunan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat sehingga program yang disusun lebih akomodatif. Disusun dalam jangka panjang (10 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan jangka pendek (1-3 tahun) yang bersifat rintisan dan dan stimultans. Dalam progran jangka pendek setidaknya terdapat out line plan, metriks kegiatan lintas sektor, penanggung jawab kegiatan dan rencana pembiayaan. 

b. Penetapan Lokasi Agropolitan; kegiatannya dimulai dari usulan penetapan Kabupaten oleh Pemerintah Propinsi, untuk selanjutnya oleh Pemerintah Kabupaten mengusulkan kawasan agropolitan dengan terlebih dahulu melakukan Identifikasi Potensi dan Masalah untuk mengetahui kondisi dan potensi lokasi (komoditas unggulan), antara lain: Potensi SDA, SDM, Kelembagaan, Iklim Usaha, kondisi PSD, dan sebagainya, serta terkait dengan sistem permukiman nasional, propinsi, dan kabupaten. 

c. Sosialisasi Program Agropolitan; dilakukan kepada seluruh stakeholder yang terkait dengan pengembangan program agropolitan baik di Pusat maupun di Daerah, sehingga pengembangan program agropolitan dapat lebih terpadu dan terintegrasi. 
V.II. Program Pengembangan Kawasan Agropolitan 
a. Penyiapan Master Plan Kawasan Agropolitan termasuk didalamnya rencana-rencana prasarana dan sarana. 
b. Dukukungan prasarana dan sarana Kimpraswil (PSK), dengan tahapan : 
· Pada tahun 1 (pertama) dukungan PSK diarahkan pada kawasan-kawasan sentra produksi, terutama pemenuhan kebutuhan air baku, jalan usaha tani, dan pergudangan. 
· Pada tahun ke 2 (kedua) dukungan PSK diprioritaskan untuk meningkatkan nilai tambah dan pemasaran termasuk sarana untuk menjaga kualitas serta pemasaran ke luar kawasan agropolitan. 
· Pada tahun ke 3 (ketiga) dukungan PSK diprioritaskan untuk meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman. 
c. Pendampingan Pelaksanaan Program; dalam pelaksanaan program agropolitan, masyarakat harus ditempatkan sebagai pelaku utama sedangkan pemerintah berperan memberikan fasilitasi dan pendampingan sehingga mendapatkan keberhasilan yang lebih optimal. 

d. Pembiayaan Program Agropolitan; pada prinsipnya pembiayaan program agropolitan dilakukan oleh masyarakat, baik petani, pelaku penyedia agroinput, pelaku pengolah hasil, pelaku pemasaran dan pelaku penyedia jasa. Fasilitasi pemerintah melalui dana stimultans untuk mendorong Pemda dan masyarakat diarahkan untuk membiayai prasarana dan sarana yang bersifat publik dan strategis. 
VI.III. Dukungan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah 

A. Tahun Anggaran 2002 

1. Bantuan teknik Penyusunan Rencana Teknis dan DED 7 kawasan di 7 Propinsi sebagai acuan pengembangan kawasan agropolitan. 

2. Penyediaan dana stimulan untuk pengembangan prasarana dan sarana yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di kawasan agropolitan. 

3. Penyelenggaraan sosialisasi program-program pengembangan kawasan agropolitan mulai dari tingkat kawasan dan tingkat kabupaten (7 Propinsi Rintisan), dan sosialisasi program pengembangan kawasan agropolitan di Tingkat Nasional (29 Propinsi) bekerjasama dengan Departemen Pertanian. 

4. Bantuan teknik Identifikasi dan Penyusunan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan di 29 Propinsi, sebagai acuan di dalam pengembangan program pengembangan agropolitan Tahun Anggaran 2003. 



B. Tahun Anggaran 2003 

2. Penyiapan Pedoman Penyusunan Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Mengingat pelaksanaannya penyusunan Master Plan akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, untuk memfasilitasi kegiatan tersebut diperlukan adanya satu pedoman. 

3. Sesuai dengan kesepakatan antara Departemen Pertanian dengan Dep. Kimpraswil, maka dihimbau untuk dapat mengembangkan Program Pengembangan Kawasan Agropolitan minimal 1 kawasan di setiap Propinsi. 

4. Penyiapan dukungan sarana dan prasarana wilayah untuk kawasan agropolitan. 



VII. Pelajaran (Lesson Learned) Pengembangan Kawasan Agropolitan Pacet, Cianjur 



Dalam tahun anggaran 2002, berdasarkan Kriteria Lokasi Kawasan Agropolitan yang ditetapkan dalam Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan dan Hasil Kaji Tindak Identifikasi Potensi dan Masalah, maka Departemen Pertanian dan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah bersama instansi terkait lainnya di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten, menetapkan salah satu kawasan agropolitan yang dikembangkan yaitu kawasan agropolitan Pacet, Cianjur. 



Berdasarkan pengembangan kawasan agropolitan ini, terdapat beberapa hal yang cukup menarik untuk dicermati dan menjadi tantangan untuk pengembangan kawasan agropolitan berikutnya, yaitu: 
1. Berkembangnya proses pencaloan/ ijon, telah mengakibatkan produk pertanian dikuasai oleh pengijon dan dijual langsung ke pasar yang lebih luas tanpa melalui pusat kawasan agropolitan. Bila praktek ini terus terjadi, maka proses pengembangan kawasan agropolitan sebagai satu kesatuan kawasan antara pusat agropolitan dan pusat produksi akan sulit diwujudkan dan nilai tambah yang diharapkan tidak akan terjadi di kawasan. 
2. Tingkat produktifitas petani yang cenderung subsisten dan sulit untuk meningkatkan produktifitasnya akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan agroindustri yang membutuhkan dukungan sediaan produk pertanian dalam jumlah besar dan konstan. Perlu adanya pelatihan yang terus menerus sehingga budaya yang bersifat subsisten tersebut dapat dirubah. 

3. Meskipun ruas-ruas jalan yang ada di kawasan agropolitan Pacet-Cianjur telah mampu menghubungkan antar desa-desa di kawasan agropolitan maupun ke pusat kawasan agropolitan di Cipanas, akan tetapi kondisinya masih banyak yang rusak terutama pada jalan poros desa dan jalan antar desa (lihat gambar 4). 

4. Fasilitas ekonomi seperti pasar setempat, pasar kaget, dan pasar induk harian (di Cipanas) belum memadai dan mencukupi untuk kebutuhan pemasaran hasil panen (lihat gambar 5). 

5. Dibutuhkan penjadwalan waktu dan kelembagaan yang terintegrasi. Baik jadwal pemrograman, DED, penyiapan masyarakat, implementasi fisik lapangan, dan kelembagaan wewenang dan penanggung jawab mulai dari institusi pusat sampai dengan desa serta mencakup stakeholder yang terkait baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. 






Gambar 5 

Fasilitas pasar yang masih terbatas 






Gambar 4 

Jalan Poros Desa yang rusak berat 














VIII. Penutup 



Pembangunan kawasan perdesaan tidak bisa dipungkiri merupakan hal yang mutlak dibutuhkan. Hal ini didasari bukan hanya karena terdapatnya ketimpangan antara kawasan perdesaan dengan perkotaan akan tetapi juga mengingat tingginya potensi di kawasan perdesaan yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai alat untuk mendorong pembangunan. 



Pengembangan kawasan agropolitan menjadi sangat penting dalam kontek pengembangan wilayah mengingat : 

1. Kawasan dan sektor yang dikembangkan sesuai dengan keunikan lokal. 

2. Pengembangan kawasan agropolitan dapat meningkatkan pemerataan mengingat sektor yang dipilih merupakan basis aktifitas masyarakat. 

3. Keberlanjutan dari pengembangan kawasan dan sektor menjadi lebih pasti mengingat sektor yang dipilih mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif dibandingkan dengan sektor lainnya. 



Hal yang perlu digaris bawahi adalah pengembangan kawasan agropolitan tidak bisa terlepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) sebagai matra spasial nasional yang disepakati bersama. Berdasarkan hal tersebut, pengembangan kawasan agropolitan tetap harus mengacu kepada pengembangan kawasan andalan/ terkait dengan pengembangan kawasan andalan. Dengan adanya sinkronisasi tersebut, pembangunan nasional yang serasi, seimbang dan terpadu dapat diwujudkan.

0 Response to " Kebijakan dan Strategi Pengembangan Agropolitan"

Post a Comment