Pengertian Etos Kerja

Penelitian mengenai masalah etos kerja sudah ada dilakukan diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Jalea (2013) Etos Kerja Petani Penggarap dan Pemilik Lahan di Desa Pakpak Barat. Pada penelitian tersebut, Jalea mengungkapkan bagaimana etos kerja antara petani penggarap (buruh tani) dengan petani yang memiliki lahan sendiri didesa tersebut. Jalea juga menjelaskan bahwa petani masih menggunakan cara tradisional dalam pengelolaan lahan, masih adanya lahan yang kosong atau yang terbengkalai, juga mengatakan bahwa produktivitas / hasil pertanian masyarakat rendah akibat etos kerja mereka atau etika dalam bekerja pada petani masih tergolong rendah.



Penelitian lainnya mengenai etos kerja juga dilakukan oleh Iskandar (2002) Etos Kerja pada Masyarakat Jawa di Kuningan Jawa Barat. Dalam penelitian tersebut, dijelaskan bahwa etos kerja sangat berperan penting dalam memberikan motivasi kepada petani dalam melakukan pekerjaannya dan etos kerja yang berperan positif terhadap kegiatan produktivitas petani.



Mengingat pentingnya etos kerja dalam pembangunan nasional, maka peneliti melihat perlu kiranya menggali bagaimana sebenarnya etos kerja dari masyarakat petani terutama masyarakat melayu yang bermukim didaerah pesisir, jika dikaitkan dengan nilai budaya yang mereka miliki. Hal ini masih terlihat dari sikap orang melayu yang memandang kerja itu sebagai suatu hal yang eksklusif, sehingga ada anggapan mereka yang memandang kerja itu sebagai kerja kasar dan kerja halus, dimana kerja kasar selalu diidentikkan dengan hal yang kurang terhormat, rendah, dan memalukan, sedangkan kerja halus hanyalah untuk mengisi waktu dan kesenangan. Melihat dasar pemikiran tersebut, maka sulit untuk mengharapkan kemajuan serta partisipasi kerja dalam suatu masyarakat kalau persepsi tentang kerja tidak diubah.



Menurut Kluckhohn yang dikutip oleh Koentjaraningrat ada lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang berkaitan dengan nilai budaya, yakni masalah yang berkenaan dengan hakekat hidup, karya, waktu, alam dan hubungan antara manusia (Koentjaraningrat, 1981:28) . Ini artinya, wujud kebudayaan suatu masyarakat yang merupakan hasil dari tanggapan aktif terhadap lingkungan dalam arti luas tidak lepas dari pendukungnya didalam memandang hidup, waktu, karya, alam dan hubungan antar sesamanya. Pandangan inilah yang pada gilirannya mewarnai etos kerja dari suatu masyarakat.



Pada era globalisasi, persaingan kerja yang semakin meningkat memaksa setiap orang untuk menguasai keahlian dan kemampuan tertentu. Untuk dapat menjawab tantangan ini diperlukan adanya dedikasi, kerja keras dan kejujuran dalam bekerja. Menurut Anoraga (1992) manusia yang berhasil harus memiliki pandangan dan sikap yang menghargai kerja sebagai sesuatu yang luhur

untuk eksistensi manusia. Suatu pandangan dan sikap demikian dikenal dengan istilah etos kerja.



Suatu opini untuk menggambarkan kondisi etos kerja bangsa kita saat ini

dinyatakan oleh Muhtadi (2005) bahwa kondisi masyarakat kita kurang memiliki

etos kerja. Secara khusus Muhtadi menyoroti kondisi perguruan tinggi dan sekolah di Indonesia. Sebagai lingkungan organisasi yang berfokus pada tujuan utama mendidik serta mengembangkan ilmu pengetahuan, perguruan-perguruan tinggi dan sekolah-sekolah sering ditemui sebagai organisasi yang kurang efektif dalam mencapai sasarannya karena kinerja individu-individu yang terlibat didalamnya tidak didukung oleh etos kerja yang baik, sepertinya etos kerja di Indonesia relatif masih belum tinggi.



Untuk dapat meningkatkan etos kerja ini, diperlukan adanya suatu sikap yang menilai tinggi pada kerja keras dan sungguh-sungguh. Karena itu perlu ditemukan suatu dorongan yang tepat untuk memotivasi dan merubah sikap rakyat kita. Nilai-nilai sikap dan faktor motivasi yang baik menurut Anoraga (1992) bukan bersumber dari luar diri, tetapi yang tertanam / terinternalisasi dalam diri sendiri, yang sering disebut dengan motivasi intrinsik.



2.2 Landasan Teori

2.2.1 Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta “Buddhayah”, yang merupakan bentuk jamak dari kata “Buddhi” yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budhi atau akal. Culture, merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata latin “colere” yang berarti mengolah atau mengerjakan, yang kemudian berkembang pengertiannya menjadi daya upaya manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam (Koentjaraningrat : 2009).



Koentjaraningrat ( 1990 : 180 ) mengatakan bahwa kebudayaan merupakan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Dapat dipahami bahwa hampir seluruh kegiatan manusia dapat dikatakan dengan kebudayaan karena dalam masa hidupnya seorang manusia itu harus melewati proses belajar untuk melakukan suatu kegiatan, baik itu hal kecil maupun hal besar.

Kebudayaan bukan berarti pengembangan dibidang seni semata ataupun hanya menyangkut hal yang berhubungan dengan kebendaan saja, tetapi kata ini memiliki makna yang jauh lebih luas yakni menyangkut seluruh hasil karya cipta dari manusia baik berupa benda maupun yang bukan benda, seperti cara berfikir, tingkah laku, pandangan hidup dan kebiasaan manusia.



Menurut Edward Burnett Tylor (dalam Soekanto : 2007 :130) kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.



Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dengan beragam kebudayaan, sebut saja salah satu suku melayu yang memiliki nilai budaya pasti berbeda dengan nilai budaya yang dimiliki suku batak toba atau suku jawa sehingga etos kerja pada setiap suku bangsa berbeda pula.

0 Response to "Pengertian Etos Kerja"

Post a Comment