Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik


Pembelajaran matematika realistik adalah padanan Realistic Mathematics Education (RME), sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan di frudenthal di belanda. Gravemeijer (1992:82) mengungkapkan Realistic mathematics education is rooted in freudenthal’s interpretation of mathematicsas an activity.
Ungkapan Gravemeijer di atas menunjukkan bahwa pembelajaran matematika realistik dikembangkan berdasar pandangan Freudenthal yang menyatakan matematika sebagai suatu aktivitas. Lebih lanjut Gravemeijer (1994: 82) menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Menurut Freudenthal aktivitas-aktivitas itu disebut matematisasi.
Pendidikan matematika realistik ( RME ) diketahui sebagai pendekatan yang telah berhasil di Netherlands. Salah satu filososfi yang mendasari pendekatan realistik adalah  bahwa matematika bukanlah satu kumpulan aturan sifat- sifat yang sudah lengkap yang harus siswa sadari .Menurut Treffers ( dalam Fauzan, 2002: 33-34 ) mengungkapakan bahwa ide kunci dari pembelajran matematika realistik yang menekankan perlunya kesempatan bagi siswa untuk menemukan kembali matematika dengan bantuan orang dewasa ( guru ). Selain itu disebutkan pula bahwa pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan ( ditemukan kembali ) berdasar pengetahuan informal yang dimiliki siswa.
Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan di atas menjelaskan suatu cara pandang terhadap pembelajaran matamatika yang ditempatkan sebagai suatu proses bagi siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan matematika berdasar pengetahuan informal yang dimilikinya. Dalam pandangan ini matematika disajikan bukan sebagai barang “jadi” yang dapat dipind oleh guru ke dalam pikiran siswa. Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal (dalam Panhuizen, 1996 :11) menyebutkan dua jenis matematisasi horizontal dan vertikal dengan penjelasan seperti berikut ini. Pernyataan di atas menjelaskan bahwa matematisasi horisontal menyangkut proses transformasi masalah nyata/ sehari-hari ke dalam bentuk simbol.
Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri. Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Sedangkan contoh matematisasi vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematika dan penggeneralisasi.
Pendekatan RME ini didasari oleh fakta bahwa matematika bukanlah stau kumpulan aturan atau sifat-sifat yang sudah lengkap yang harus siswa pelajari. Freudenthal ( dalam TIM MKPBM, 2001:125) menyatakan “matematika bukan merupakan suatu objek yang siap – saji untuk siswa, melainkan bahwa matematika adalah “suatu pelajaran yang dinamis yang dapat dipelajari dengan cara mengerjakannya.
Adapun Matematika realistik (MR) adalah  matematika yangdisajikan sebagai suatu proses kegiatan manusia, bukan sebagai suatu produk jadi. Bahan pelajaran yang disajikan melalui bahan cerita yang sesuai dengan lingkungan siswa (kontekstual) (Zigma Edisi, 14, 12 Oktober 2007).
Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa Realistic Mathematics Education (PMR) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika.
E.    Prinsip Pembelajaran Realistik dan Karakteristik Pembelajaran Realistik
Prinsip Pembelajaran Realistik
a.    Guided Reinvention and Progressive Mathematizing
    Prinsip pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi secara progresif. Melalui topik-topik yang disajikan, siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama membangun dan menemukan kembali tentang ide-ide dan konsep-konsep secara matematika. Maksud dari mengalami proses yang sama dalam hal ini adalah bahwa setiap siswa diberi kesempatan yang sama merasakan situasi dan jenis masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi. Dilanjutkan dengan matematisasi prosedur pemecah masalah yang sama, serta perancangan rute belajar sedemikian rupa, sehingga siswa menemukan sendiri konsep-konsep atau hasil (Fauzan, 2000:4). Prinsip ini sejalan dengan paham kontruktivitas yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat dikontruksi oleh siswa itu sendiri.
b.     Didactical Phenomenology
    Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam hal ini fenomena pembelajaran menekankan pentingnya masalah kontekstual memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Masalah kontekstual ini dipilih dengan pertimbangan: (1) aspek kecocokan aplikasi yang harus diantisipasi dalam pengajaran; dan (2) kecocokan dampak dalam proses re-invention, artinya rposedur, aturan dan model matematika yang harus dipelajari oleh siswa tidaklah disediakan oelh guru, tetapi siswa harus berusaha menemukannya dari masalah kontekstual tersebut.
c.    Self Developed Models
    Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Prinsip ini berfungsi menjembatani jurang antara pengetahuan informal dengan matematika formal. Siswa mengembangkan model sendiri sewaktu memecahkan soal-soal kontekstual.

 Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik
a.    Menggunakan masalah kontekstual (Use of Context)
    Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual, tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang dikenali oleh siswa.
b.    Menggunakan model (Use of Models, Bridging by Vertical Instruments)
    Dengan menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran dapat mendorong siswa untuk membentuk model dasar matematika yang dikembangkan sendiri oleh siswa, sebagai jembatan antara level pemahaman yang satu ke level pemahaman yang lain dengan menggunakan instrument-instrumen vertikal seperti, skema-skema, diagram-diagram, symbol-simbol dan sebagainya.
c.    Menggunakan kontribusi siswa (Students Contribution)
    Kontribusi yang besar pada proses mengajar belajar dating dari siswa, artinya semua pikiran (kontruksi dan produksi) siswa diperhatikan. Kontribusi dapat berupa aneka jawab, aneka cara, atau aneka pendapat dari siswa. Misalnya pada pengertian skala, pada awalnya siswa diberi kebebasan penuh untuk mengidentifikasi pengertian skala dengan kalimat mereka sendri, kemudian dari beragam jawaban siswa dikompromikan dan dipakai salah satu pendapat yang benar. Jika tidak ada yang benar, guru hanya membimbing kea rah pengertian yang benar.
d.    Interaktivitas (Interactivity)
    Mengoptimalkan proses mengajar belajar melalui interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sarana prasarana merupakan hal yang penting dalam pembelajaran matematika realistik. Interaksi terus dioptimalkan samapi kontruksi yang diinginkan diperoleh, sehingga interaksi tersebut dimanfaatkan.

e.    Terkait dengan Topik Lainnya (Intertwining)
    Struktur dan konsep matematika saling berkaitan. Oleh karena itu, keterkaitan dan keterintegrasian antar topik (unit pembelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses  belajar mengajar yang lebih bermakna.

0 Response to "Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik"

Post a Comment