Balada kehidupan di Sumatera Timur

Sebelum kedatangan para pengusaha perkebunan Eropa, penduduk Sumatera Timur terdiri dari 3 kelompok budaya pribumi Sali, yakni Melayu pesisir, Batak Simalungun dan Batak Karo. Suku-suku tersebut masing-masing diperintah oleh Sultan Melayu, raja Batak Simalungun dan pemuka Suku Batak Karo. Hubungan antara ketiga golongan penduduk dari kesatuan politik yang berbeda itu sangat sedikit, umumnya terbatas pada hubungan saling membantu dalam peperangan atau transaksi perdagangan.
    Ketika para pengusaha perkebunan mulai berdatangan untuk membuka usaha perkebunan sekitar tahun 1800-an, mereka tidak bisa mengandalkan penduduk setempat sebagai sumber tenaga kerja untuk perkebunan. Selain jumblahnya tidak banyak, banyak penduduk di Sumatera Timur tidak tertarik untuk bekerja sebagai “kuli kontrak” para pemilik perkebunan terpaksa mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah, seperti dari Penang, Singapura dan Cina.   
Hubungan antar suku pada dasarnya hanya dalam bidang pertukaran barang,jasa dan tenaga kerja yang umumnya berlangsung di pasar-pasar. Bersamaan dengan semakin meningkatnya hubungan antar suku asli dengan kaum pendatang, maka perbedaan asal-usul dan keturunan menjadi semakin penting sebagai dasar menentukan identitas. Pada tahap ini, kesukuan mencuat sebagai dasar penentuan dan pembedaan identitas sosial seseorang.
    Dalam keresidenan SumateraTimur, pemerintah jajahanlah yang berperan utama dalam menumbuhkan nilai politik dan ekonomi pada identitas sosial berdasarkan kesukuan dan ras. Ada dua cara yang ditempuh pemerintah kolonial untuk mencapai hal tersebut yaitu melalui sistem pergolongan sosial dan melalui penggarisan kewenangan politik untuk kesatuan-kesatuan politik yang ada di Hindia-Belanda.
    Pemerintah kolonial membedakan masyarakat HB ke dalam tiga golongan rasial, yakni golongan rasial, golongan Eropa Timur, Eropa asing dan Pribumi. Unsur rasial ini hanya sebutan nominal belaka. Golongan Eropa adalah orang Belanda dan orang Barat, golongan Timur Asing adalah orang Asia, Pribumi adalah orang Indonesia. Identitas rasial ini dianggap sebagai dasar yang memadai bagi penggolongan masyarakat, hanya identitas rasial dapat menjadi penunjuk yang tepat dari kedudukan politik dan ekonomi si pemegang identitas. Kesimpulannya bahwa sistem penggolongan masyarakat dari pemerintah jajahan digunakan sebagai cara untuk menentukan hak dan kewajiban dan keistimewaan berdasarkan ras sebagaimana adanya di HB.
Kehidupan di Negeri Petro Dolar
    Medan tampaknya merupakan sebuah situs pemukiman yang lama karena pada akhir abad ke-19 peninggalan tembok benteng masih tampak di daratan sempit yang dibentuk oleh muara sungai Deli dan Babura. Namun Medan ditemukan pertama kalinya dalam laporan kunjungan Anderson di Pesisir Timur tahun 1823. Saat itu, Medan memiliki sekitar dua ratus orang penduduk. Seorang pemimpin bernama Tuanku Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Hal itu melahirkan perselisihan dengan Sultan Deli yang menggugat kesahan kegiatan tersebut.
    Empat puluh tahun kemudian, perwajahan medan tampaknya tidak berubah, terbukti tahun 1866, Cats Baron de Raet ragu-ragu mengangga Medan sebagai kampung. Tahun 1869, Medan dipilih sebagai tempat tinggal pengelola perkebunan Barat Deli-maatschappij. Medan terletak di sungai Deli menjadi jalur untuk mengangkut tembakau ke sejumlah konsesi Deli-maarschappij. Sebelum tahun 1879, bangunan-bangunan utama hanyalah kantor pusat dan rumah sakit..
    Pada waktu itu, Medan memiliki antara 15.000 dan 20.000 penduduk. kota yang dibelah oleh poros barat laut/tenggara yang berupa jalan Istana yang disambung dengan jalan Kesawan. Pusat kota dikelilingi sekumpulan “kampung Melayu”, didepan istana sultan diseberang Jalan Istana. Di pinggiran kampung orang Eropa, di sepanjang sungai keling, terletak orang keling. Kampung Arab terletak diantara sungai Delidan pasar lama kira-kira merupakan pusat kota. Di sisi Timur poros terdapat kampung Tionghoa yang terutama dihuni pedagang Hokkien dan pedagang pengrajin Kungfu. Tahun 1917, mulai sedikit disebut kampung Kristen yang dihuni oleh orangSuku Tobalokasinya terletak di Sungai Rengas.
    Medan tampil sebagai sebagai kampung penduduk asli atau pendatang dari suku yang sama. Setiap pendatang terbagi dalam sejumlah kesatuan yang terpisah-pisah secara fisik sosial, umumnya berdasarkan hubungan kekerabatan. Pembagian stratifikasi masyarakat terbagi tiga kelompok yaitu: kelompok elit Barat yang terdiri dari perkebun, orang bisnis dan pegawai pemerintah kolonial: kelompok bangsawan Melau dan pribumi berpendidikan Barat, orang bisnis Tionghoa: kelompok penduduk lain yang terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Medan baru merasakan keuntungan dari lima belas periode kemakmuran yang terutamanya yang dihasilkan oleh perkembangan perkebunan karet. 
Munculnya pemimpin-pemimpin baru
     Di Sumatera bagian Utara, pemimpin pertama yang berasal dari kalangan elit cendikiawan didikan Belanda adalah Willem Iskandar  tahun 1920 dinilai sebagai pembuka pintu kemajuan untuk “bangsa” dan “tanah Batak”, tidak diragukan telah ikut menyumbang dalam mengangkat identitas Mandailing. Ia dilahirkan sekitar tahun1845 di Pidoli Lombang (Mandailing) dalam sebuah keluarga pembesar setempat. Pada usia 13 tahun ia masuk sekolah yang terletak dibalai asisten-residen bernama Godon. Dengan cepat kecerdasannya yang istimewa yang menarik perhatian Godon yang kemudian membawanya ke Belanda tahun 1857 untuk mengikuti pendidikan disebuah sekolah guru di Amsterdam.
    Dengan dukungan Godon dan Prof. H.C Milles, ia berhasil memperoleh ijazah dan kembali ke Batavia tahun 1861. Setelah mengemukakan rencananya kepada gubernur jenderal, ia diizinkan untuk membuka sekolah guru di Tano Bano sambil memimpin sekolah guru di Fort de Kock. Murid-muridnya kemudian menjadi guru di seluruh residentie Tapanuli, sampai Singkel dan Barus di Utara.
    Tahun 1910-an muncul pemimpin-pemimpin jenis baru. Yang pertama adalah Mangaraja Hezekiel Manullang. Ia dilahirkan bulan Desember 1887 di Narumonda, berijazah sekolah raja dari daerahnya, dan mendirikan harian Binsar Sinondang Batak bersama Immanuel Siregar dan Gajus Shite tahun 1906. Lima puluh tahun tahun setelah Willem Iskandar, dua cendekiawan tampil sebagai pemimpin “bangsa Mandailing”, yaitu Mohammad Noech, ketua dan pendiri SyarikatMandailing, dan Abdullah Loebis, salah satu pengurus Ssyarikat ini. Kalangan orang Melayu juga menyaksikan munculnya pemimpin-pemimpin baru yang tidak berasal dari keluarga sultan-sultan, misalnyaAbdul Kadir Harun yang mendirikan Persatoean Anak Deli Islam tahun 1939.
Culturstelsel dan Erfpacht
    Pada permulaan abad 20, Negeri Belanda merupakan kekuasaan kolonial yang besar. Dari sisi luas wilayah kolonial, Negeri Belanda menempati urutan kedua setelah Inggris. Bagi Belanda, kepemikikan koloni merupakan hal yang sangat penting, tidak hanya dipandang dari sudut ekonomis tetapi juga prestasi dimata internasional. Mekipun dalam kenyataannya, Belanda tidak dapat mempertahankan koloninya terhadap kekuatan asing. Angkatan laut Belanda tidak mampu menguasai alur pelayaran antara Negeri Belanda hingga daerah-daerah jajahannya. Oleh karena itu, pertahanannya di Asia sangat tergantung Inggris. Untuk mempertahankan kekuasaannya, pembinaan karirbagi setiap pemuda Belanda dirasaamatpenting. Dan untuk membentuk karir, seorang pemuda Belanda pasti akan berupaya untuk bisa pergi ke Timur.
kultuurstelsel
    perdagangan dan pelayaran ternyata berjalan lebih buruk daripada yang telah sebelumnya. Hal itu disebabkan, pelayaran di Negeri Belanda pada waktu pemerintahan Bataafse Republik dan Prancis telah mengalami kemunduran. Sehingga kapal-kapal Belanda berlayar dalam keadaan kosong. Lain halnya dengan kapal-kapal Inggris yang berhal memuat produknya sendiri terutama tekstil, dan kapal-kapalnya akan selalu berlayar ke arah Timur. Hal itu terjadi, karena Inggris dapat menawarkan harga yang lebih baik untuk produk-produk tropis yang akan diangkutnya. Orang-orang Belanda tidak dapat mendesak Inggris untuk keluar, karena hasil tekstil buatan Inggris ternyata lebih baik dan lebih murah dibandingkan hasil tekstil buatan Belanda bagian selatan.
    Pelaksanaan Cultuurstelsel ternyata dibatasi hanya di pulau Jawa saja, dan di daerah lain langsung dibawah pemerintahan Belanda. Dalam Cultuurstelsel  jenis tanaman yang harus diutamakan adalah kopi, tebu dan indigo. Kemudian tembakau, teh, mericadan kayu manis. Culturstelsel telah merubah pulau Jawa menjadi sebuah perkebunan luas, dimana para petani diturunkan derajatnya menjadi “buruh tanam paksa” diatas tanah miliknya sendiri.
Buruh Perkebunan
    Orang yang pertama kali menanam tembakau di Deli, Sumatera Utara, adalah seorang Belanda yang bernama J.Nienhuis.pada tahun 1863 ia datang di Deli untuk mulai menanam tembakau, yang ternyata di kemudian hari tembakau Deli sangat terkenal bermutu tinggi, bahkan terbaik dan di Eropa sangat cocok dalam bahan pembuatan cerutu. Tembakau banyak diminta orangEropa. Untuk memenuhi permintaan itu, orang-orang Belanda melakukan penanaman secara besar-besaran. Bahkan merka sepakat agar penjualan tembakau menjadi monopoli mereka.
    Dengan perantara para calon tenaga kerja, Lurah, Kepala desa, akhirnya para pemuda Jawa banyak yang terpikat untuk meninggalkan kampung halamannya untuk menjadi buruh perkebunan di Sumatera. Pada dasarnya mereka tidak mengetahui dimana lokasi perkebunan itu berada. Mereka di angkutdi Batavi,dan mereka dihadapkan pada sebuah kontrak yang ditandatangani dengan tanda silang saja. Hal itu terjadi karena waktu itu penduduk Jawa buta huruf. Mereka juga tidak mengerti mengenai hak dan kewajiban mereka dalam kontrak itu. padahal di dalam kontrak itu terdapat peraturan yang mengikat si kuli untuk tidak melanggar peraturan yang telah di buat oleh pemilik perkebunan. Sistem kontrak itu sangat kejam, karena mereka dengan sengaja di pengaruhi berjudi. Tujuanannya adalah jika seorang kuli mempunyai hutang yang besar kepada ordernemer, maka kuli harus memperpanjang masa kontraknya.disini juga banyak terjadi pembunuhan dan kejahatan seksual. Sistem perkebunan ini tidak ada cuti, jika ada mereka juga diberi tugas sambilan seperti menyapu jalanan. Bisa diambil kesimpulan bahwa hidup mereka diatur oleh pemilik perkebunan atau sebagai budak dan kuli tidak bisa meberontak karena kontrak yang telah ditandatangani dan hutang yang sangat besar kepada pihak perkebunan.
Pengiriman kuli-kontrak Surinama
    Kehidupan orang-orang Afrika di Negara asalnya banyak mempengaruhi terjadinya kemudahan awal perbudakan. Kolonial Belanda telah memanfaatkan peluang kebutuhan budak-belian di Suriname dan Tanjung Harapan. Suku Jawalah yang banyak di angkut ke Suriname sebagai kuli kontrak. Keadaan yang sulit pada saat itu yang membuat orang-orang Jawa untuk meinggalkan desa dan mencari kehidupan yang lebih baik. Mereka tertarik bujukan para calo pencari kerja yang menjanjikan akan mendapat upah yang besar. Mereka juga telah menandatangani kontrak yang menjerat mereka ke kehidupan yang kejam. Misalnya jika kuli-kuli kontrak dari Jawa bekerja di perkebunan dan jatuh sakit atau lelah, mereka malah diadukan ke polisi dengan alasan mereka malas bekerja. Dapat diambil kesimpulan bahwa mereka tidak boleh bertindak sesuai keinginannya, mereka harus melakukan hal yang di setujui oleh pihak perkebunan. Jika mereka melanggar akan mengakibatkan hukuman kerja paksa dan oleh pengadilan. Mereka tidak boleh pulang ke Jawa, karena ketika kontrak habis datanglah kesengsaraan krisis keuangan ang melanda dunia yang menjadi alasan untuk menurunkan upah harian bagi para pekerja kontrak.

0 Response to "Balada kehidupan di Sumatera Timur"

Post a Comment