Definisi Budaya


Dalam mendekati permasalahan budaya Indonesia, akan digunakan sejumlah teori guna mendekatinya. Teori ini bermanfaat selaku penjelasan seputar konsep budaya yang digunakan dalam tulisan ini. Lewat teori-teori budaya, kita juga akan lebih memahami aspek-aspek apa saja yang patut dikaji seputar

Sistem Budaya Indonesia.

Menurut Kathy S. Stolley, budaya adalah seluruh gagasan (ide), keyakinan, perilaku, dan produk-produk yang dihasilkan secara bersama, dan menentukan cara hidup suatu kelompok. Budaya meliputi semua yang dikreasi dan dimiliki manusia tatkala mereka saling berinteraksi. Stolley menjelaskan bahwa budaya meliputi aspek material dan nonmaterial yang dihasilkan masyarakat tertentu. Budaya merupakan produk masyarakat yang muncul dari interaksi antar individu di dalam masyarakat. Budaya juga turut menentukan cara hidup suatu masyarakat.

Definisi budaya lainnya diajukan oleh A.L. Kroeber and Clyde Kluckhorn. Menurut Kroeber and Kluckhorn,



“... culture consists of patterns, explicit and implisit, of and for behavior acquired and transmitted by symbols, constituting the distinctive achievement of human groups, including their embodiments in artifacts; the essential core of culture consists of traditional (i.e., historically derived and selected) ideas and especially their attached values; culture systems may on the one hand, be considered as products of action, on the other as conditioning elements of further action.”


Kroeber dan Kluckhorn menjelaskan bahwa budaya tidak hanya terdiri atas obyek-obyek fisik. Budaya melibatkan representasi fisik dan mental secara simbolik dalam melukiskan dunia. Hanya representasi-representasi yang relatif stabil dan membentuk sistem hubungan antar anggota dari suatu kelompok sosial yang dapat dikatakan sebagai bersifat “budaya”. Sebab itu, budaya mampu membedakan suatu kelompok sosial satu dengan kelompok sosial lainnya.

Penulis lain yang cukup awal dalam meretas jalan ke arah studi budaya adalah Robert L. Sutherland dan Julian L. Woodward dalam karyanya Introductory Sociology. Dalam bahasannya mengenai suku-suku di Amerika, Sutherland dan Woodward berupaya menjelaskan apa itu budaya jika dikontraskan dengan ras. Menurut mereka, ras adalah bersifat genetik-fisik berupa warna kulit, bentuk hidung, warna rambut dan ekspresi-ekspresi tubuh lain yang tampak. Ras diturunkan dari generasi ke generasi lewat mekanisme pewarisan biologis.

Budaya, menurut Sutherland and Woodward meliputi seluruh cara berbuat di mana seseorang mempelajarinya selaku anggota masyarakat. Termasuk ke dalam budaya adalah pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, peralatan, dan tata cara berkomunikasi. Budaya diwariskan dari satu generasi ke generasi lain lewat mekanisme sosial berupa instruksi dan pemberian teladan dari anggota masyarakat senior kepada junior.

Peneliti lain seperti David Matsumoto dan Linda Juang kemudian membedah budaya secara lebih mendetail dalam bukunya Culture and Psychology. Menurut Matsumoto and Juang, budaya adalah “



... a dynamic system of rules, explicit and implicit, established by groups in order to ensure their survival, involving attitudes, values, beliefs, norms, and behaviors, shared by a group but harbored differently by each specific unit within the group, communicated accross generations, relatively stable but with the potential to change accross time.”


Budaya bersifat dinamis oleh sebab budaya menggambarkan rata-rata kecenderungan perilaku. Budaya tidak bisa menggambarkan seluruh perilaku individu dalam masyarakat yang mempraktekkan budaya tertentu. Selalu akan ada perbedaan perilaku antar individu kendatipun kecil. Perbedaan ini menciptakan ketegangan dinamis (dynamic tension) berupa “gap budaya” antara satu individu dengan individu lain atau antara junior dengan seniornya. Atas dasar ini, budaya kemudian secara perlahan tetapi pasti mengalami perubahan.

Budaya juga merupakan seperangkat sistem aturan. Budaya tidak mengacu pada satu perilaku, aturan, sikap, ataupun nilai saja. Budaya mengacu pada keseluruhan dari paduan dari aspek-aspek tersebut. Sebagai sebuah sistem, budaya mengkaitkan perilaku, aturan, sikap, dan nilai secara harmonis satu sama lain.

Budaya merujuk pada kelompok dan unit-unit sosial. Budaya hadir di setiap tingkatan ---antarindividu dalam kelompok atau antarkelompok dalam suatu kelompok besar (misalnya korporasi bisnis). Pendapat ini menyatakan suatu relativitas budaya, bahwa dalam suatu budaya “besar” sesungguhnya terdapat budaya-budaya yang lebih “kecil” yang merupakan bagian di dalamnya dan terkadang mengalami ketegangan dengan budaya yang lebih “besar” tadi.

Budaya memastikan kelangsungan hidup suatu kelompok. Sistem aturan yang membentuk budaya secara esensial memastikan kelangsungan hidup suatu kelompok. Aturan-aturan ini memungkinkan tiap-tiap unit dalam kelompok hidup bersama satu sama lain, memungkinkan keteraturan sosial (social order) tinimbang situasi kacau atau kebebasan mutlak. Secara umum, budaya merupakan cara manusia untuk memenjarakan, mengendalikan, dan menghidari chaos.

Budaya juga berpotensi untuk berubah. Budaya adalah entitas dinamis yang merupakan hasil interaksi ketat antara perilaku, sikap, nilai, keyakinan, dan norma. Tiap unit dalam masyarakat (individu) selalu berubah setiap saat. Perubahan dari unit-unit ini kemudian terjadi dalam skala yang dapat saja stagnan atau semakin besar lewat efek bola salju dan akhirnya, mengubah warna budaya secara keseluruhan. Selanjutnya, Matsumoto and Juang menjelaskan serangkaian faktor yang mampu mempengaruhi suatu budaya.

Pertama adalah faktor lingkungan. Lingkungan sebagai lokasi dipraktekkannya suatu kebudayaan mempengaruhi sifat dari budaya itu sendiri. Wilayah yang miskin sumber daya alam penduduknya cenderung mengembangkan semangat kerja tim dan spirit kelompok seraya berhubungan dengan kelompok lain yang berlimpah sumber dayanya demi bertahan hidup. Kebutuhan dan hubungan ini memicu karakteristik dan atribut psikologis tertentu yang membantu kerja tim, semangat kelompok, dan kesalingbergantungan. Sebaliknya, di wilayah yang kaya sumber daya alam, masyarakat cenderung tidak memilikinya seperti contoh pertama.

Kedua, faktor kepadatan penduduk. Masyarakat dengan kepadatan populasi yang tinggi butuh perangkat keteraturan sosial yang lebih besar dalam menjamin keberfungsiannya. Masyarakat seperti ini lalu menciptakan pengelompokan dan hirarki masyarakat yang lebih rumit tinimbang masyarakat dengan kepadatan yang lebih rendah.

Ketiga, faktor teknologi. Teknologi semisal teknologi komunikasi (contohnya telepon seluler dan surat elektronik), mengakibatkan interaksi personal berubah secara cepat. Komputer memungkinkan orang bekerja secara lebih mandiri, jadi kurang bergantung pada orang lain. Ini berakibat pada perubahan perilaku dan fungsi-fungsi psikologis seseorang dan lebih jauhnya, perubahan pada budaya.

Keempat, faktor iklim. Masyarakat yang tingga di dengan khatulistiwa, iklim panas, area tropis, akan mengembangkan gaya hidup yang sangat berbeda dengan masyarakat yang tinggal di zona artik atau zona bertemperatur rendah. Perbedaan iklim membentuk pakaian berbeda, makanan yang dimakan, jenis penyakit, dan alat transportasi.

Dari definisi budaya Stolley di atas, dapat kita peroleh konsep-konsep seperti gagasan, keyakinan, perilaku, produk, sementara dari pendapat Kroeber and Kluckhorn konsep-konsep seperti pola perilaku yang diwariskan antargenerasi secara simbolik. Selain itu, masih menurut Kroeber and Kluckhorn, budaya juga dapat memunculkan tindakan dan mengkondisikan tindakan-tindakan yang akan diambil di masa kemudian.

Budaya membentuk cara bagaimana orang melihat dunia. Ia berpengaruh atas bagaimana kita berpikir, bertindak, yang dijunjung tinggi, berbicara, organisasi-organisasi yang dibentuk, ritual yang diselenggarakan, hukum yang dibuat, apa dan bagaimana yang kita sembah, apa yang kita makan, apa yang kita pakai, dan apa yang kita sebut sebagai buruk atau baik.

Budaya di dunia sangat bervariasi. Budaya, bagi penganutnya, adalah “normal” ataupun “lebih baik” ketimbang budaya yang dianut pihak lain. Terkadang seseorang yang memasuki budaya berbeda akan mengalami “culture shock” atau kejutan budaya. Culture shock adalah kebingungan yang muncul tatkala seseorang memasuki situasi atau cara hidup yang tidak dikenal. Seorang suku Sunda mungkin saja terkejut melihat tata cara berpakaian, tatkala ia diberi kesempatan berkunjung ke kediaman seorang Suku Dani di pedalaman Papua yang masih menggunakan koteka. Keterasingan yang ia alami tatkala mengalami itu dapat disebut sebagai cultural shock.

0 Response to "Definisi Budaya "

Post a Comment