Sunday, March 3, 2013
Artikel
Bagaimanakah Netralitas Birokrasi Pemerintah Jika Ditinjau Dari Teori
Bagaimanakah Netralitas Birokrasi
Pemerintah Jika Ditinjau Dari Teori?
Menurut perkembangan awal dari konsepsi
birokrasi ini, kenetralan birokrasi itu sudah ramai dibicarakan oleh para
pakar. Misalnya, polemik antara Karl Marx dan Hegel yang menyoroti tentang
konsep kenetralan birokrasi. Marx memulai mengelaborasi konsep birokrasi dengan
menganalisis dan mengkritik falsafah Hegel mengenai negara. Analisis Hegelian
menggambarkan bahwa administrasi negara atau birokrasi sebagai suatu jembatan
antara negara dengan masyarakat rakyatnya (the civil Society). Masyarakat
rakyat ini terdiri atas para profesional dan pengusaha yang mewakili dari
berbagai kepentingan khusus, sedangkan negara mewakili kepentingan-kepentingan
umum. Di antara kedua hal ini, birokrasi pemerintah merupakan perantara
(medium) yang memungkinkan pesan-pesan dari kepentingan khusus tersebut
tersalurkan ke kepentingan umum. Tiga susunan ini (negara, birokrasi dan
masyarakat rakyat) diterima oleh Marx, akan tetapi diubah isinya. Birokrasi
Hegel meletakkan pengertiannya dengan melawankan antara kepentingan khusus dan
umum, maka Marx mengkritiknya bahwa meletakkan posisi birokrasi semacam itu
tidak mempunyai arti apa-apa. Menurut Marx negara itu tidak mewakili
kepentingan umum akan tetapi mewakili kepentingan khusus dari kelas dominan.
Dari perspektif ini maka birokrasi itu sebenarnya merupakan perwujudan kelompok
sosial yang amat khusus. Lebih tepatnya birokrasi itu menurut Marx merupakan
suatu instrumen di mana kelas dominan melaksanakan dominasinya atas kelas
sosial lainnya. Dalam hal ini, jelas masa depan dan kepentingan birokrasi
menurut konsepsi Marx pada tingkat tertentu menjalin hubungan sangat intim
dengan kelas yang dominan dalam suatu negara (Achmat-Batinggi, 1999).
Dari polemik antara Karl Marx dan Hegel
inilah netralisasi birokrasi sudah ramai dibahas. Dari polemik pendapat antara
Hegel dan Marx ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Hegel menghendaki
kenetralan birokrasi. Sedangkan Marx yang terkenal dengan teori kelasnya itu
menyatakan dengan tegas bahwa birokrasi itu tidak netral dan harus memihak,
yakni memihak pada kelas yang dominan (Achmat-Batinggi, 1999).
Pada konteks yang lain, yang tidak berbau
Marxis, Woodrow Wilson (Achmat-Batinggi, 1999) juga menyoroti tentang
kenetralan birokrasi . Birokrasi pemerintah menurut Wilson berfungsi
melaksanakan kebijakan politik, sehingga birokrasi itu harus berada di luar
kajian politik. Konsep dasar Wilson ini kemudian diikuti oleh sarjana politik
Frank Goodnow (1900) yang menyatakan bahwa ada dua fungsi pokok pemerintah yang
amat berbeda satu sama lainnya yaitu fungsi pokok politik dan administrasi.
Fungsi politik berarti pemerintah membuat dan merumuskan kebijakan-kebijakan,
sementara fungsi administrasi berarti pemerintah tinggal melaksanakan kebijakan
tersebut (Achmat-Batinggi, 1999).
Dalam perspektif lainnya, netralisasi birokrasi
dikemukakan oleh Francis Rourke (1984). Dia mengatakan walaupun birokrasi pada
mulanya hanya berfungsi untuk melaksanakan kebijakan politik, akan tetapi
birokrasi bisa berperan membuat kebijakan politik. Menurut Rourke, netralisasi
birokrasi dari politik adalah hampir tidak mungkin, sebab jika partai politik
tidak mampu memberikan alternatif program pengembangan dan mobilisasi dukungan,
maka birokrasi akan melaksanakan tugas-tugas itu sendiri dan mencari dukungan
politik di luar partai politik yang bisa membantunya dalam merumuskan kebijakan
politik. Dukungan politik itu, menurut Rourke dapat diperoleh melalui tiga
konsentrasi yakni pada masyarakat luar, pada legislatif dan pada diri birokrasi
sendiri (executive branch). Masyarakat luar itu berupa kalangan pers, pengusaha
dan mahasiswa. Legislatif dari kalangan DPR, dan birokrasi sendiri, misalnya
dari kalangan perguruan tinggi (Achmat-Batinggi,1999).
Sedangkan menurut Nicholas Henry (1980),
birokrasi mempunyai kekuasan (power). Kekuasaan itu adalah kekuasaan untuk
tetap tinggal hidup selamanya (staying power) dan kekuasaan untuk membuat
keputusan (policy-making power).
Dari berbagai pandangan di muka, dapat
disimpulkan bahwa belum ada kesepakatan yang pasti tentang netralitas
birokrasi, apakah berdiri sebagai profesional ataukah ia harus memihak partai
yang sedang berkuasa?.
Berdasarkan Kajian di Atas, Bagaimanakah
Sebenarnya Netralitas Birokrasi Pemerintah Indonesia, Ditinjau Dari Sejarah?
Untuk mengetahui netralitas birokrasi
pemerintahan kita, dapat ditelusuri sejarah perkembangannya (Achmat-Batinggi,
1999) di bawah ini:
Pada masa kemerdekaan, yaitu tepatnya tahun
1945-1950. Sikap birokrasi pemerintah kita masih netral. Semangat perjuangan
masih mewarnai birokrasi kita. Semangat nasional untuk membela dan
mempertahankan negara proklamasi masih melekat kuat pada putra-putri bangsa.
Pada awal tahun-tahun kemerdekaan ada semacam kesepakatan pendapat dari
putra-putra bangsa, bahwa birokrasi merupakan sarana politik yang baik untuk
mempersatukan bangsa. Anggapan ini beralasan karena hanya birokrasilah
satu-satunya sarana yang menjangkau rakyat sampai ke desa-desa.
Periode tahun 1950-1959. Pada masa ini,
semua partai politik berkeinginan menguasai kementerian pemerintah. Kehidupan
birokrasi sangat diwarnai dan dipengaruhi oleh patronikasi. Rekrutmen pegawai
berbau Jacksonisme, surat wasiat (katabelece) mempengaruhi penentuan terhadap
siapa yang akan diangkat dalam jabatan birokrasi, sehingga kehidupan birokrasi
pemerintah sudah mulai tidak netral. Walaupun birokrasi pemerintah sudah mulai
tidak netral, ada satu hal yang masih dirasakan menguntungkan. Di antara
partai-partai politik yang saling bersaing untuk menguasai kementerian
pemerintah itu, mereka semuanya menginginkan adanya pemerintah yang demokrasi.
Pada periode ini pemilu untuk pertama kali
diselenggarakan setelah merdeka. Partai politik berpaling kepada aparat
birokrat, karena menurut jumlahnya merupakan potensi pendukung untuk
memenangkan partai dalam pemilu. Pada waktu itu maka timbullah kelompok-kelompok
pegawai negeri yang berafiliasi dengan partai politik.
Masa antara tahun 1960-1965. Pada
periode ini, birokrasi semakin jelas diincar oleh aliran politik. Keinginan
tiga aliran politik untuk menguasai birokrasi pemerintah semakin mengkristal.
Di bawah label Demokrasi Terpimpin, tiga aliran politik (Nasional, agama dan
komunis/Nasakom) membangun akses ke birokrasi pemerintah. Keadaan sistem
politik yang primordial membawa pengaruh kuat terhadap birokrasi, sehingga ciri
birokrasi saat itu adalah sangat birokratis, primordial dan patronikasi yang
sangat kental. Tiga aliran politik (Nasakom) berambisi mempergunakan
jabatan-jabatan birokrasi pemerintah sebagai building block untuk
membangun organisasinya.
Kemudian perbedaan yang mencolok dari sikap
birokrasi pemerintah kita pada masa orde lama dengan masa orde Baru adalah: pada
masa orde lama, keinginan tiga aliran politik (NASAKOM) untuk menguasai
kekuasaan politik semakin mengkristal. Di bawah label Demokrasi Terpimpin, tiga
aliran politik membangun akses ke birokrasi pemerintah. Pada masa ini birokrasi
pemerintah digunakan untuk menyokong kekuasaan aliran politik yang ada yaitu
NASAKOM.
Sedangkan pada masa Orde Baru – 1998 yang
lalu, birokrasi kita menjadi "alat" kekuatan sosial dan politik yang
dominan yaitu Golkar. Kemenangan Golkar pada empat kali pemilu, salah satu
faktor yang menentukan kemenangan itu adalah peranan birokrasi kita. Birokrasi
kita ikut memilih dalam pemilu, dan tidak ada alternatif lain yang dipilih
kecuali Golkar. Jadi secara singkat letak perbedaan masa orde lama dan orde
baru terhadap birokrasi kita adalah pada orde lama, tiga aliran politik
sama-sama mempunyai akses ke birokrasi. Sedangkan pada periode orde Baru,
birokrasi "diwajibkan" memihak ke Golkar.
Pada masa reformasi. Kedudukan birokrasi
atau sikap birokrasi pemerintah masih penuh tanda tanya. Karena pada masa
reformasi ini telah muncul kembali multi partai, sehingga: (1) tidak ada
kekuatan politik yang dominan, (2) kepada siapa ia harus memihak? (3) Golkar
masih cukup kuat
0 Response to "Bagaimanakah Netralitas Birokrasi Pemerintah Jika Ditinjau Dari Teori"
Post a Comment