Sinusitis Maksilaris Sinistra Kronis dengan Rhinitis

ABSTRAK
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut parasinusitis. Sinus maksilaris merupakan daerah yang paling sering terkena. Penyebabnya dapat virus, bakteri, atau jamur. Faktor predisposisi berupa obstruksi mekanik, rhinitis alergi, udara dingin dan kering. Diagnosis sinusitis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologi, baik foto rontgen maupun ct-scan.
Pasien wanita, 37 tahun, datang dengan keluhan pilek tak kunjung sembuh disertai nyeri kepala kambuh-kambuhan. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan tanda-tanda sinusitis maksilaris bilateral kronik eksaserbasi akut.

Key word: sinusitis, maksilaris, bilateral, kronis

KASUS
Pasien wanita usia 37 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan utama hidung kiri sering tersumbat disertai lendir yang lengket dan berbau. Pasien mengeluh pilek yang tidak sembuh-sembuh sejak lama. Pilek dirasakan terus menerus dan terkadang keluar cairan lengket yang berbau dari hidung sebelah kiri. Hidung terasa tersumbat terutama yang sebelah kiri. Kepala terasa pusing, kadang-kadang berdenyut, kadang-kadang berputar dan membaik ketika beristirahat. Tenggorokan juga sering berlendir dan lendirnya lengket. Keluhan ini pernah dirasakan pasien terakhir + 2 bulan sebelumnya, sebelumnya sudah sering kumat-kumatan. Pasien menyangkal adanya riwayat alergi baik pada dirinya maupun pada keluarganya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum baik, kesadaran compos mentis. Pemeriksaan tanda vital, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 72x/menit, pernafasan 22x/menit, suhu afebris. Status generalis dalam batas normal.pada pemeriksaan hidung, dari inspeksi didapatkan lendir pada rongga hidung sebelah kiri, dan pada pemeriksaan rhinoskopi anterior didapatkan lendir, edema koana, dan mukosa hiperemis pada hidung sebelah kiri. Pada pemeriksaan mulut dan tenggorokan diperoleh gigi caries, tonsil T1-T1, telinga dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang dilakukan rontgen Cranium Water’s / Lateral, pada kondisi cukup, simetris, hasil : Tampak penebalan mukosa cavum nasi bilateral, Tampak opasitas memenuhi sinus maxillaris sinistra, Struktur dan trabekulasi tulang cranium baik. Kesan:  Sinusitis maxillaris sinistra dengan rhinitis.

DIAGNOSIS
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis dari penderita adalah Sinusitis maxillaris sinistra dengan rhinitis.

TERAPI
Dilakukan dilakukan tindakan operatif cadhwell-luc.

DISKUSI
Sinusitis adalah infeksi atau peradangan dari mukosa sinus paranasal. Sinusitis mungkin hanya terjadi pada beberapa hari (sinusitis akut) atau berlanjut menjadi sinusitis kronis jika tanpa pengobatan yang adekuat.
Penatalaksanaan sinusitis adalah dengan menggunakan berbagai modalitas terapi, mulai dari terapi konservatif saja sampai irigasi sinus dan pembedahan. Perkembangan yang pesat di bidang kedokteran juga membawa perubahan dalam penatalaksanan sinusitis. Tersedianya alat diagnostik CT scan telah membuat pencitraan sinus paranasal lebih jelas dan terinci, sedangkan dipopulerkannya pemakaian alat endoskop untuk operasi bedah sinus menciptakan tindakan pengobatan yang tidak radikal tetapi dapat lebih tuntas.
1.    SINUSITIS AKUT
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau cotrimoxazol dan terapi tambahan yakni obat dekongestan oral + topikal, mukolitik untuk memperlancar drenase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini II selama 7 hari yakni amoksisilin klavulanat/ampisilin sulbaktam, cephalosporin generasi II, makrolid dan terapi tambahan. Jika ada perbaikan antibiotic diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.
Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen-polos atau CT Scan dan atau naso-endoskopi.Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.
2.    SINUSITIS SUBAKUT
Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus.
Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas atau yang sesuai dengan resistensi kuman selama 10 – 14 hari. Juga diberikan obat-obat simptomatis berupa dekongestan. Selain itu dapat pula diberikan analgetika, anti histamin dan mukolitik.
Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (Ultra Short Wave Diathermy) sebanyak 5 – 6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus.
Pada sinusitis maksilaris dapat dilakukan pungsi irigasi. Pada sinusitis ethmoid, frontal atau sphenoid yang letak muaranya dibawah, dapat dilakukan tindakan pencucian sinus cara Proetz.
3.    SINUSITIS KRONIS
Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi 10-14 hari.
Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.
Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit. Diatermi dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave diathermy) selama 10 hari di daerah sinus yang sakit, untuk memperbaiki vaskularisasi sinus.
Pemberian diatermi ini menguntungkan oleh karena tidak invasif terutama untuk anak-anak dan prosedurnya lebih sederhana bila dibandingkan dengan irigasi. Short wave diathermy dikatakan efektif untuk sinusitis kronik karena membantu drainase sinus dengan membuka ostium sinus.
Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz. Pungsi dan irigasi sinus maksila dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul dalam rongga sinus maksila. Caranya ialah dengan memakai trokar yang ditusukkan di meatus inferior dengan diarahkan ke tepi atas daun telinga. Setelah dipungsi, dilanjutkan dengan irigasi sinus dengan mempergunakan larutan garam fisiologik. Dengan demikian sekret akan keluar melalui meatus medius dan dikeluarkan melalui hidung atau mulut. Pungsi dan irigasi dapat juga dilakukan melalui fosa kanina. Pada kasus yang meragukan, pungsi dan irigasi dapat dipakai untuk diagnostik dalam menentukan ada tidaknya sinusitis maksila.
Pungsi & irigasi sinus dan pencucian Proetz dilakukan 2 kali seminggu. Jika tindakan ini telah kita lakukan lebih 5-6 kali namun masih belum ada perbaikan dimana sekret purulen masih tetap banyak maka keadaan ini kita anggap telah irreversibel. Artinya mukosa sinus paranasal tidak dapat lagi kembali normal. Hal ini dapat diketahui dengan pemeriksaan sinoskopi dan dapat diatasi dengan tindakan operasi radikal. Pemeriksaan sinoskopi melihat langsung antrum (sinus maksila) menggunakan bantuan endoskopi.
Bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan terapi radikal, yaitu mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drenase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc. Untuk sinus etmoid dilakukan etmoidektomi yang bisa dilakukan dari dalam hidung (intra-nasal) atau dari luar (ekstranasal).
Drenase sekret pada sinus frontal dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dengan operasi dari luar (ekstranasal), seperti operasi Killian. Drenase sinus sfenoid dilakukan dari dalam hidung  (intranasal).
Pada kasus ini diketahui wanita 37 tahun dengan keluhan pilek yang tidak sembuh-sembuh, hidung tersumbat, dan nyeri kepala. Dari pemeriksaan fisik ditemukan lendir, edema koana, dan mukosa hiperemis pada hidung kiri, yang mengarah pada gambaran klinis sinusitis maksilaris sinistra kronis dan rhinitis. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang dengan foto rontgen Cranium Water’s / Lateral, pada kondisi cukup, simetris, hasilnya juga menyokong gambaran Sinusitis maxillaris sinistra dengan rhinitis.

KESIMPULAN
Pada pasien perempuan usia 37 tahun dengan keluhan pilek yang tidak sembuh-sembuh, hidung tersumbat, dan nyeri kepala dapat dicurigai menderita sinusitis. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang cermat dan pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis.  Dari pemeriksaan fisik ditemukan lendir, edema koana, dan mukosa hiperemis pada hidung kiri.
Penatalaksanaan sinusitis yaitu dengan antibiotik dan obat-obat simptomatis, diatermi gelombang pendek di daerah yang sakit. Pada sinusitis maksila dapat dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian proetz, dapat juga dilakukan tindakan operatif seperti cadhwell-luc.


KEPUSTAKAAN
1.      Damayanti dan Endang, Sinus Paranasal, dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 – 119.
2.      Anonim, Sinusitis, dalam  ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3, Penerbit Media Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102 – 106.
3.      Peter A. Hilger, MD, Penyakit Sinus Paranasalis, dalam : Haryono, Kuswidayanti, editor, BOIES, buku ajar Penyakit THT, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 1997, 241 – 258.


PENULIS:
Ciptaning Sari Dewi Kartika
NIM 2004.031.0111
NIPP 1535.24.08.2008
Homebase: RSUD Temanggung

0 Response to "Sinusitis Maksilaris Sinistra Kronis dengan Rhinitis"

Post a Comment