Perayaan Hari Natal

HARI RAYA NATAL

Yes. 62:11-12; Tit. 3:4-7; Luk. 2:15-20 

GEMBALA DAN MARIA, SAKSI-SAKSI NATAL 

Tadi malam kita merenungkan peristiwa Tuhan Yesus hadir di dunia. Pagi ini kita akan merenungkan bahwa berita Natal disampaikan oleh para gembala. Para gembala mendengar kabar malaikat, mereka pergi dan melihat, lalu menceritakan apa yang telah mereka dengar tentang Anak itu. Para gembala lalu pergi dan memuliakan Allah. Apakah para gembala tidak membawa persembahan dan menyembah bayi Yesus? Mungkin saja mereka melakukannya. Tetapi bagi Lukas, bukan itu yang terpenting. Mereka adalah saksi yang mendengar, melihat, mewartakan dan pergi sambil memuji Dia yang datang. Ada dua tanggapan atas kesaksian dan pewartaan para gembala. Orang-orang Bethlehem heran, tetapi Maria menyimpan perkara itu dalam hatinya dan merenungkannya. 



Ada keluarga muda melahirkan di gua di pinggir kota? Heran, kagum, kasihan; itu reaksi orang Bethlehem atas peristiwa baru, yang tidak biasa yang mereka dengar dan lihat. Tetapi sesudah itu, ada keluarga yang harus ditemui, ada tamu yang harus diurus, ada kesempatan bisnis yang harus dijajaki. Mereka melihat yang sama dengan yang dilihat para gembala. Mereka mendengar kesaksian gembala. Tapi, ….. ya sudah, mau apa? 

Seperti para gembala, Maria pernah menerima janji-janji besar malaikat waktu ia diminta menjadi ibu Tuhan. Sekarang ia mendengar lagi kabar para gembala. Maria lelah sesudah perjalanan jauh dan melahirkan Putranya. Ia tidak melihat kenyataan dari janji dan kabar malaikat. Tapi seperti para gembala, Maria mencoba melihat lebih jauh dari pada palungan dan bayi kecil yang terbaring di atasnya. Ia tidak mengerti, namun percaya. Allah sedang bekerja! Para gembala pulang sambil memuji Allah, mereka kembali ke tempat dan tugas mereka, menjadi gembala, pekerjaan hina yang tak dihargai masyarakatnya. Maria masih akan mengalami beberapa peristiwa besar bersama Yusuf dan bayi Yesus. Tetapi akhirnya juga kembali ke Nasaret dan menjadi ibu rumah tangga biasa. 

Hari Natal adalah saat untuk mendengar, melihat, bersaksi, memuji dan merenungkan Allah menjadi manusia lemah. Apa yang kita dengar dan lihat? Kemeriahan pesta, suka cita dan hura-hura? Kesibukan dan kepenuhan rencana? Ketegangan dan kelelahan sesudah persiapan panjang? Kita bisa pulang dan berkata, “Syukur sudah selesai,” seperti penduduk kota Bethlehem dan kembali pada kesibukan kita masing-masing. Ini hari libur, akhir tahun, ada banyak acara dan kesempatan yang dapat dinikmati dan dibuat. Apa yang kita dengar, apa yang kita lihat, apa yang kita temukan ditengah semua kesibukan ini? 

Seorang gadis berumur 8 tahun, lari ke rumah neneknya. Ia diejek oleh kakaknya karena percaya pada Santa Claus. “Tidak ada Santa Claus. Cuma orang bodoh saja yang percaya pada Santa Claus.” Neneknya orang yang sabar dan tenang. Dan menjelang Natal. rumah nenek penuh dengan kue-kue yang enak. Jadi anak itu dapat mendapat jawaban yang jujur dari nenek dan kalau pun ada kabar yang tidak enak, bisa lebih mudah ditelan bersama kue yang enak. Nenek masih sibuk di dapur, kue-kue itu masih hangat dan harum baunya. Diantara kunyahan jajan, anak itu cerita tentang ejekan kakaknya. “Tidak ada Santa Claus?” Nenek mendengus. “Omong kosong. Jangan percaya. Kabar bohong itu sudah nenek dengar beberapa tahun ini. Dan hal ini buat nenek jengkel. Jengkel sekali! Sekarang pakai mantelmu dan ayo, kita pergi!”Anak itu mulutnya masih penuh jajan. “Pergi kemana, nenek?” Nenek membawa dia ke mal serba ada. Waktu masuk ke mal, nenek memberi cucunya uang $10. Waktu itu uang $10 nilainya masih tinggi di Amerika. “Pakai uang ini untuk membeli sesuatu untuk orang yang membutuhkannya. Saya tunggu kamu di mobil.” Lalu anak itu ditinggal sendirian di mal itu. Anak itu sering diajak belanja mamanya, tetapi tentu belum pernah belanja sendiri. Mal itu nampaknya besar sekali dan penuh orang belanja kebutuhan Natal. Anak itu berdiri bingung, menggenggam uangnya erat-erat. Tidak tahu harus beli apa dan untuk siapa. Dia memikirkan mama-papa, kakak-adik, teman-teman di sekolah, tetangga dan teman di gereja. Tiba-tiba ia teringat pada Bobby Decker teman kelasnya di kelas 2. Dia rambutnya tidak pernah disisir dan selalu sudah bernafas. Dia tidak punya mantel untuk musim dingin. Bobby tidak pernah masuk sekolah di musim dingin. Ibunya selalu menulis surat ke ibu guru dan bilang Bobby sakit. Sebagai anak kecil, gadis itu mengertinya, Bobby tidak punya mantel musim dingin yang bagus. Sambil mengelus uangnya, tiba-tiba gadis kecil itu jadi bersemangat. Dia akan membelikan Bobby sebuah mantol. Dia memilih sebuah mantel bagus, yang punya penutup kepala. Kelihatannya hangat dan Bobby pasti akan menyukainya. “Apa ini hadiah natal untuk seseorang?” Tanya ibu di kasir dengan lembut waktu anak itu membayar dengan uang $10. itu. “Ya, tante. Ini untuk Bobby.” Ibu itu tersenyum waktu anak itu cerita tentang Bobby yang butuh mantel musim dingin yang bagus. Gadis itu menerima bungkusan mantel yang dibelinya dan juga diberi salam Selamat Natal. Sore itu juga, nenek membantu gadis kecil itu untuk membungkus mantel itu. Ada label harga mantel itu yang jatuh dan disimpan nenek di Kitab Sucinya. Mantel itu dibungkus dengan kertas kado bertema natal, diberi pita dan ditulisi: Untuk Bobby, dari Santa Claus. Santa Claus selalu bekerja secara rahasia. Begitu nenek menjelaskan. Lalu nenek membawa gadis itu ke rumah Bobby. Di jalan, nenek menjelaskan bahwa gadis itu sekarang secara resmi menjadi pembantu Santa Claus untuk selamanya. Mobil diparkir di dekat rumah Bobby dan dengan mengendap-endap mereka bersembunyi di balik pagar rumah Bobby. “OK, Santa Claus, pergi dan jangan sampai ketahuan!” Gadis kecil itu berlari tanpa suara ke pinttu rumah Bobby, menaruh hadiahnya di depan pintu, menggedor pintu itu dan cepat-cepat kembali ke tempat persembunyian bersama neneknya. Mereka menunggu dengan menahan nafas sambil mengintip. Akhirnya pintu terbuka dan Bobby keluar! Gadis itu sekarang sudah nenek. Tapi ia tetap ingat ketegangan yang ia rasakan 50 tahun yang lalu, sambil gemetar kedinginan di sebelah neneknya mengintip wajah Bobby yang keheranan. Pada malam itu, gadis kecil itu yakin, kabar bohong tentang Santa Claus itu benar-benar omong kosong. Santa Claus itu ada dan dia jadi pembantunya. Gadis itu masih punya Kitab Suci neneknya, dan masih menyimpan label harga mantel itu, $19.95![1]

Yang menjadi pembantu Santa Claus malam itu bukan hanya gadis kecil itu. Neneknya, yang mengajarinya berbagi, kasir di mal, yang mau tombok $9.95 juga menyebarkan semangat natal malam itu. Para gembala dan ibu Maria mencoba melihat melampaui yang nampak: bayi kecil di dalam palungan. Mereka melihat kemuliaan Allah hadir dalam kelemahan manusia. Saat Tuhan membutuhkan uluran tangan manusia sebagai bayi kecil tak berdaya, saat itu terjadilah "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” Allah yang mahatinggi bersatu dengan manusia lemah. 

Makna Natal bukan terletak pada pesta meriah dan makan minum mewah. Makna Natal terlaksana pada keperdulian kita untuk menyebarkan kabar baik pada semua yang membutuhkan kita; melalui perkataan dan tindakan kita. Natal adalah saat Tuhan mau hadir dalam hidup kita; saat kita mengalami kasih dan sukacita dalam berbagi. Semua orang sudah berusaha berbagi dan memberi yang terbaik yang dimilikinya selama bulan Desember ini. Tuhan sungguh lahir dan hadir dalam semua pergulatan dan perjuangan kita. Dalam semua kehendak baik dan kerelaan kita untuk terus berusaha meski hati kita kecewa dan sakit. Dalam semua perjuangan kita untuk tetap baik dalam situasi yang tidak menyenangkan, Allah bekerja. Natal bukan saat kita menikmati kesenangan, Natal adalah saat kita berbagi, memberi dan melayani demi kebahagiaan sesama. Itu yang sudah kita lakukan. Bersama para gembala dan ibu Maria kita sekalian mengalami, mendengar, melihat dan mampu menjadi saksi peristiwa bahagia ini. SELAMAT NATAL. AMIN.

0 Response to "Perayaan Hari Natal "

Post a Comment