PENATALAKSANAAN DARURAT HIPERTENSI PADA PASIEN STROKE AKUT.



Penurunan tekanan darah pada stroke akut akan memperkecil kemungkinan terjadinya edema serebral, transformasi perdarahan, mencegah kerusakan vaskular lebih lanjut dan terjadinya serangan stroke ulang (early recurrent stroke). Akan tetapi, disisi lain, penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mengakibatkan penurunan perfusi serebral sehingga kerusakan daerah iskemik di otak akan menjadi semakin luas. Terlebih pada hipertensi kronik dengan kurva perfusi (tekanan darah – aliran darah ke otak) bergeser ke kanan, Penurunan tekanan darah pada kondisi seperti ini akan semakin mengakibatkan penurunan perfusi serebral.
Atas dasar itu, dalam batas-batas tertentu, penurunan tekana darah pada pasien stroke fase akut dengan kondisi darurat emergensi sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan, karena dapat memperburuk kondisi pasien, menimbulkan kecacatan dan kematian. Sementara itu, pada banyak pasien stroke akut, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke.

Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke akut berdasarkan Guideline Stroke Tahun 2011 perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia.
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak di anjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologik. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Guideline stroke tahun 2011 merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi dibawah ini :
1.      Pada pasien stroke iskemia akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang diberi terapi trombolitik (rTPA), tekanan darah sistolik diturunkan hingga < 185 mmHg dan tekanan darah diastolik < 110 mmHg. Obat antihipertensi yang digunakan adalah Labetolol, Nitropruside, Nikardipin atau Diltiazem intravena.

2.      Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila tekanan darah sistolik > 200 mmHg atau mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinyu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.

3.      Apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral > 60 mmHg.

4.      Apabila tekanan darah sistole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada Studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah sistole hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.

5.      Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga tekanan darah sistole 140 – 160 mmHg. Sedangkan tekanan darah sistole 160 – 180 mmHg sering digunakan sebagai target tekanan darah sistole dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas kardiovaskuler.

6.      Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15 – 25% pada jam pertama dan tekanan darah sistolik 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

Pada stroke iskemik akut, hipertensi yang tidak di kelola dengan baik dapat berakibat meluasnya area infark (reinfark), edema serebral serta transformasi perdarahan, sedangkan pada stroke perdarahan, hipertensi dapat mengakibatkan perdarahan ulang dan semakin luasnya hematoma (perdarahan).
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut harus dilakukan dengan hati-hati. Penurunan tekanan darah yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kerusakan semakin parah dan memperburuk keadaan klinik neurologik pasien. Oleh karena itu, pemilihan obat anti hipertensi parenteral yang ideal adalah yang dapat dititrasi dengan mudah dengan efek vasodilator serebral yang minimal. Pedoman penurunan tekanan darah pada stroke akut adalah sebagai berikut :
1.      Gunakan obat antihipertensi yang memiliki masa kerja singkat (short acting agent)
2.      Pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis rendah
3.      Hindari pemakaian obat anti hipertensi yang diketahui dengan jelas dapat mengakibatkan penurunan aliran darah otak
4.      Hindari pemakaian diuretika (kecuali pada keadaan dengan gagal jantung)
5.      Patuhi konsensus yang telah disepakati sebagai target tekanan darah yang akan dicapai.
KESIMPULAN
Hipertensi diketahui sebagai faktor resiko utama untuk stroke baik infark maupun perdarahan serebral. Dari data penelitian yang ada menunjukkan kontrol terhadap tekanan darah akan mengurangi resiko stroke. Hipertensi juga akan menggangu aliran darah serebral dan akan berperan pada kejadian penyakit serebrovaskuler. Hipertensi berperan dalam terjadinya proses aterosklerosis, nekrosis fibrinoid dan lipohyalinosis, terganggunya mekanisme neurovascular coupling dan autoregulasi serebral.
Dalam penatalaksanaan stroke fase akut, perlu diperhatikan pengelolaan berbagai variabel fisiologik, terutama tekanan darah. Penatalaksanaan tekanan darah pada pasien stroke akut dengan kondisi darurat hipertensif, yang dilakukan dengan cermat dan tepat, akan mencegah kerusakan otak, menurunkan angka kecacatan dan kematian. Oleh sebab itu, pengelolaan tekanan darah pada stroke akut dengan kondisi darurat hipertensif hendaknya mengikuti pedoman dan konsensus yang sudah ada.


0 Response to "PENATALAKSANAAN DARURAT HIPERTENSI PADA PASIEN STROKE AKUT."

Post a Comment