Thursday, May 23, 2013
Kesehatan
PENATALAKSANAAN DARURAT HIPERTENSI PADA PASIEN STROKE AKUT.
Penurunan
tekanan darah pada stroke akut akan memperkecil kemungkinan terjadinya edema
serebral, transformasi perdarahan, mencegah kerusakan vaskular lebih lanjut dan
terjadinya serangan stroke ulang (early recurrent stroke). Akan tetapi, disisi
lain, penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mengakibatkan penurunan
perfusi serebral sehingga kerusakan daerah iskemik di otak akan menjadi semakin
luas. Terlebih pada hipertensi kronik dengan kurva perfusi (tekanan darah –
aliran darah ke otak) bergeser ke kanan, Penurunan tekanan darah pada kondisi
seperti ini akan semakin mengakibatkan penurunan perfusi serebral.
Atas dasar itu,
dalam batas-batas tertentu, penurunan tekana darah pada pasien stroke fase akut
dengan kondisi darurat emergensi sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan,
karena dapat memperburuk kondisi pasien, menimbulkan kecacatan dan kematian. Sementara
itu, pada banyak pasien stroke akut, tekanan darah akan turun dengan sendirinya
dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke.
Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke
akut berdasarkan Guideline Stroke Tahun 2011 perhimpunan dokter spesialis saraf
Indonesia.
Penurunan
tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak di
anjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologik. Pada
sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam
pertama setelah awitan serangan stroke. Guideline stroke tahun 2011
merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar
dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi dibawah ini :
1.
Pada pasien stroke iskemia akut, tekanan
darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama
setelah awitan apabila tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah
diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang diberi terapi
trombolitik (rTPA), tekanan darah sistolik diturunkan hingga < 185 mmHg dan
tekanan darah diastolik < 110 mmHg. Obat antihipertensi yang digunakan
adalah Labetolol, Nitropruside, Nikardipin atau Diltiazem intravena.
2.
Pada pasien stroke perdarahan
intraserebral akut, apabila tekanan darah sistolik > 200 mmHg atau mean
Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan
obat antihipertensi intravena secara kontinyu dengan pemantauan tekanan darah
setiap 5 menit.
3.
Apabila tekanan darah sistolik > 180
mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan
intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial, tekanan darah
diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau
intermitten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral > 60 mmHg.
4.
Apabila tekanan darah sistole > 180
mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan
intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan
darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada
Studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah sistole hingga 140 mmHg masih
diperbolehkan.
5.
Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal,
tekanan darah harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan
perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA
serta perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid
berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah
diturunkan hingga tekanan darah sistole 140 – 160 mmHg. Sedangkan tekanan darah
sistole 160 – 180 mmHg sering digunakan sebagai target tekanan darah sistole
dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual,
tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas
kardiovaskuler.
6.
Penurunan tekanan darah pada stroke akut
dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target diatas pada kondisi
tertentu yang mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark
miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif.
Target penurunan tersebut adalah 15 – 25% pada jam pertama dan tekanan darah
sistolik 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
Pada
stroke iskemik akut, hipertensi yang tidak di kelola dengan baik dapat
berakibat meluasnya area infark (reinfark), edema serebral serta transformasi
perdarahan, sedangkan pada stroke perdarahan, hipertensi dapat mengakibatkan
perdarahan ulang dan semakin luasnya hematoma (perdarahan).
Penurunan
tekanan darah pada stroke fase akut harus dilakukan dengan hati-hati. Penurunan
tekanan darah yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kerusakan semakin
parah dan memperburuk keadaan klinik neurologik pasien. Oleh karena itu,
pemilihan obat anti hipertensi parenteral yang ideal adalah yang dapat
dititrasi dengan mudah dengan efek vasodilator serebral yang minimal. Pedoman
penurunan tekanan darah pada stroke akut adalah sebagai berikut :
1.
Gunakan obat antihipertensi yang
memiliki masa kerja singkat (short acting agent)
2.
Pemberian obat antihipertensi dimulai
dengan dosis rendah
3.
Hindari pemakaian obat anti hipertensi
yang diketahui dengan jelas dapat mengakibatkan penurunan aliran darah otak
4.
Hindari pemakaian diuretika (kecuali
pada keadaan dengan gagal jantung)
5.
Patuhi konsensus yang telah disepakati
sebagai target tekanan darah yang akan dicapai.
KESIMPULAN
Hipertensi
diketahui sebagai faktor resiko utama untuk stroke baik infark maupun
perdarahan serebral. Dari data penelitian yang ada menunjukkan kontrol terhadap
tekanan darah akan mengurangi resiko stroke. Hipertensi juga akan menggangu
aliran darah serebral dan akan berperan pada kejadian penyakit serebrovaskuler.
Hipertensi berperan dalam terjadinya proses aterosklerosis, nekrosis fibrinoid
dan lipohyalinosis, terganggunya mekanisme neurovascular coupling dan autoregulasi
serebral.
Dalam
penatalaksanaan stroke fase akut, perlu diperhatikan pengelolaan berbagai
variabel fisiologik, terutama tekanan darah. Penatalaksanaan tekanan darah pada
pasien stroke akut dengan kondisi darurat hipertensif, yang dilakukan dengan
cermat dan tepat, akan mencegah kerusakan otak, menurunkan angka kecacatan dan
kematian. Oleh sebab itu, pengelolaan tekanan darah pada stroke akut dengan
kondisi darurat hipertensif hendaknya mengikuti pedoman dan konsensus yang
sudah ada.
0 Response to "PENATALAKSANAAN DARURAT HIPERTENSI PADA PASIEN STROKE AKUT."
Post a Comment