Permasalahan Pertanian Di Indonesia

Permasalahan Pertanian 

1. Jarak Waktu yang Lebar Antara Pengeluaran dan Penerimaan Pendapatan dalam Pertanian 

Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan langsung dengan produksi dan pemasaran hasil-hasil pertaniannya maupun yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain merupakan usaha, bagi si petani pertanian juga merupakan bagian dari hidupnya, bahkan suatu cara hidup (way of live), sehingga tidak hanya aspek ekonomi saja tetapi aspek-aspek sosial dan kebudayaan, aspek kepercayaan dan keagamaan serta aspek-aspek tradisi semuanya memegang peranan penting dalam tindakan-tindakan petani. Namun demikian dari segi ekonomi pertanian, berhasil tidaknya produksi petani dan tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani. 

Perbedaan yang jelas antara persoalan-persoalan ekonomi pertanian dan persoalan ekonomi di luar bidang ekonomi pertanian adalah jarak waktu (gap) antara pengeluaran yang harus dilakukan para pengusaha pertanian dengan penerimaan hasil penjualan. Jarak waktu ini sering pula disebut gestation period, yang dalam bidang pertanian jauh lebih besar daripada dalam bidang industri. Di dalam bidang industri, sekali produksi telah berjalan maka penerimaan dari penjualan akan mengalir setiap hari sebagaimana mengalirnya hasil produksi. Dalam bidang pertanian tidak demikian kecuali bagi para nelayan penangkap ikan yang dapat menerima hasil setiap hari sehabis ia menjual ikannya. Jadi ciri khas kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan pengeluarannya. Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen tiba. 



2. Tekanan Penduduk dan Pertanian 

Persoalan lain yang sifatnya lebih jelas lagi dalam ekonomi pertanian adalah persoalan yang menyangkut hubungan antara pembangunan pertanian dan jumlah penduduk. Malthus dalam tahun 1888 menerbitkan buku yang terkenal mengenai persoalan-persoalan penduduk dan masalah pemenuhan kebutuhan manusia akan bahan makanan. Penduduk bertambah lebih cepat daripada pertambahan produksi bahan makanan. Penduduk bertambah menurut deret ukur, sedangkan produksi bahan makanan hanya bertambah menurut deret hitung. Persoalan penduduk di Indonesia tidak hanya dalam kepadatannya tetapi juga pembagian antardaerah tidak seimbang. Komposisinya menunjukkan suatu penduduk yang muda dengan pemusatan penduduk di kota-kota besar. Tingkat pertambahan penduduk tinggi, karena angka kelahiran tinggi, sedangkan angka kematian menurun. Menurunnya angka kematian disebabkan oleh kemajuan kesehatan dan sanitasi. 

Ditinjau dari sudut ekonomi pertanian maka adanya persoalan penduduk dapat dilihat dari tanda-tanda berikut: 
persediaan tanah pertanian yang makin kecil 
produksi bahan makanan per jiwa yang terus menurun 
bertambahnya pengangguran 
memburuknya hubungan-hubungan pemilik tanah dan bertambahnya hutang-hutang pertanian. 



3. Pertanian Subsisten 

Perkataan subsisten ini banyak sekali dipakai dalam berbagai karangan mengenai ekonomi pertanian sebagai terjemahan dari perkataan subsistence dari kata subsist yang berarti hidup. Pertanian yang subsisten diartikan sebagai suatu sistem bertani dimana tujuan utama dari si petani adalah untuk memenuhi keperluan hidupnya beserta keluarganya. Namun dalam menggunakan definisi yang demikian sejak semula harus diingat bahwa tidak ada petani susbsisten yang begitu homogen, yang begitu sama sifat-sifatnya satu dari yang lain. Dalam kenyataannya petani subsisten ini sangat berbeda-beda dalam hal luas dan kesuburan tanah yang dimilikinya dan dalam kondisi-kondisi sosial ekonomi lingkungan hidupnya. 

Apa yang sama di antara mereka adalah bahwa mereka memandang pertanian sebagai sarana pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil produksi pertanian itu. Dengan definisi tersebut sama sekali tidak berarti bahwa petani susbsisten tidak berfikir dalam pengertian biaya dan penerimaan. Mereka juga berpikir dalam pengertian itu, tetapi tidak dalam bentuk pengeluaran biaya tunai, melainkan dalam kerja, kesempatan beristirahat dan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan upacara adat dan lain-lain. 



C. Mekanisasi, Pemecahan Masalah Efisiensi Kerja Petani 

Dewasa ini strategi pembangunan nasional khususnya pembangunan sektor pertanian dipusatkan pada upaya mendorong percepatan perubahan struktural, meliputi proses perubahan dari sistem pertanian tradisional ke sistem pertanian yang maju dan modern, dari sistem pertanian subsistem ke sistem pertanian yang berorientasi pasar dan dari kedudukan ketergantungan kepada kedudukan kemandirian. 

Perubahan struktural tersebut merupakan langkah dasar yang meliputi pengalokasian sumber daya (baik alam, manusia maupun mekanik), penguatan kelembagaan dan pemberdayaan manusia. Dalam pelaksanaannya harus meliputi langkah-langkah nyata untuk meningkatkan akses kepada aset produktif berupa teknologi harus dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk tujuan-tujuan yang lebih maju dan lebih bermanfaat termasuk antara lain pengolahan tanah, pemberian air pemilihan bibit unggul, pemupukan, pengendlaian hama dan penyakit, dan pemanenan secara bijaksana. 

Pembangunan pertanian harus diarahkan pada terciptanya tenaga petani yang terampil dalam mengelola usaha taninya. Juga terbentuknya masyarakat petani yang maju, bersemangat profesional sehingga mampu menghadapi tantangan dan permasalahan dalam melaksanakan usaha taninya. 

Di Indonesia dapat dicatat adanya berbagai tantangan dan permasalahan dalam pengelolaan usaha tani yang masing-masing mempunyai kekhususan yang berbeda-beda seperti kenaikan produksi, peningkatan di bidang pemasaran dan sistem kredit, serta efisiensi. Dari berbagai ragam tantangan dan permasalahan tersebut yang sering kali terlupakan oleh pengamat adalah efisiensi dalam pengelolaan usaha tani terutama yang berhubungan dengan kerja petani. 



Perlunya Efisiensi 

Menurut Clifford Geertz dalam Involusi Pertanian, pemakaian tenaga kerja di sektor pertanian di Indonesia tergolong sangat besar dibanding negara lain. Di Amerika Serikat kurang lebih 0,002 Kw/ha, Jepang 0,014 Kw/ha, sedang Indonesia 0,127 Kw/ha. Tetapi tenaga kerja manusia di Jepang dan Amerika Serikat lebih intensif dibanding di Indonesia. Terlihat adanya perbedaan nyata antara petani Indonesia dengan petani Jepang. 

Langkah yang menyebabkan pertanian di Jepang jauh meninggalkan Indonesia dalam jangka waktu yang sama adalah produktivitas pekerja. Yang utama dalam produktivitas pekerja (petani) Jepang adalah terjadinya perbaikan yang esensial dalam praktik pertanian Jepang sesuai dengan produksi kecil yang efisien. Selain itu di Jepang produktivitas pekerja (petani) bukan hanya diperhitungkan per ha sawah, tetapi penggunaan tenaga kerja dimanfaatkan se efisien mungkin dengan menggunakan perhitungan yang baik. 

Di Indonesia, efisiensi yang diartikan sebagai kedayagunaan suatu sumber tenaga dapat menangani suatu bahan, masih belum mendapat perhatian secara serius. Padahal fungsi perbaikan pertanian adalah menaikkan pendapatan, kesejahteraan, taraf hidup dan daya beli petani. Sangat kecilnya efisiensi petani merupakan hambatan bagi faktor-faktor lain yang merupakan penetrasi pembangunan pertanian. 

Perbaikan taraf hidup petani memang tidak dilakukan dengan hanya memberi landreform (Redistribusi Tanah Pertanian) atau credit reform (Pemberian Kredit Usaha Tani), tetapi perlu juga diperhatikan situasi kerja petani. Situasi kerja yang monoton dengan hasil yang rendah menyebabkan petani mengalami kejenuhan. Ditilik lebih jauh, perlu diakui bahwa kejenuhan petani ini terus berlangsung. Hal ini disebabkan oleh miskinnya inovasi dan tiadanya gebrakan-gebrakan baru yang menggairahkan petani. 

Hambatan pembangunan dalam sektor pertanian di Indonesia adalah lambatnya kemajuan teknologi. Kontras teknologi selalu dipersoalkan. Tingkat teknologi yang rendah menyebabkan petani sulit memperoleh hasil dalam proses produksi yang maksimal. Kehilangan hasil dalam proses produksi sangat besar, sementara biaya yang diperlukan sangat tinggi. Contoh paling sederhana adalah dalam memanen padi. Untuk 9 kg gabah harus dibayar 1 kg gabah. Jika total hasil panen padi (dalam satu musim tanam) dalam 1 ha adalah 9 ton gabah, maka biaya pemanenan yang dikeluarkan sebesar 1 ton gabah. 

Efisiensi teknologi yang memperkecil tingkat kejerihan kerja dengan produktivitas tinggi masih dicemburui. Harapan memperkenalkan teknologi yang efisien selalu dihantui oleh pembengkakan pengangguran terutama di wilayah perdesaan. Akibatnya jumlah tenaga pengangguran semu dalam sektor pertanian di Indonesia sangat besar. Tidak jelas lahirnya tenaga kerja semu ini karena efektivitas kerja rendah yang menyerap banyak tenaga manusia atau memang karena distribusi kerja yang tidak merata. 



Tuntutan Inovasi 

Dalam arah kebijakan pembangunan nasional, pembangunan sektor pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan kesejahteraan, daya beli, taraf hidup, kapasitas dan kemandirian serta akses masyarakat pertanian dalam proses pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas produksi serta distribusi dan keanekaragaman hasil pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan pada pengembangan sistem pertanian yang berkelanjutan yang berbudaya industri, maju dan efisien ditingkatkan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Pembangunan pertanian memang sudah saatnya menganut pendekatan industri bukan lagi agraris, artinya menangani pertanian secara industri bukan lagi tergantung sepenuhnya kepada faktor alam. Pengertian industri dalam hal ini bukan semata-mata mendirikan pabrik, tetapi yang lebih mendasar adalah mentransformasikan budaya (pola pikir, sikap mental dan perilaku) masyarakat industri di kalangan para petani. 

Kebudayaan industri tersebut antara lain mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, pertama pengetahuan merupakan landasan utama dalam menentukan langkah atau tindakan dalam pengambilan keputusan (bukan berdasarkan kebiasaan semata). Kedua, perekayasan harus menggantikan ketergantungan pada faktor alam. Ketiga, kemajuan teknologi merupakan sarana utama dalam pemanfaatan sumber daya. Keempat, efisiensi dan produktivitas sebagai dasar utama dalam alokasi sumber daya agar penggunaan sumber daya tersebut hemat. Kelima, mekanisme pasar merupakan media utama transaksi barang dan jasa. Keenam, profesionalisme merupakan karakter yang menonjol. 

Untuk memenuhi tuntutan di atas, alternatif inovasi yang sampai sekarang tampaknya relevan walaupun tidak terlalu baru adalah penerapan mekanisasi pertanian (penggunaan alat dan mesin pertanian). Sudah saatnya dimulai penerapan mekanisasi pertanian dalam sistem pertanian nasional meskipun tetap dilakukan secara selektif. 

Upaya menuju pertanian industri antara lain dapat dikembangkan dengan peningkatan penggunaan alat dan mesin pertanian dalam pengolahan tanah dan penanganan pasca panen. Salah satu keuntungan yang diperoleh adalah terjadinya peningkatan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan sumber daya alam. 









Mekanisasi Dan Distribusi Kerja 

Penggunaan alat dan mesin pertanian saat ini memang sudah merupakan suatu kebutuhan. Efisiensi tinggi saat ini harus mulai diperkenalkan kepada petani. Hal ini tentu beralasan karena tenaga kerja yang digunakan saat ini tidak mempunyai kesinambungan (kontinuitas). Seorang buruh tani hanya akan dibutuhkan pada saat pengolahan tanah dan panen. Pada proses lain mereka kurang dibutuhkan, akhirnya terjadi pengangguran yang tidak kentara (disguised unemployment). Pembuangan waktu yang lama dan sia-sia ini menyebabkan efisiensi menjadi lebih rendah. 

Berdasarkan data dalam Involusi Pertanian, pada saat pengolahan tanah, traktorisasi di Indonesia sangat rendah dibanding negara lain. Pada hakikatnya Indonesia masih sangat ketinggalan pada pengembangan traktor. Pemakaian traktor di Indonesia hanya 0,005 Kw/ha. Amerika Serikat 1,7 Kw/ha, Belanda 3,6 Kw/ha dan Jepang 5,6 Kw/ha. Rendahnya pemakaian traktor ini disebabkan oleh rendahnya perkembangan mekanisasi di Indonesia. 

Akibatnya, untuk menggarap tanah seluas 1 ha diperlukan waktu berhari-hari dan melibatkan banyak tenaga manusia. Tenaga manusia akhirnya tidak mendapat harga yang layak sehingga produktivitas juga semakin rendah. Tenaga manusia adalah tenaga riskan, hanya digunakan paling cepat 4 bulan sekali menjadi buruh tani. 


D. Strategi dan Kebijakan Pokok Pembangunan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 

Dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, maka strategi kebijakan yang ditempuh harus mencerminkan visinya, yaitu: tangguh, berdaya saing, dan berkelanjutan. Dalam hubungan tersebut maka strategi pokok pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian adalah: 

1. Meningkatkan Kapasitas dan Memberdayakan SDM serta Kelembagaan Usaha di Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 

Salah satu permasalahan yang mendasar dalam memajukan usaha pertanian di tanah air adalah masih lemahnya kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaan usaha dalam hal penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil. Hal tersebut disebabkan oleh karena pembinaan SDM pertanian selama ini lebih difokuskan kepada upaya peningkatan produksi (budidaya) pertanian, sedangkan produktivitas dan daya saing usaha agribisnis sangat ditentukan oleh kemampuan pelaku usaha yang bersangkutan dalam mengelola produk yang dihasilkan (pasca panen dan pengolahan hasil) serta pemasarannya. Adapun beberapa kebijakan operasional terkait dengan strategi tersebut adalah: 

1. Meningkatkan penyuluhan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan di bidang pasca panen, pengolahan serta pemasaran hasil pertanian; 

2. Mengembangkan kelembagaan usaha pelayanan pascapanen, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yang langsung dikelola oleh petani/kelompok tani. 



2. Meningkatkan Inovasi Dan Diseminasi Teknologi Pasca Panen Dan Pengolahan. 

Salah satu dampak yang signifikan dari kebijakan yang menitik beratkan kepada usaha produksi (budidaya) selama ini adalah kurang memadainya upaya-upaya inovasi teknologi pasca panen dan pengolahan serta diseminasinya. Hal tersebut mengakibatkan lemahnya daya saing dan kecilnya nilai tambah yang dapat dinikmati oleh petani, sehingga kesejahteraan tidak meningkat dari tahun ke tahun. Untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian maka perlu ditingkatkan upaya-upaya inovasi teknologi pasca panen dan pengolahan hasil pertanian serta diseminasinya. Dalam hubungan tersebut, beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan adalah: 

1. Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan sumber-sumber inovasi teknologi seperti lembaga riset, Perguruan Tinggi dan bengkel-bengkel swasta dalam rangka pengembangan dan diseminasi teknologi tepat guna. 

2. Mengembangkan bengkel alsin pascapanen dan pengolahan hasil 

3. Mengembangkan sistem sertifikasi dan apresiasi (penghargaan) terhadap inovasi teknologi yang dilakukan oleh masyarakat. 

4. Mengembangkan pilot proyek dan percontohan penerapan teknologi pasca panen dan pengolahan hasil pertanian. 

5. Memberikan penghargaan dengan kriteria mutu, rasa, skala usaha, tampilan terhadap produk olahan yang dihasilkan oleh para pelaku usaha. 



3. Meningkatkan Efisiensi Usaha Pasca Panen, Pengolahan Dan Pemasaran Hasil 

Kunci terpenting dalam rangka meningkatkan daya saing produk pertanian baik produk segar maupun olahan hasil pertanian adalah mutu produk yang baik dan efisiensi dalam proses produksi maupun pada tahap pemasarannya. Mutu produk dan efisiensi akan berpengaruh langsung terhadap harga dari setiap produk bersangkutan. Kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu dan efisiensi produksi dan pemasaran hasil pertanian di antaranya adalah: 

1. Revitalisasi teknologi dan sarana/ prasarana usaha pasca panen pengolahan dan pemasaran hasil pertanian; 

2. Mengembangkan produksi sesuai potensi pasar; 

3. Menerapkan sistem jaminan mutu, termasuk penerapan GAP, GHP dan GMP; 

4. Mengembangkan kelembagaan pemasaran yang dikelola oleh kelompok tani di sentra produksi; 

5. Mengupayakan sistem dan proses distribusi yang efisien. 

6. Memfasilitasi pengembangan kewirausahaan dan kemitraan usaha pada bidang pemasaran hasil pertanian 

4. Meningkatkan Pangsa Pasar Baik Di Pasar Domestik Maupun Internasional. 

Pasar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha agribisnis; oleh karena itu maka pengembangan pemasaran harus selalu dilakukan sejalan dengan pengembangan usaha produksi. Seperti usaha industri pada umumnya, sistem usaha produksi pertanian atau agribisnis dimulai dengan salah satu kegiatan pemasaran yaitu Riset Pasar. Dari kegiatan riset pasar dihasilkan informasi pasar yaitu antara lain berupa potensi pasar dan harga. Sub sistem selanjutnya adalah perencanaan produksi, termasuk penentuan desain produk, volume dan waktu. Dalam sistem budidaya pertanian, perencanaan tersebut lazim disebut sebagai penentuan pola tanam atau penentuan luas tanam untuk tanaman semusim. Hal tersebut perlu dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas harga produk yang bersangkutan tetap berada pada tingkat harga yang wajar berdasarkan keseimbangan kebutuhan dan pasokan atas produk yang bersangkutan. Sub sistem selanjutnya adalah kegiatan pemasaran yang meliputi: promosi, penjualan dan diakhiri dengan distribusi (delivery). Dalam hubungan tersebut maka beberapa kebijakan dalam pengembangan pasar ialah: 

1. Mengembangkan kegiatan riset pasar 

2. Meningkatkan pelayanan informasi pasar; 

3. Meningkatkan promosi dan diplomasi pertanian; 

4. Mengembangkan infrastruktur dan sistem pemasaran yang efektif dan adil. 

5. Rasionalisasi impor produk pertanian. 

6. Memfasilitasi pengembangan investasi dalam pengembangan infrastruktur pemasaran. 









5. Pendekatan Pengembangan Industri Melalui Konsep Cluster Dalam Konteks Membangun Daya Saing Industri Yang Berkelanjutan 

Pokok-pokok rencana aksi, dalam jangka menengah ditujukan untuk memperkuat rantai nilai (value chain) melalui penguatan struktur, diversifikasi, peningkatan nilai tambah, peningkatan mutu, serta perluasan penguasaan pasar. Sedangkan untuk jangka panjang difokuskan pada upaya pembangunan industri pertanian yang mandiri dan berdaya saing tinggi. Adapun prioritas cluster industri pertanian yang akan dikembangkan dalam jangka menengah meliputi : 

1. Pengembangan Industri yang memiliki daya saing (Competitive Industry) 

a. Industri Pengolahan kakao dan cokelat, 

b. Industri Pengolahan Buah, 

c. Industri Pengolahan Kelapa, 

d. Industri Pengolahan Kopi, 

e. Industri Pengolahan Tembakau, 

f. Industri Kelapa Sawit, dan 

g. Industri Karet dan Barang Karet 

h. Industri Pasca Panen Produk Segar 

2. Pengembangan Industri Strategis 

a. Industri Perberasan 
Industri Kedele 
Industri Jagung 
Industri Gula 
Industri Daging dan Susu 

3. Pengembangan Industri Rumah Tangga 
- Industri pangan lokal, camilan dan pengolahan produk samping 

0 Response to "Permasalahan Pertanian Di Indonesia"

Post a Comment