Apa Itu Kebijakan Pemasaran


 Kebijakan Pemasaran 

Di samping kebijakan harga untuk melindungi petani produsen, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus dalam kelembagaan perdagangan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan tekanan pada perubahan mata rantai pemasaran dari produsen ke konsumen, dengan tujuan utama untuk memperkuat daya saing petani. Di negara-negara Afrika seperti Nigeria dan Kenya apa yang dikenal dengan nama Badan Pemasaran Pusat (Central Marketing Board) berusaha untuk mengurangi pengaruh fluktuasi harga pasar dunia atas penghasilan petani. Badan pemasaran ini sangat berhasil di Inggris yang dimulai sesudah depresi besar tahun 1930 untuk industri bulu domba, susu, telor dan kentang. Di Indonesia Badan Pengurusan Kopra, Badan Pemasaran Lada pada prinsipnya mempunyai tujuan yang sama dengan Badan pemasaran Pusat di Afrika dan Inggris. 

Masalah yang dihadapi di Indoensia adalah kurangnya kegairahan berproduksi pada tingkat petani, tidak ada keinginan untuk mengadakan penanaman baru dan usaha-usaha lain untuk menaikkan produksi karena persentase harga yang diterima oleh petani relatif kecil dibandingkan dengan bagian yang diterima golongan-golongan lain. 

Selain kebijakan pemasaran hasil-hasil tanaman perdagangan untuk ekspor, kebijakan ini meliputi pula pengaturan distribusi sarana-sarana produksi bagi petani. Pemerintah berusaha menciptakan persaingan yang sehat di antara para pedagang dengan melayani kebutuhan petani seperti pupuk, insektisida, pestisida dan lain-lain sehingga petani akan dapat membeli sarana-sarana produksi tersebut dengan harga yang relatif tidak terlalu tinggi. Jadi disini jelas bahwa kebijakan pemasaran merupakan usaha campur tangan pemerintah dalam bekerjanya kekuatan-kekuatan pasar. Di satu pihak pemerintah dapat mengurangi pengaruh kekuatan-kekuatan pasar supaya tidak terlalu merugikan pedagang dan petani, tetapi di pihak lain persaingan dapat didorong untuk mencapai efisiensi ekonomi yang tinggi. Dalam praktek kebijakan pemasaran dilaksanakan secara bersamaan dengan kebijakan harga. 



3. Kebijakan Struktural 

Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki strukutur produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan pengusahaan alat-alat pertanian yang baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik prasarana fisik maupun sosial ekonomi. 

Kebijakan struktural ini hanya dapat terlaksana dengan kerjasama yang erat dari beberapa lembaga pemerintah. Perubahan struktur yang dimaksud disini tidak mudah untuk mencapainya dan biasanya memakan waktu lama. Hal ini disebabkan sifat usahatani yang tidak saja merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan petani dengan segala aspeknya. Oleh karena itu tindakan ekonomi saja tidak akan mampu mendorong perubahan struktural dalam sektor pertanian sebagaimana dapat dilaksanakan dengan lebih mudah pada sektor industri. Pengenalan baru dengan penyuluhan-penyuluhan yang intensif merupakan satu contoh dari kebijakan ini. Kebijakan pemasaran yang telah disebutkan di atas sebenarnya dimaksudkan pula untuk mempercepat proses perubahan struktural di sektor pertanian dalam komoditi-komoditi pertanian. Pada bidang produksi dan tataniaga kopra, lada, karet, cengkeh dan lain-lain. Dalam kenyataannya pelaksanaan kebijakan harga, pemasaran dan struktural tidak dapat dipisahkan, dan ketiganya saling melengkapi. 



4. Kebijakan Pertanian dan Industri 

Ciri-ciri pokok perbedaan antara pertanian dan industri adalah: 
Produksi pertanian kurang pasti dan risikonya besar karena tergantung pada alam yang kebanyakannya di luar kekuasaan manusia untuk mengontrolnya, sedangkan industri tidak demikian. 
Pertanian memproduksi bahan-bahan makanan pokok dan bahan-bahan mentah yang dengan kemajuan ekonomi dan kenaikan tingkat hidup manusia permintaannya tidak akan naik seperti pada permintaan atas barang-barang industri 
Pertanian adalah bidang usaha dimana tidak hanya faktor-faktor ekonomi saja yang menentukan tetapi juga faktor-faktor sosiologi, kebiasaan dan lain-lain memegang peranan penting. Industri lebih bersifat lugas (zakelijk). 



Ketiga ciri khusus pertanian ini nampak dalam teori ekonomi sebagai perbedaan dalam respons permintaan dan penawaran atas perubahan-perubahan harga. 

Elatisitas harga atas permintaan dan penawaran hasil-hasil pertanian jauh lebih kecil daripada hasil-hasil industri. Misalnya elastisitas harga atas permintaan radio, buku-buku, mobil dan lain-lain, jauh lebih tinggi daripada elatisitas harga atas permintaan beras dan bahan pakaian. Hal ini disebabkan pendapatan sektor industri pada umumnya lebih tinggi daripada pendapatan sektor pertanian maka elastisitas pendapatan atas permintaan barang-barang hasil industri lebih besar daripada atas bahan makanan pokok. 



5. Pendapatan Penduduk Desa dan Kota 

Perbedaan kebijakan antar sektor pertanian dan industri dapat dilihat pula dalam keperluan akan kebijakan yang berbeda antara penduduk kota dan penduduk desa. Perbedaan pendapatan antara penduduk kota dan penduduk pedesaan adalah sedemikian rupa sehingga mempunyai akibat dalam pola pengeluaran konsumsi dan perilaku ekonomi lain-lainnya. 

Ada tiga hal yang meyebabkan rata-rata pendapatan penduduk kota lebih tinggi dibanding penduduk desa yaitu: 
kestabilan dan kemantapan pendapatan penduduk kota lebih besar dibanding pendapatan penduduk desa 
lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan yang dapat mendorong kegiatan ekonomi di kota lebih banyak dibandingkan di desa 
lebih banyaknya fasilitas pendidikan dan kesehatan di kota yang memungkinkan rata-rata produktivitas tenaga kerja di kota lebih tinggi. 

Salah satu upaya untuk mengurangi perbedaan pendapatan ini adalah dengan menambah persediaan modal di desa serta mengurangi jumlah tenaga kerja di pedesaan dan diserap bagi lapangan industri di kota-kota. Dengan lebih banyaknya investasi di desa misalnya dalam alat-alat pertanian yang lebih modern, huller , traktor dan juga dalam pembangunan-pembangunan prasarana fisik seperti jembatan-jembatan baru, bendungan irigasi dan lain-lain maka timbul adanya keperluan akan peningkatan keterampilan tenaga kerja. Seorang petani yang mengerjakan sawah dengan bajak atau traktor dalam waktu yang sama akan mampu menyelesaikan luas sawah yang lebih besar daripada petani lain yang hanya menggunakan cangkul. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya adalah: 
Adanya tambahan modal yang berupa pajak dan ternak serta mesin traktor pada petani pertama 
Adanya keahlian dan keterampilan khusus yang diperlukan oleh petani yang menjalankan bajak atau traktor itu. 

Kedua unsur inilah yang menimbulkan perbedaan produktivitas tenaga kerja.

0 Response to "Apa Itu Kebijakan Pemasaran"

Post a Comment