MANAJEMEN PERSEDIAAN




Kegiatan bisnis yang memerlukan manajemen persediaan adalah bidang industri manufaktur dan perdagangan. Dalam industri manufaktur, persediaan terdiri dari: (1)persediaan bahan baku, (2)persediaan barang dalam proses, (3)persediaan barang jadi, dan  (4)persediaan bahan pembantu. Sedangkan dalam perusahaan dagang yang dimaksud persediaan adalah persediaan barang dagangan.

Dalam perusahaan industri manufaktur, bahan baku diproses menjadi barang jadi, kemudian dijual. Proses ini memerlukan waktu panjang sehingga modal yang diinvestasikan dalam persediaan cukup besar dan perputarannya relatif lambat. Kondisi yang demikian manajemen persediaan harus mendapatkan perhatian manajemen yang sangat serius. Kelebihan persediaan akan mengakibatkan pemborosan penggunaan modal, sedangkan kekurangan persediaan proses produksi bisa terganggu. Mengelola persediaan dalam perusahaan industri manufaktur relatif lebih sulit dibanding dengan mengelola persediaan dalam perusahaan dagang. Dalam perusahaan dagang, persediaan barang dagangan dibeli untuk dijual; waktu yang dibutuhkan relatif pendek, sehingga modal yang digunakan berputar relatif cepat.

Manajemen persediaan dalam perusahaan industri manufaktur dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu model Economic Order Quantity atau EOQ dan Tepat Waktu atau Just in Time (JIT). Penggunaan model tersebut tergantung pada kebijakan manajemen terhadap pemasok. Jika pemasok diperlukan sebagai pesaing, yaitu mencari pemasok yang paling murah dapat menyediakan bahan baku, maka model EOQ lazim digunakan. Tetapi jika pemasok diperlakukan sebagai partner bisnis yang setia dan dinyatakan satu kesatuan dalam proses produksi, maka model JIT lazim digunakan.

1.      Model Economic Order Quantity (EOQ)

Pada umumnya perusahaan menggunakan cara tradisional dalam mengelola persediaan, yaitu dengan cara memiliki persediaan minimal untuk mendukung kelancaran proses produksi. Di samping itu, perusahaan juga memperhitungkan biaya persediaan yang paling ekonomis yang dikenal dengan istilah Economic Order Quantity atau EOQ. EOQ akan menjawab pertanyaan berapa banyak kualitas bahan baku yang harus dipesan dan berapa biayanya yang paling murah atau paling ekonomis.

Perusahaan manufaktur pada umumnya memperhitungkan empat macam persediaan, yaitu persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi. Pada umumnya persediaan bahan pembantu jumlahnya relatif kecil, maka tidak dibahas dalam kajian ini.

Persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan persediaan barang jadi harus dihitung tingkat perputarannya (turn overnya) tujuannya adalah untuk pengendalian. Teknik perhitungan perputaran bahan sebagai berikut:
                              
                                  Bahan Baku digunakan dalam proses produksi
Perputaran Persediaan   =
Bahan Baku                                       Rata-rata persediaan bahan baku
                                                            Harga Pokok Produksi
Perputaran Persediaan   =
Barang dalam Proses          Rata-rata persediaan barang dalam proses
 
                                             
Harga pokok penjualan atau penjualan
Perputaran Persediaan   =
Barang Jadi                              Rata-rata persediaan barang jadi

                                             Harga Pokok penjualan atau Penjualan
Perputaran Persediaan   =
Barang Dagangan                Rata-rata persediaan barang dagangan


Dalam kegiatan manufaktur, pengelolaan bahan baku merupakan unsur penting manajemen yang harus dikelola secara profesional. Besar kecilnya persediaan bahan baku berhubungan langsung dengan modal yang diinvestasikan ke dalamnya; makin besar persediaan bahan baku, makin besar investasi dan makin besar beban biaya modal, dan sebaliknya. Besar kecilnya nilai persediaan bahan baku dipengaruhi oleh:
1)       Estimasi dan perencanaan volume penjualan
2)       Estimasi dan perencanaan volume produksi
3)       Estimasi dan perencanaan kebutuhan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi
4)       Biaya order pembelian
5)       Biaya penyimpanan
6)       Harga bahan baku

Dalam mengelola bahan baku dibutuhkan dua unsur biaya variabel utama, yaitu biaya pesanan (procurement cost atau set up cost) dan biaya penyimpanan (storage cost atau carrying cost).

Yang termasuk biaya pesanan antara lain adalah:
1)       Biaya proses pemesanan bahan baku
2)       Biaya pengiriman pesanan
3)       Biaya penerimaan bahan baku yang dipesan
4)       Biaya untuk memproses pembayaran bahan baku yang dibeli

Biaya-biaya tersebut makin besar jika jumlah tiap-tiap pesanan kecil, atau makin kecil jumlah bahan baku tiap-tiap pesanan, makin besar jumlah biaya pesanan dalam suatu periode tertentu, misalnya dalam satu tahun. Sedangkan yang termasuk biaya penyimpanan (penggudangan) adalah:
1)       Biaya untuk mengelola bahan baku (biaya menimbang dan menghitung)
2)       Biaya sewa gudang atau penyusutan gudang
3)       Biaya pemeliharaan dan penyelamatan bahan baku
4)       Biaya asuransi
5)       Biaya pajak
6)       Biaya modal

Manajemen harus menghitung biaya yang paling ekonomis pada setiap jumlah barang yang dibeli (dipesan). Biaya tersebut adalah saling hubungan antara harga bahan baku, biaya penyimpanan yang umumnya dihitung berdasar persentase tertentu dari nilai persediaan rata-rata, jumlah bahan baku yang dibutuhkan dalam satu periode misalnya dalam satu tahun, dan biaya pesanan. Teknik perhitungan ini lazim disebut Economic Order Quantity atau EOQ dengan rumus:

EOQ =  √2XRXS
                   P X I



Di mana:
R  =  Requirement of raw material, atau jumlah bahan baku yang dibutuhkan selama  satu tahun periode, misalnya 1.200 unit
S  =  Set up cost, atau biaya pesanan setiap kali pemesanan, misalnya Rp 15
P  = Price, atau harga bahan baku per satuan, misalnya Rp 1 per unit
I  = Inventory, atau biaya memiliki persediaan yang terdiri dari: biaya keuangan 10%, biaya penyusutan fisik 10%, biaya modal atau biaya bunga pinjaman 10%, biaya penanganan bahan 2%, biaya pajak kekayaan 2%, biaya asuransi 2%, dan biaya penggudangan 3%, biaya lain-lain 1% (atau total biaya memiliki persediaan 40% dan biaya diperhitungkan dari nilai persediaan rata-rata).

EOQ               = √2 X 1.200 X 15   
=  √ 36.000 
 = √ 90.000 
 = 300 unit
=  0,40 X 1
=  0,40

Dengan diketahui angka 300 unit setiap pesanan, berarti dalam satu tahun dapat dilakukan 4 kali pesanan. Dalam 4 kali pesanan itu biaya persediaan bahan baku adalah yang paling rendah atau paling ekonomis. Rincian perhitungan biaya persediaan dapat disajikan dalam tabel 12.1

Tabel 11.1
Perhitungan Biaya Persediaan yang paling Ekonomis

Frekwensi pemesanan bahan baku
3X
4X
5X
Jumlah bahan baku yang dipesan
Rata-rata persediaan dalam unit
Nilai persediaan rata-rata

Biaya pesanan
Biaya penyimpanan
Jumlah Biaya persediaan
400 unit
#200
*Rp 200

**Rp   45
***Rp   80
Rp 125
300 unit
150
Rp 150
Rp   60
Rp   60
Rp 120
240 unit
120
Rp 120
Rp   75
Rp   48   
Rp 123      




Keterangan:
Teknik perhitungan 3X pesan
#200 unit = (400unit / 2)
* Rp 200 = 200 unit x Rp 1
** Rp 45 = 3 kali pesan @ Rp 15 per sekali pesan
*** Rp 80 = 40% X Rp Rp 200 nilai persediaan rata – rata
Teknik perhitungan untuk 4X pesan dan 5X pesan seperti pada 3X pesan.

Jika biaya penyimpanan dinyatakan dalam Rupiah per unit (missal Rp 0,4), maka EOQ dapat dihitung sebagai berikut.

=      √2 X 1.200 X 15  
=      √ 36.000  
=      300 unit
=      0,4         

Dalam satu tahun mengadakan pesanan 4X yaitu kebutuhan satu tahun 1.200 unit dibagi 300 unit, atau besarnya penggunaan bahan per bulan sebesar 100 unit atau setiap minggu sebesar 25 unit. Dengan demikian, pesanan dilakukan setiap12 minggu atau 3 bulan sekali. Jika EOQ 300 unit dan kebutuhan bahan baku selama satu periode (satu tahun) 1.200 unit, maka jumlah pesanan adalah 4X pesanan. Pada 4X pesanan biaya persediaan yang paling ekonomis dapat disajikan dalam tabel 12.1


Berdasarkan perhitungan dalam tabel 12.1 tersebut, maka biaya persediaan yang paling ekonomis adalah Rp 120, yaitu pada tingkat pesanan 400 unit sekali pesan, dan perusahaan hanya memesan 4X. Pada 3X kali pesanan biaya persediaan sebesar Rp 125, dan pada 5X pesanan, biaya persediaan sebesar Rp 123.

2.      Titik Pemesanan Kembali (Recorder Point)

Dalam pengelolaan persediaan bahan baku, perusahaan harus mempunyai persediaan besi (safety stock), yaitu suatu jumlah persediaan bahan baku yang harus selalu ada dalam gudang untuk menjaga kemungkinan terlambatnya bahan baku yang di pesan. Di samping itu, perusahaan juga harus memperhitungkan penggunaan bahan baku selama waktu menunggu datangnya bahan baku yang di pesan (lead time).

Titik pemesanan kembali adalah titik dimana pesanan bahan baku harus dilakukan. Hal ini merupakan fungsi dari EOQ, waktu tunggu pesanan dating atau tenggang waktu, dan persediaan besi atau persediaan pengaman (safety stock). Ketiga unsure tersebut dapat di sajikan rumus sebagai berikut:

Rumus titik pemesanan kembali:
(Tingkat penggunaan bahan selama tenggang waktu + besi)

Misalnya lead time 6 minggu, dan kebutuhan bahan baku tiap minggu 25 unit, dan safety stock ditentukan 40% dari kebutuhan selama lead time, re-order point adalah sebagai berikut:

        Re-order point (ROP) = (6 X 25) + 40%(6 X 25) = 150 + 60 = 210 unit

Safety stock juga dapat ditentukan berdasr kebutuhan bahan baku dalam beberapa minggu, misalnya dalam 5 minggu, kebutuhan bahan baku tiap minggu 25 unit, maka:
        Re-order point (ROP) = (6 X 25) + (5 X25) = 150 + 125 = 275 unit

Yang berhak menentukan besarnya safety stock dan lead time adalah manajer pabrik berdasar pengalaman dari waktu ke waktu dan pengetrapan teori dalam praktik produksi. Pada hakikatnya praktik produksi menentukan teori produksi. Oleh sebab itu, walau jenis produksinya sama, praktiknya belum tentu sama, dan teori untuk memecahkan masalah juga tiadak sama.

Secara grafis, penentuan jumlah pesanan dengan biaya yang paling ekonomis pada tabel 12.1 dapat disajikan dalam gambar 12.1.









Gambar 11.1
Jumlah pesanan yang paling ekonomis
 
   


















Keterangan:
°         Makin sering melakukan pesanan makin besar biaya pemesanan
°         Makin sering melakukan pemesanan, makin kecil biaya penyimpanan

Titik pemesanan kembali (reorder point), jika safety stock dinyatakan 5 minggu kali kebutuhan per minggu atau sebesar 125 unit, dan tenggang waktu pemesanan diterima 6 minggu kali kebutuhan per minggu sebesar 150 minggu, maka titik pemesanan kembali sebesar 275 unit. Jumlah pesanan yang paling ekonomis adalah sebesar 725 unit yaitu dari perhitungan EOQ 600 unit ditambah 125 persediaan besi (safety stock). Hubungan titik pemesanan kembali, persediaan besi dan persediaan maksimum dapat disajikan dalam gambar 12.2.


Gambar 11.2
Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)


 
















3.      Biaya Kehabisan Persediaan

Perusahaan takut bila terjadi kehabisan persediaan,. Bila perusahaan kehabisan persediaan maka akan melibatkan analisis empat faktor yaitu: (1) siklus persediaan per tahun, (2) unit kehabisan persediaan, (3) kemungkinan kehabisan persediaan, dan (4) biaya kehabisan persediaan per unit. Multiplier dari keempat faktor tersebut disebut biaya kehabisan persediaan. Dengan demikian, biaya kehabisan persediaan dapat disajikan dengan perhitungan:
Ø  Biaya kehabisan = (siklus persediaan per tahun x unit kehabisan persediaan x kemungkinan kehabisan persediaan x biaya kehabisan persediaan per unit)
Ø  Siklus persediaan per tahun = (kebutuhan bahan baku per tahun / EOQ)
Ø  Unit kehabisan persediaan = (pemakaian bahan baku harian atau mingguan – unit bahan baku tenggang waktu atau  lead time)
Ø  Kemungkinan kehabisan persediaan adalah probabilitas atas pemakain bahan baku harian
Ø  Biaya kehabisan persediaan ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan manajer pembelian
Ø  Pada tabel ilustrasi diatas menunjukkan bahwa kebutuhan bahan selama satu tahun 1.200 unit, EOQ 300 unit, selama satu tahun dilakukan pesanan 4X atau setiap 3 bulan atau 12 minggu; kebutuhan bahan per minggu (300 unit / 12 minggu) = 25 unit. Waktu tunggu datangnya pesanan 6 minggu atau (6 x 25 unit) = 150 unit, dan penggunaan maksimum per minggu 30 unit atau (6 x 30 unit) = 180 unit, maka kehabisan persediaan dalam unit adalah 180 unit dikurangi 150 unit sama dengan 30 unit. Jika diketahui bahwa kemungkinan distribusi pemakaian mingguan adalah:

Pemakaian
Mingguan                Kemungkinan                     
     30                               0,2              
     25                               0,5
     20                               0,2
     10                               0,1


Manajer produksi menetapkan kemungkinan pemakaian harian 0,2 dan biaya kehabisan persediaan per unit Rp 2,083. Berdasarkan informasi yang tersedia itu dapat dihitung biaya kehabisan persediaan:
(4 x 30 x 0,2 x Rp2,083) = Rp 50.

Kemudian dapat dihitung besarnya persediaan pengaman dalam unit dengan rumus: (biaya kehabisan persediaan = biaya memiliki persediaan-persediaan pengaman). Biaya memiliki persediaan pengaman adalah biaya penyimpangan (carrying costs) kali harga bahan kali unit persediaan pengaman: (40% x Rp 1 x X) = Rp 0,4X. Besarnya unit persediaan pengaman: (Rp 50 = Rp 0,4X), jadi X atau unit persediaan pengaman = 125 unit.

Keunggulan Model EOQ:

1)       Dapat dijadikan dasar penukaran (trade off) antara biaya penyimpanan dengan biaya persiapan atau biaya pemesanan (setup cost).
2)       Dapat mengatasi ketidakpastian penggunaan persediaan pengaman atau persediaan besi (safety stock).
3)       Mudah diaplikasikan pada proses produksi yang outputnya telah memiliki standar tertentu dan diproduksi secara massal.
4)       Lazim digunakan pada rumah sakit, yaitu pada persediaan obat. Jika ada pasien yang sakit mendadak dan perlu obat segera, apotek rumah sakit dapat melayani dengan cepat.

Kelemahan Model EOQ:

Hakikatnya model EOQ adalah model yang menempatkan pemasok sebagai mitra bisnis sementara karena paradigma untung-rugi diterapkan pada mereka, sehingga penggunaan model ini terjadi berganti-ganti pemasok, dan hal ini dapat mengganggu proses produksi.

0 Response to "MANAJEMEN PERSEDIAAN"

Post a Comment