PENDARAHAN UTERI DISFUNGSIONAL


PATOFISIOLOGI :
PUD dapat terjadi pada siklus haid yang berovulasi (ovulatorik) maupun yang tidak berovulasi (anovulatorik) atau pada keadaan folikel yang persisten. (3,4,6) 
PUD pada siklus ovulatorik, lebih kerap terjadi pada usia reproduksi, perdarahan dapat terjadi pada pertengahan haid, atau perdarahan bercak pra dan pasca haid dan perdarahan akibat gangguan pelepasan endometrium. Perdarahan yang disebabkan oleh :
  1. Fase proliferasi yang memendek
  2. Fase proliferasi yang memanjang
  3. Insufisiensi  korpus luteum
  4. Aktivitas korpus luteum yang memanjang.(3,4)
PUD pada siklus anovulatorik, sering dijumpai pada masa perimenopause dan massa reproduksi. Dasar dari perdarahan yang terjadi pada siklus anovulatorik ini adalah karena tidak terjadinya ovulasi, maka korpus luteum tidak terbentuk. Dengan sendirinya akan terjadi kadar progesteron yang rendah dan estrogen yang berlebihan. Karena estrogen yang tinggi, maka endometrium mengalami proliferasi berlebihan (hiperplasi). Dengan rendahnya kadar progesteron, maka tebalnya endometrium tersebut tidak diikuti dengan terbentuknya penyangga yang baik, kaya pembuluh darah dan kelenjar. Jaringan ini rapu, mudah melepaskan bagian permukaan, dan menimbulkan perdarahan. Perdarahan disatu tempat baru sembuh, timbul perdarahan  ditempat lain, sehingga perdarahan tidak terjadi secara bersamaan.(4,6) Gangguan perdarahan yang terjadi dapat berupa perdarahan yang  sedikit atau banyak bergumpal-gumpal dengan siklus yang teratur maupun yang tidak teratur.(3,4)
PUD pada keadaan folikel persisten, sering dijumpai pada masa perimenopause, jarang pada masa reproduksi. Yang dimaksud dengan folikel persisten adalah stagnasinya fase perkembangan folikel disatu fase sebelum fase ovulasi. Keadaan ini menyebabkan rangsangan yang terus menerus dan menetap  dari estrogen terhadap endometrium sehingga terjadi hiperplasia endomterium.(3,4,6)  Perdarahan terjadi pada tingkat hiperplasia endometrium lanjut, atau apabila folikel tidak mampu lagi membentuk estrogen, maka terjadi perdarahan lucut estrogen.(3,4,6) 
      Dalam hubungannya dengan siklus haid, PUD lebih sering ditemukan pada siklus anovularik, yaitu sekitar 85-90%.(1,7,8) 

GAMBARAN KLINIS : (6)  
·      Perdarahan dapat terjadi setiap waktu dalam siklus haid
·      Perdarahan dapat bersifat sedikit-sedikit, terus menerus atau banyak dan berulang-ulang
·      Paling sering dijumpai pada masa menars atau masa perimenopause.

DIAGNOSIS :
Untuk menegakkan diagnosis pasti PUD, harus disingkirkan : (2,3,4)  
·      Kelainan organik
·      Gangguan hematologi (faktor perdarahan)
Tahap pemeriksaaan sbb :
1.      Anamnesis
Riwayat penyakit perlu diketahui usia menars, siklus haid pascamenars, begitu pula jenis, lama dan jumlah darah haid, serta keadaan emosi penderita.(1,2,4)  
Adanya nyeri sering menunjukkan adanya patologi lain, sedangkan bekuan darah menandakan perdarahan yang cukup banyak.(1)  
2.      Pemeriksaan fisis
2.1. Umum
Keadaan umum penderita diperiksa berdasarkan perdarahan yang terjadi. Sebab lain yang mungkin berhubungan dengan perdarahan juga perlu dicari, seperti tanda hipo/hipertiroid, kelainan hematologis atau pembesaran organ-organ.(1,2,4) 
2.2. Ginekologis
Kelainan genitalia interna perlu dicari, seperti erosi, radang, tumor atau keganasan, dan infeksi. Penderita dengan himen yang utuh (belum menikah) diperiksa melalui rektum (rectal toucher) dan apabila mungkin disertai dengan vaginoskopi.(1,2,4)   
3.      Pemeriksaan penunjang
3.1. Pemeriksaan laboratorik
Pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hemostasis diperlukan menilai kelainan hematologis.(1,2,4) 
Biopsi endomterium dilakukan ketika terjadi perdarahan diperlukan untuk pemeriksaan histopatologis dan pemeriksaan hormonal membantu untuk melihat kelainan hormonal yang mendasari PUD.(1,4)  
3.2. Penentuan ovulasi
Penentuan siklus ovulatorik atau anovulatorik merupakan hal yang penting pada penanganan PUD. Keadaan ini dapat dinilai dengan beberapa cara pemeriksaan : Suhu basal badan (SBB), Sitologi serial usap vagina, biopsi endometrium, uji pakis dan peneraan hormonal serum (FSH, LH, Estradiol, Progesteron dan Prolaktin.(1,2,4) 
Selain itu gangguan fungsi dari organ endokrin ekstra gonad terkadang perlu juga dinilai, yaitu adrenal,tiroid dan pankreas.(1,2)  
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya, tujuan penatalaksanaan PUD adalah (1,6)
  1. Memperbaiki keadaan umum
  2. Menghentikan perdarahan
  3. Mengembalikan fungsi homron reproduksi
  4. Menghilangkan ancaman keganasan
Penghentian perdarahan
Pemakaian homronal (2,3,4,5)  
PUD ovulatorik :
      Perdarahan pertengahan siklus
                  Estrogen 0,625 - 1,25 mg, hari ke 10 - 15 siklus
      Perdarahan bercak pra haid
                  Progesteron 5 - 10 mg, hari ke 17 - 26 siklus
      Perdarahan pasca haid
                  Estrogen 0,625 - 1,25 mg, hari ke 2 - 7 siklus
      Polimenorea
PUD anovulatorik
      Kombinasi estrogen dan progesteron seperti pil KB kombinasi, 2x1 tablet selama 2-3 hari, diteruskan 1x1 tablet 21 hari.
      Progesteron 10 - 20 mg selama 7 - 10 hari.
Folikel persisten
      Pemberian progesteron (DMPA = depo MPA) mampu menghentikan proses terjadinya hiperplasia pada sebagian besar kasus.

Pengobatan lain :
a.    Pemakaian penghambat sintesis prostaglandin
Biasa dipakai asam mefenamat 3x500 mg/hari selama 3 - 5 hari terbukti mampu mengurangi perdarahan atau naproksen dengan dosis 3x500 mg selama 3 hari dengan hasil yang sama.(1) 
b.    Pemakaian antifibrinolitik
Sediaan yang ada untuk keperluan ini adalah asam aminokaproat dan asam traneksamat, dosis yang diberikan adalah 4x1 - 1,5 gr/hari selama 4 - 7 hari.(1) 

Pengobatan operatif
Jenis pengobatan ini mencakup :
1.    Dilatasi dan kuretase
Dilatasi dan kuretase merupakan tahap yang ringan dari jenis pengobatan operatif pada PUD. Untuk tujuan menghentikan perdarahan, tindakan kuretase ternyata berhasil mengatasi keadaan pada 40 - 60 % kasus PUD.(2) 
2.    Ablasi endometrium dengan laser
Pada tindakan ketiga lapisan endomterium diablasikan dengan cara vaporasi neodymium YAG laser. Endometrium akan hilang permanen sehingga penderita akan  mengalami henti haid yang permanen pula.(1)
3.    Histerektomi
Tindakan histerektomi harus memperhatikan usia dan paritas  penderita. Pada penderita muda, tindakan ini merupakan pilihan terakhir. Sebaliknya pada penderita perimenopause atau menopause, histerektomi harus dipertimbangkan bagi semua kasus perdarahan yang menetap atau berulang. Selain itu histerektomi juga dilakukan untuk PUD dengan gambaran  histologis endometrium hiperplasia atipik dan kegagalan pengobatan hormonal maupun dilatasi kuretase.(1) 

Mengembalikan keseimbangan fungsi hormon reproduksi
Usaha ini meliputi pengembalian siklus haid abnormal menjadi normal, pengubahan siklus anovulatorik menjadi ovulatorik atau perbaikan suasana sehingga terpenuhi persyaratan untuk pemicuan ovulasi.
Berikan MPA        10 - 20 mg.hari mulai hari ke 16 - 25 siklus haid atau
Didrogesteron       10 - 20 mg/hari mulai hari ke 16 - 25 siklus haid atau
Linestrenol              5 - 15 mg/hari mulai hari ke 16 - 25 siklus haid.
Pengobatan hormonal ini diberikan untuk tiga siklus haid, jika gagal setelah diberikan tiga siklus dan ovulasi tidak terjadi, maka dilakukan pemicuan ovulasi.1,2 

KEPUSTAKAAN :
1.    Kadarusman Y., Jacoeb TZ., Baziad A. Perdarahan uterus disfungsional kronik pada masa reproduksi : Aspek patofisiologi dan pengobatan dengan progesteron. MOGI 1993 ; 19 : 67-81
2.    Baziad A., Jacoeb TZ.,  Surjana EJ. Pengobatan perdarahan uterus disfungsional. Dalam : Baziad A., Jacoeb TZ., Surjana EJ, Alkaff Z. ed. Endokrinologi ginekologi, Edisi  I. Jakarta : Kelompok Studi Endokrinologi Reproduksi Indonesia (KSERI) Bekerjasama dengan Media Aesculapius,  1993 : 61 - 9
3.    Rachman LA. Pengobatan perdarahan uterus disfungsional. Dalam : Affandi B, ed. Gangguan haid pada remaja dan dewasa. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1990 : 59-75
4.    Jacoeb TZ., Racman LA., Soebijanto, Surjana EJ. Panduan endokrinologi reproduksi. Jakarta : Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI / RSCM, 1985 : 27 - 30
5.    Saifuddin AB., Utama H. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991 : 78 - 80
6.    Abadi A, Sukaputra B, Waspodo D., dkk. Pedoman diagnosis dan terapi RSUD dr. Soetomo. Surabay : Lab/UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK. UNAIR, 1994 : 79 - 82
7.    Dysfunctional uterine bleeding. Schering AG : 9
8.    Suastino T. Pengalaman pengobatan 22 kasus perdarahan uterus disfungsional dengan progesteron (linestrenol). Dalam : Suryana EJ, Moeloek FA., Gadroen W., ed. Kumpulan makalah simposium terapi progesteron. Manado : PTP VI POGI 1989 : 37-49 .

0 Response to "PENDARAHAN UTERI DISFUNGSIONAL "

Post a Comment