Saturday, March 9, 2013
Kesehatan
PENDARAHAN UTERI DISFUNGSIONAL
PATOFISIOLOGI :
PUD dapat terjadi pada siklus haid yang berovulasi
(ovulatorik) maupun yang tidak berovulasi (anovulatorik) atau pada keadaan
folikel yang persisten. (3,4,6)
PUD pada siklus ovulatorik, lebih kerap terjadi pada usia
reproduksi, perdarahan dapat terjadi pada pertengahan haid, atau perdarahan
bercak pra dan pasca haid dan perdarahan akibat gangguan pelepasan endometrium.
Perdarahan yang disebabkan oleh :
- Fase proliferasi yang memendek
- Fase proliferasi yang memanjang
- Insufisiensi korpus luteum
- Aktivitas korpus luteum yang memanjang.(3,4)
PUD pada siklus anovulatorik, sering dijumpai pada masa
perimenopause dan massa reproduksi. Dasar dari perdarahan yang terjadi pada
siklus anovulatorik ini adalah karena tidak terjadinya ovulasi, maka korpus
luteum tidak terbentuk. Dengan sendirinya akan terjadi kadar progesteron yang
rendah dan estrogen yang berlebihan. Karena estrogen yang tinggi, maka
endometrium mengalami proliferasi berlebihan (hiperplasi). Dengan rendahnya
kadar progesteron, maka tebalnya endometrium tersebut tidak diikuti dengan
terbentuknya penyangga yang baik, kaya pembuluh darah dan kelenjar. Jaringan
ini rapu, mudah melepaskan bagian permukaan, dan menimbulkan perdarahan.
Perdarahan disatu tempat baru sembuh, timbul perdarahan ditempat lain, sehingga perdarahan tidak
terjadi secara bersamaan.(4,6) Gangguan perdarahan yang terjadi
dapat berupa perdarahan yang sedikit
atau banyak bergumpal-gumpal dengan siklus yang teratur maupun yang tidak
teratur.(3,4)
PUD pada keadaan folikel persisten, sering dijumpai pada masa
perimenopause, jarang pada masa reproduksi. Yang dimaksud dengan folikel
persisten adalah stagnasinya fase perkembangan folikel disatu fase sebelum fase
ovulasi. Keadaan ini menyebabkan rangsangan yang terus menerus dan menetap dari estrogen terhadap endometrium sehingga terjadi
hiperplasia endomterium.(3,4,6) Perdarahan terjadi pada tingkat hiperplasia
endometrium lanjut, atau apabila folikel tidak mampu lagi membentuk estrogen,
maka terjadi perdarahan lucut estrogen.(3,4,6)
Dalam hubungannya
dengan siklus haid, PUD lebih sering ditemukan pada siklus anovularik, yaitu
sekitar 85-90%.(1,7,8)
GAMBARAN
KLINIS : (6)
·
Perdarahan dapat terjadi setiap
waktu dalam siklus haid
·
Perdarahan dapat bersifat
sedikit-sedikit, terus menerus atau banyak dan berulang-ulang
·
Paling sering dijumpai pada masa
menars atau masa perimenopause.
DIAGNOSIS
:
Untuk menegakkan diagnosis pasti PUD, harus disingkirkan : (2,3,4)
·
Kelainan organik
·
Gangguan hematologi (faktor
perdarahan)
Tahap
pemeriksaaan sbb :
1.
Anamnesis
Riwayat penyakit perlu diketahui
usia menars, siklus haid pascamenars, begitu pula jenis, lama dan jumlah darah
haid, serta keadaan emosi penderita.(1,2,4)
Adanya nyeri sering menunjukkan
adanya patologi lain, sedangkan bekuan darah menandakan perdarahan yang cukup
banyak.(1)
2.
Pemeriksaan fisis
2.1. Umum
Keadaan umum penderita diperiksa
berdasarkan perdarahan yang terjadi. Sebab lain yang mungkin berhubungan dengan
perdarahan juga perlu dicari, seperti tanda hipo/hipertiroid, kelainan
hematologis atau pembesaran organ-organ.(1,2,4)
2.2. Ginekologis
Kelainan genitalia interna perlu
dicari, seperti erosi, radang, tumor atau keganasan, dan infeksi. Penderita
dengan himen yang utuh (belum menikah) diperiksa melalui rektum (rectal toucher) dan apabila mungkin
disertai dengan vaginoskopi.(1,2,4)
3.
Pemeriksaan penunjang
3.1. Pemeriksaan laboratorik
Pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hemostasis diperlukan
menilai kelainan hematologis.(1,2,4)
Biopsi endomterium dilakukan ketika terjadi perdarahan
diperlukan untuk pemeriksaan histopatologis dan pemeriksaan hormonal membantu
untuk melihat kelainan hormonal yang mendasari PUD.(1,4)
3.2. Penentuan ovulasi
Penentuan siklus ovulatorik atau anovulatorik merupakan hal
yang penting pada penanganan PUD. Keadaan ini dapat dinilai dengan beberapa
cara pemeriksaan : Suhu basal badan (SBB), Sitologi serial usap vagina, biopsi
endometrium, uji pakis dan peneraan hormonal serum (FSH, LH, Estradiol,
Progesteron dan Prolaktin.(1,2,4)
Selain itu gangguan fungsi dari organ endokrin ekstra gonad
terkadang perlu juga dinilai, yaitu adrenal,tiroid dan pankreas.(1,2)
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya, tujuan penatalaksanaan PUD adalah (1,6)
- Memperbaiki keadaan umum
- Menghentikan perdarahan
- Mengembalikan fungsi homron reproduksi
- Menghilangkan ancaman keganasan
Penghentian perdarahan
Pemakaian homronal (2,3,4,5)
PUD ovulatorik :
Perdarahan
pertengahan siklus
Estrogen
0,625 - 1,25 mg, hari ke 10 - 15 siklus
Perdarahan bercak
pra haid
Progesteron
5 - 10 mg, hari ke 17 - 26 siklus
Perdarahan pasca
haid
Estrogen
0,625 - 1,25 mg, hari ke 2 - 7 siklus
Polimenorea
PUD anovulatorik
Kombinasi estrogen
dan progesteron seperti pil KB kombinasi, 2x1 tablet selama 2-3 hari,
diteruskan 1x1 tablet 21 hari.
Progesteron 10 -
20 mg selama 7 - 10 hari.
Folikel persisten
Pemberian
progesteron (DMPA = depo MPA) mampu menghentikan proses terjadinya hiperplasia
pada sebagian besar kasus.
Pengobatan
lain :
a.
Pemakaian penghambat sintesis
prostaglandin
Biasa dipakai asam mefenamat
3x500 mg/hari selama 3 - 5 hari terbukti mampu mengurangi perdarahan atau naproksen
dengan dosis 3x500 mg selama 3 hari dengan hasil yang sama.(1)
b.
Pemakaian antifibrinolitik
Sediaan yang ada untuk
keperluan ini adalah asam aminokaproat dan asam traneksamat, dosis yang
diberikan adalah 4x1 - 1,5 gr/hari selama 4 - 7 hari.(1)
Pengobatan
operatif
Jenis pengobatan ini mencakup :
1.
Dilatasi dan kuretase
Dilatasi dan kuretase
merupakan tahap yang ringan dari jenis pengobatan operatif pada PUD. Untuk
tujuan menghentikan perdarahan, tindakan kuretase ternyata berhasil mengatasi
keadaan pada 40 - 60 % kasus PUD.(2)
2.
Ablasi endometrium dengan laser
Pada tindakan ketiga lapisan
endomterium diablasikan dengan cara vaporasi neodymium YAG laser. Endometrium
akan hilang permanen sehingga penderita akan
mengalami henti haid yang permanen pula.(1)
3.
Histerektomi
Tindakan histerektomi harus
memperhatikan usia dan paritas
penderita. Pada penderita muda, tindakan ini merupakan pilihan terakhir.
Sebaliknya pada penderita perimenopause atau menopause, histerektomi harus
dipertimbangkan bagi semua kasus perdarahan yang menetap atau berulang. Selain
itu histerektomi juga dilakukan untuk PUD dengan gambaran histologis endometrium hiperplasia atipik dan
kegagalan pengobatan hormonal maupun dilatasi kuretase.(1)
Mengembalikan
keseimbangan fungsi hormon reproduksi
Usaha ini meliputi pengembalian siklus haid abnormal menjadi
normal, pengubahan siklus anovulatorik menjadi ovulatorik atau perbaikan
suasana sehingga terpenuhi persyaratan untuk pemicuan ovulasi.
Berikan MPA 10 -
20 mg.hari mulai hari ke 16 - 25 siklus haid atau
Didrogesteron 10 -
20 mg/hari mulai hari ke 16 - 25 siklus haid atau
Linestrenol 5 - 15 mg/hari mulai hari ke 16 - 25 siklus
haid.
Pengobatan hormonal ini diberikan untuk tiga siklus haid,
jika gagal setelah diberikan tiga siklus dan ovulasi tidak terjadi, maka
dilakukan pemicuan ovulasi.1,2
KEPUSTAKAAN
:
1.
Kadarusman Y., Jacoeb TZ., Baziad
A. Perdarahan uterus disfungsional kronik pada masa reproduksi : Aspek
patofisiologi dan pengobatan dengan progesteron. MOGI 1993 ; 19 : 67-81
2.
Baziad A., Jacoeb TZ., Surjana EJ. Pengobatan perdarahan uterus
disfungsional. Dalam : Baziad A., Jacoeb TZ., Surjana EJ, Alkaff Z. ed.
Endokrinologi ginekologi, Edisi I. Jakarta
: Kelompok Studi Endokrinologi Reproduksi Indonesia (KSERI) Bekerjasama dengan
Media Aesculapius, 1993 : 61 - 9
3.
Rachman LA. Pengobatan perdarahan
uterus disfungsional. Dalam : Affandi B, ed. Gangguan haid pada remaja dan
dewasa. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1990 : 59-75
4.
Jacoeb TZ., Racman LA., Soebijanto,
Surjana EJ. Panduan endokrinologi reproduksi. Jakarta : Bagian Obstetri dan
Ginekologi FKUI / RSCM, 1985 : 27 - 30
5.
Saifuddin AB., Utama H. Standar
pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991 :
78 - 80
6.
Abadi A, Sukaputra B, Waspodo D.,
dkk. Pedoman diagnosis dan terapi RSUD dr. Soetomo. Surabay : Lab/UPF Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK. UNAIR, 1994 : 79 - 82
7.
Dysfunctional uterine bleeding.
Schering AG : 9
8.
Suastino T. Pengalaman pengobatan
22 kasus perdarahan uterus disfungsional dengan progesteron (linestrenol).
Dalam : Suryana EJ, Moeloek FA., Gadroen W., ed. Kumpulan makalah simposium
terapi progesteron. Manado : PTP VI POGI 1989 : 37-49 .
0 Response to "PENDARAHAN UTERI DISFUNGSIONAL "
Post a Comment