Wednesday, June 19, 2013
Kesehatan
Maampaat Minum Teh Untuk Kesehatan Tubuh
Teh merupakan jenis minuman yang
digemari oleh masyarakat dan sangat bermanfaat, terbuat dari pucuk tanaman teh
(Camellia sinensis) melalui proses
pengolahan tertentu. Berdasarkan prosesnya, teh dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau,
teh hitam,
dan teh oolong. Teh hijau merupakan teh yang berasal dari pucuk daun teh yang sebelumnya
mengalami pemanasan dengan uap air untuk menonaktifkan enzim oksidase atau
fenolase sehingga oksidasi terhadap katekin dapat dicegah (Hartoyno, 2003). Teh
hitam merupakan teh yang berasal dari pucuk daun teh segar yang dibiarkan layu
sebelum digulung, kemudian daun-daun tersebut dibiarkan selama beberapa jam
sebelum dipanaskan dan dikeringkan. Selama itu, enzim yang terdapat pada
daun-daun teh akan mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa-senyawa yang ada di
dalam teh sehingga menghasilkan warna, rasa, dan aroma. Teh oolong merupakan
teh yang dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah
proses rolling (penggulungan daun)
dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi (Hartoyo, 2003).
Teh mengandung berbagai macam
komponen aktif yang mempunyai fungsi tertentu di dalam tubuh. Komponen aktif
dalam teh yang mempunyai kemampuan antioksidan paling efektif adalah polifenol
(Miean dan Mohamed, 2001). Polifenol merupakan komponen bioaktif pada teh yang
merupakan kunci utama khasiat teh. Senyawa polifenol dapat berperan sebagai
penangkap radikal bebas (antioksidan) hidroksil (OH*) sehingga tidak
mengoksidasi lemak, protein, dan DNA dalam sel.
Radikal merupakan senyawa yang bersifat
oksidat (mudah mengoksidasi) karena memiliki elektron yang tidak berpasangan
sehingga berada dalam bentuk yang tidak stabil. Karena bentuk yang tidak stabil
ini, senyawa radikal akan merebut elektron dari senyawa lain seperti asam lemak
tidak jenuh pada membran sel (lipid), protein, atau asam nukleat (dapat
menyebabkan mutasi gen) yang pada akhirnya dapat menyebabkan timbulnya
penyakit-penyakit degeneratif pada manusia. Oleh karena itu, untuk dapat
meredam kereaktifan senyawa radikal tersebut, diperlukan senyawa antioksidan,
seperti polifenol pada teh, untuk dapat mendonorkan H+ kepada
senyawa radikal sehingga stabil.
Walaupun ketiga jenis teh yang
ada berasal dari tanaman yang sama (Camellia
sinensis), terdapat perbedaan yang cukup berarti dalam kandungan
polifenolnya (senyawa yang diyakini bermanfaat bagi kesehatan) sehingga
kapasitas (aktivitas) antioksidan pada teh pun berbeda-beda. Teh hijau
mengandung lebih dari 36% polifenol, sekalipun jumlah ini masih dipengaruhi
oleh cuaca (iklim), varietas, jenis tanah, dan tingkat kemasakan (Sibuea,
2003). Teh hijau ini memiliki kandungan polifenol tertinggi, kemudian teh
oolong, dan yang terendah adalah teh hitam.
Perbedaan kandungan polifenol
pada berbagai jenis teh, terutama dipengaruhi oleh tahapan fermentasi pada saat
pengolahannya. Pada awal tahap fermentasi, akan terbentuk theaflavin dan
berkurangnya jumlah polifenol (epigalokatekin, epigalokatekin galat, atau
epikatekin galat). Pada akhir tahap fermentasi, sebagian theaflavin akan diubah
menjadi thearubigin. Komponen polifenol mudah teroksidasi menjadi bentuk lain
yang dapat mengurangi kemampuannya sebagai antioksidan.
Pada praktikum kali ini, sampel
yang digunakan adalah teh hijau dan teh hitam dari berbagai merek teh, seperti Teh
Sariwangi (teh hitam), Teh Sariwangi Celup (teh hijau), Teh Kepala Jenggot (teh
hitam), Teh Kepala Jenggot (teh hijau), Teh Sosro Celup (teh hitam), dan Teh
Cap Botol (teh hitam). Kemudian setiap sampel teh tersebut akan diukur
kapasitas antioksidannya dengan menggunakan DPPH.
Pokorny (2001) menyatakan bahwa
pengukuran kapasitas antioksidan menggunakan DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil
atau 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) merupakan aplikasi dari
metode radical-scavenging. Metode tersebut merupakan
mekanisme utama dari aktivitas antioksidan dalam makanan. Pengukuran kapasitas
antioksidan dengan DPPH merupakan metode untuk mengkaji aktivitas antioksidan
menggunakan radikal sintetis dalam larutan organik polar, seperti metanol, pada
suhu ruang.
DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil
atau 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) adalah suatu radikal
stabil yang dapat bereaksi dengan radikal lain membentuk suatu senyawa yang
stabil atau bereaksi dengan atom hidrogen (yang berasal dari suatu antioksidan)
membentuk DPPH tereduksi (DPPH-H). Pada metode ini, DPPH yang telah mencapai
keadaan stabil akibat peranan antioksidan yang diujikan, diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 517 nm. Nilai absorbansi yang terukur akan mengalami
penurunan dibandingkan blanko karena adanya reduksi oleh antioksidan (AH)
ataupun bereaksi dengan radikal (R.)
dalam mekanisme pemutusan rantai autooksidasi. Berikut ini ialah reaksi yang
umum terjadi.
DPPH. + AH → DPPH-H + A.
DPPH. + R. → DPPH-R
Atau: DPPH + H → DPPH-H
(Ungu) (Antioksidan teh)
(tidak berwarna atau berwarna kuning)
Larutan DPPH berwarna ungu, sedangkan DPPH
tereduksi tidak memiliki absorpsi maksimum pada panjang gelombang sinar tampak.
Dengan demikian, semakin kuat kapasitas antioksidan suatu senyawa, maka semakin
pudar warna ungu yang dihasilkan. Kapasitas antioksidan (%) dapat dihitung
dengan rumus:
Kapasitas antioksidan (%) =
Untuk pengukuran kapasitas antioksidan menggunakan
DPPH ini, blanko yang digunakan adalah 8 ml metanol.
Reaksi cepat dari DPPH terjadi
dengan beberapa jenis senyawa fenolik seperti α-tocopherol, walaupun reaksi sekunder
yang lambat masih mungkin terjadi dan mempengaruhi penurunan absorbansi
sehingga keadaan steady state hanya
dapat dicapai dalam hitungan jam (Pokorny et
al., 2001). Oleh karena itu, umumnya laporan mengenai uji kapasitas
antioksidan dengan DPPH berisi laporan reaksi oksidasi yang terjadi pada waktu
reaksi 10-15 menit. Data tersebut umum disebut dengan istilah IC50 yakni
konsentrasi antioksidan yang dibutuhkan untuk menghasilkan penghambatan radikal
DPPH sebesar 50%.
Selain itu, untuk memperkirakan
total (kapasitas) antioksidan yang berasal dari tanaman (teh), dilakukan pula
pengukuran total fenol. Dalam hal ini, fenol digunakan sebagai parameter
pengukuran karena fenol merupakan antioksidan utama yang berasal dari tanaman
(teh). Senyawa-senyawa fenolik memiliki aktivitas antioksidan karena
kemampuannya mendonorkan atom hidrogen dari gugus hidroksilnya kepada senyawa
radikal.
Dalam praktikum, digunakan reagen
Folin Ciocalteau 50% karena fenol dapat bereaksi dengan Folin membentuk larutan
berwarna yang dapat diukur absorbansinya. Semakin tinggi kandungan fenol (jumlah gugus hidroksil fenolik) suatu
sampel, maka semakin tinggi pula absorbansinya. Selain itu, digunakan pula Na2CO3
5% untuk menciptakan kondisi basa untuk mendorong terjadinya reaksi antara
senyawa fenol dengan reagen Folin Ciocalteau. Prinsip dari metode ini adalah terbentuknya senyawa kompleks berwarna
biru yang dapat diukur pada panjang gelombang 725 nm. Warna biru dihasilkan
dari reduksi kompleks fosfotungstat-fosfomolibdat yang terdapat dalam pereaksi Folin
Ciocalteau oleh senyawa fenol dalam suasana basa.
Penyimpanan campuran larutan di
ruang gelap bertujuan untuk mencegah terpaparnya komponen fenol (katekin) oleh
cahaya yang dapat menyebabkannya teroksidasi menjadi theaflavin, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kesalahan negatif pada analisis. Untuk
pengukuran total fenol ini, larutan standar yang digunakan adalah asam galat
atau asam 3,4,5-trihidroksibenzoat (C6H2(OH)3CO2H)
dengan variasi konsentrasi 0, 50, 100, 150, 200, dan 250 mg/L. Struktur
kimia asam galat adalah sebagai berikut:
Gambar
11. Struktur kimia asam galat (Hernawan dan Setyawan, 2003)
Komponen
fenol yang dihitung pada percobaan ini adalah komponen fenol keseluruhan yang
terdapat di dalam teh sehingga disebut sebagai total fenol. Analisis dilakukan
dengan menggunakan reagen Folin Ciocalteau dan diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Metode ini didasarkan pada
kekuatan reduksi gugus hidroksil fenolik dan sangat tidak spesifik karena tidak
membedakan antarjenis komponen fenolik, namun semua jenis fenol dapat dideteksi
dengan sensitifitas yang bervariasi.
Berdasarkan data praktikum dan
hasil perhitungan pada praktikum pengukuran kapasitas antioksidan menggunakan
DPPH, diperoleh bahwa:
Sampel Teh
|
IC50
(mg/ml)
|
Teh Sariwangi
(Teh Hitam)
|
1.3502
|
Teh Sariwangi Celup
(Teh Hijau)
|
0.8202
|
Teh Kepala Jenggot
(Teh Hitam)
|
0.5882
|
Teh Kepala Jenggot
(Teh Hijau)
|
0.9332
|
Teh Sosro Celup
(Teh Hitam)
|
1.0248
|
Teh Cap Botol
(Teh Hitam)
|
1.1917
|
Berdasarkan hasil tersebut, terbukti bahwa
kapasitas (aktivitas) antioksidan pada teh hijau relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan kapasitas (aktivitas) antioksidan pada teh hitam. Hal ini
dapat dilihat dari nilai IC50 yang relatif lebih rendah pada teh
hijau, yaitu 0.8202 (teh Sariwangi Celup) dan 0.9332 (teh Kepala Jenggot)
daripada teh hitam, yaitu 1.3502 (teh Sariwangi), 0.5882 (teh Kepala Jenggot),
1.0248 (teh Sosro Celup), dan 1.1917 (teh Cap Botol), yang menunjukkan bahwa teh
hijau dengan konsentrasi teh yang lebih rendah daripada teh hitam dapat
memberikan efek penghambatan yang sama terhadap radikal DPPH, yaitu sebesar
50%. Hal ini berarti bahwa kapasitas (aktivitas) antioksidan pada teh hijau
memang lebih tinggi dibandingkan dengan teh hitam. Ini disebabkan oleh proses
fermentasi yang dialami oleh teh hitam yang menyebabkan kandungan senyawa
antioksidannya menurun.
Jika dilihat secara keseluruhan,
sampel yang memiliki nilai IC50 terendah adalah teh Kepala Jenggot
(teh hitam). Hal ini berarti teh Kepala Jenggot (teh hitam) tersebut memiliki
kapasitas antioksidan tertinggi. Namun, hal ini tidak sesuai dengan teori, di
mana teh hijau memiliki kapasitas antioksidan yang relatif lebih tinggi
daripada teh hitam. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya kesalahan yang
dilakukan oleh praktikan, yaitu ketidaktelitian praktikan dalam melakukan
analisis. Oleh karena itu, kemungkinan data tersebut kurang valid sehingga
sampel teh yang diperkirakan memiliki kapasitas antioksidan tertinggi adalah
teh Sariwangi Celup (teh hijau).
Berdasarkan data praktikum dan
hasil pengukuran pada praktikum pegukuran total fenol, diperoleh bahwa:
Sampel Teh
|
Berat Sampel yang Dianalisis (mg)
|
Total Fenol (mg/L)
|
Teh Sariwangi
(Teh Hitam)
|
50
|
188.0000
|
Teh Sariwangi Celup
(Teh Hijau)
|
100
|
649.3333
|
Teh Kepala Jenggot
(Teh Hitam)
|
50
|
520.8889
|
Teh Kepala Jenggot
(Teh Hijau)
|
100
|
603.1111
|
Teh Sosro Celup
(Teh Hitam)
|
50
|
87.5556
|
Teh Cap Botol
(Teh Hitam)
|
100
|
340.8889
|
Berdasarkan hasil tersebut, jika dilihat dari
sampel teh yang beratnya 100 mg (teh Sariwangi Celup (teh hijau), teh Kepala
Jenggot (teh hijau), dan teh Cap botol (teh hitam)), terbukti bahwa kandungan
fenol pada teh hijau relatif lebih tinggi, yaitu 649.3333 mg/L (teh Sariwangi
Celup) dan 603.1111 mg/L (teh Kepala Jenggot) dibandingkan dengan teh hitam,
yaitu 340.8889 mg/L (teh Cap Botol). Ini disebabkan pula oleh proses fermentasi
yang dialami oleh teh hitam yang mengakibatkan kandungan senyawa antioksidannya
(polifenol) menurun. Komponen polifenol ini mudah teroksidasi (difermentasi)
menjadi bentuk lain (theaflavin dan thearubigin) sehingga jumlahnya berkurang.
Akibatnya, kemampuan senyawa fenol tersebut sebagai antioksidan menjadi
berkurang. Oleh karena itu, data ini juga memperkuat data yang diperoleh pada
pengukuran kapasitas antioksidan menggunakan DPPH.
Pada sampel teh yang beratnya 50
mg (teh Sariwangi (teh hitam), teh Kepala Jenggot (teh hitam), dan teh Sosro
Celup (teh hitam)), terlihat bahwa nilai total fenol di antara ketiga sampel
tersebut cukup berbeda jauh (188.0000, 520.8889, dan 87.5556 mg/L) walaupun
ketiga teh tersebut tergolong dalam teh yang sama, yaitu teh hitam. Hal ini
dapat dipengaruhi oleh cuaca (iklim), varietas, jenis tanah, tingkat kemasakan,
dan proses pengolahan yang dialami oleh masing-masing merek teh.
Namun, secara keseluruhan, hasil
percobaan ini juga tidak seluruhnya menunjukkan kesesuaian dengan teori yang
ada. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidaktelitian praktikan dalam
melaksanakan praktikum, seperti kesalahan praktikan saat menggunakan sampel
untuk pengukuran total fenol sebesar 100 mg (dua kali dari yang terdapat pada
prosedur), namun pereaksi yang digunakan tetap jumlahnya.
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa kapasitas
(aktivitas) antioksidan pada teh hijau lebih tinggi dibandingkan dengan
kapasitas (aktivitas) antioksidan pada teh hitam, yang ditunjukkan oleh nilai
IC50 yang relatif lebih rendah pada teh hijau daripada teh hitam,
dengan teh Sariwangi Celup (teh hijau) yang memiliki kapasitas antioksidan
tertinggi. Hal ini diperkuat pula dengan hasil total fenol pada teh hijau yang
juga lebih tinggi dibandingkan dengan teh hitam.
0 Response to "Maampaat Minum Teh Untuk Kesehatan Tubuh"
Post a Comment