Maampaat Minum Teh Untuk Kesehatan Tubuh

Teh merupakan jenis minuman yang digemari oleh masyarakat dan sangat bermanfaat, terbuat dari pucuk tanaman teh (Camellia sinensis) melalui proses pengolahan tertentu. Berdasarkan prosesnya, teh dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh hitam, dan teh oolong. Teh hijau merupakan teh yang berasal dari pucuk daun teh yang sebelumnya mengalami pemanasan dengan uap air untuk menonaktifkan enzim oksidase atau fenolase sehingga oksidasi terhadap katekin dapat dicegah (Hartoyno, 2003). Teh hitam merupakan teh yang berasal dari pucuk daun teh segar yang dibiarkan layu sebelum digulung, kemudian daun-daun tersebut dibiarkan selama beberapa jam sebelum dipanaskan dan dikeringkan. Selama itu, enzim yang terdapat pada daun-daun teh akan mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa-senyawa yang ada di dalam teh sehingga menghasilkan warna, rasa, dan aroma. Teh oolong merupakan teh yang dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses rolling (penggulungan daun) dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi (Hartoyo, 2003).

Teh mengandung berbagai macam komponen aktif yang mempunyai fungsi tertentu di dalam tubuh. Komponen aktif dalam teh yang mempunyai kemampuan antioksidan paling efektif adalah polifenol (Miean dan Mohamed, 2001). Polifenol merupakan komponen bioaktif pada teh yang merupakan kunci utama khasiat teh. Senyawa polifenol dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas (antioksidan) hidroksil (OH*) sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein, dan DNA dalam sel.

Radikal merupakan senyawa yang bersifat oksidat (mudah mengoksidasi) karena memiliki elektron yang tidak berpasangan sehingga berada dalam bentuk yang tidak stabil. Karena bentuk yang tidak stabil ini, senyawa radikal akan merebut elektron dari senyawa lain seperti asam lemak tidak jenuh pada membran sel (lipid), protein, atau asam nukleat (dapat menyebabkan mutasi gen) yang pada akhirnya dapat menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit degeneratif pada manusia. Oleh karena itu, untuk dapat meredam kereaktifan senyawa radikal tersebut, diperlukan senyawa antioksidan, seperti polifenol pada teh, untuk dapat mendonorkan H+ kepada senyawa radikal sehingga stabil.

Walaupun ketiga jenis teh yang ada berasal dari tanaman yang sama (Camellia sinensis), terdapat perbedaan yang cukup berarti dalam kandungan polifenolnya (senyawa yang diyakini bermanfaat bagi kesehatan) sehingga kapasitas (aktivitas) antioksidan pada teh pun berbeda-beda. Teh hijau mengandung lebih dari 36% polifenol, sekalipun jumlah ini masih dipengaruhi oleh cuaca (iklim), varietas, jenis tanah, dan tingkat kemasakan (Sibuea, 2003). Teh hijau ini memiliki kandungan polifenol tertinggi, kemudian teh oolong, dan yang terendah adalah teh hitam.
Perbedaan kandungan polifenol pada berbagai jenis teh, terutama dipengaruhi oleh tahapan fermentasi pada saat pengolahannya. Pada awal tahap fermentasi, akan terbentuk theaflavin dan berkurangnya jumlah polifenol (epigalokatekin, epigalokatekin galat, atau epikatekin galat). Pada akhir tahap fermentasi, sebagian theaflavin akan diubah menjadi thearubigin. Komponen polifenol mudah teroksidasi menjadi bentuk lain yang dapat mengurangi kemampuannya sebagai antioksidan.
Pada praktikum kali ini, sampel yang digunakan adalah teh hijau dan teh hitam dari berbagai merek teh, seperti Teh Sariwangi (teh hitam), Teh Sariwangi Celup (teh hijau), Teh Kepala Jenggot (teh hitam), Teh Kepala Jenggot (teh hijau), Teh Sosro Celup (teh hitam), dan Teh Cap Botol (teh hitam). Kemudian setiap sampel teh tersebut akan diukur kapasitas antioksidannya dengan menggunakan DPPH.
Pokorny (2001) menyatakan bahwa pengukuran kapasitas antioksidan menggunakan DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil atau 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) merupakan aplikasi dari metode radical-scavenging. Metode tersebut merupakan mekanisme utama dari aktivitas antioksidan dalam makanan. Pengukuran kapasitas antioksidan dengan DPPH merupakan metode untuk mengkaji aktivitas antioksidan menggunakan radikal sintetis dalam larutan organik polar, seperti metanol, pada suhu ruang.
DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil atau 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) adalah suatu radikal stabil yang dapat bereaksi dengan radikal lain membentuk suatu senyawa yang stabil atau bereaksi dengan atom hidrogen (yang berasal dari suatu antioksidan) membentuk DPPH tereduksi (DPPH-H). Pada metode ini, DPPH yang telah mencapai keadaan stabil akibat peranan antioksidan yang diujikan, diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Nilai absorbansi yang terukur akan mengalami penurunan dibandingkan blanko karena adanya reduksi oleh antioksidan (AH) ataupun bereaksi dengan radikal (R.) dalam mekanisme pemutusan rantai autooksidasi. Berikut ini ialah reaksi yang umum terjadi.
DPPH.  + AH → DPPH-H + A.
DPPH.  + R.     DPPH-R
Atau:      DPPH     +                    H                       →                         DPPH-H
(Ungu)            (Antioksidan teh)               (tidak berwarna atau berwarna kuning)
Larutan DPPH berwarna ungu, sedangkan DPPH tereduksi tidak memiliki absorpsi maksimum pada panjang gelombang sinar tampak. Dengan demikian, semakin kuat kapasitas antioksidan suatu senyawa, maka semakin pudar warna ungu yang dihasilkan. Kapasitas antioksidan (%) dapat dihitung dengan rumus:
Kapasitas antioksidan (%) =
Untuk pengukuran kapasitas antioksidan menggunakan DPPH ini, blanko yang digunakan adalah 8 ml metanol.
Reaksi cepat dari DPPH terjadi dengan beberapa jenis senyawa fenolik seperti α-tocopherol, walaupun reaksi sekunder yang lambat masih mungkin terjadi dan mempengaruhi penurunan absorbansi sehingga keadaan steady state hanya dapat dicapai dalam hitungan jam (Pokorny et al., 2001). Oleh karena itu, umumnya laporan mengenai uji kapasitas antioksidan dengan DPPH berisi laporan reaksi oksidasi yang terjadi pada waktu reaksi 10-15 menit. Data tersebut umum disebut dengan istilah IC50 yakni konsentrasi antioksidan yang dibutuhkan untuk menghasilkan penghambatan radikal DPPH sebesar 50%.
Selain itu, untuk memperkirakan total (kapasitas) antioksidan yang berasal dari tanaman (teh), dilakukan pula pengukuran total fenol. Dalam hal ini, fenol digunakan sebagai parameter pengukuran karena fenol merupakan antioksidan utama yang berasal dari tanaman (teh). Senyawa-senyawa fenolik memiliki aktivitas antioksidan karena kemampuannya mendonorkan atom hidrogen dari gugus hidroksilnya kepada senyawa radikal.
Dalam praktikum, digunakan reagen Folin Ciocalteau 50% karena fenol dapat bereaksi dengan Folin membentuk larutan berwarna yang dapat diukur absorbansinya. Semakin tinggi kandungan fenol (jumlah gugus hidroksil fenolik) suatu sampel, maka semakin tinggi pula absorbansinya. Selain itu, digunakan pula Na2CO3 5% untuk menciptakan kondisi basa untuk mendorong terjadinya reaksi antara senyawa fenol dengan reagen Folin Ciocalteau. Prinsip dari metode ini adalah terbentuknya senyawa kompleks berwarna biru yang dapat diukur pada panjang gelombang 725 nm. Warna biru dihasilkan dari reduksi kompleks fosfotungstat-fosfomolibdat yang terdapat dalam pereaksi Folin Ciocalteau oleh senyawa fenol dalam suasana basa.
Penyimpanan campuran larutan di ruang gelap bertujuan untuk mencegah terpaparnya komponen fenol (katekin) oleh cahaya yang dapat menyebabkannya teroksidasi menjadi theaflavin, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kesalahan negatif pada analisis. Untuk pengukuran total fenol ini, larutan standar yang digunakan adalah asam galat atau  asam 3,4,5-trihidroksibenzoat (C6H2(OH)3CO2H) dengan variasi konsentrasi 0, 50, 100, 150, 200, dan 250 mg/L. Struktur kimia asam galat adalah sebagai berikut:








Gambar 11. Struktur kimia asam galat (Hernawan dan Setyawan, 2003)

Komponen fenol yang dihitung pada percobaan ini adalah komponen fenol keseluruhan yang terdapat di dalam teh sehingga disebut sebagai total fenol. Analisis dilakukan dengan menggunakan reagen Folin Ciocalteau dan diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Metode ini didasarkan pada kekuatan reduksi gugus hidroksil fenolik dan sangat tidak spesifik karena tidak membedakan antarjenis komponen fenolik, namun semua jenis fenol dapat dideteksi dengan sensitifitas yang bervariasi.
Berdasarkan data praktikum dan hasil perhitungan pada praktikum pengukuran kapasitas antioksidan menggunakan DPPH, diperoleh bahwa:
Sampel Teh
IC50 (mg/ml)
Teh Sariwangi
(Teh Hitam)
1.3502
Teh Sariwangi Celup
(Teh Hijau)
0.8202
Teh Kepala Jenggot
(Teh Hitam)
0.5882
Teh Kepala Jenggot
(Teh Hijau)
0.9332
Teh Sosro Celup
(Teh Hitam)
1.0248
Teh Cap Botol
(Teh Hitam)
1.1917

Berdasarkan hasil tersebut, terbukti bahwa kapasitas (aktivitas) antioksidan pada teh hijau relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas (aktivitas) antioksidan pada teh hitam. Hal ini dapat dilihat dari nilai IC50 yang relatif lebih rendah pada teh hijau, yaitu 0.8202 (teh Sariwangi Celup) dan 0.9332 (teh Kepala Jenggot) daripada teh hitam, yaitu 1.3502 (teh Sariwangi), 0.5882 (teh Kepala Jenggot), 1.0248 (teh Sosro Celup), dan 1.1917 (teh Cap Botol), yang menunjukkan bahwa teh hijau dengan konsentrasi teh yang lebih rendah daripada teh hitam dapat memberikan efek penghambatan yang sama terhadap radikal DPPH, yaitu sebesar 50%. Hal ini berarti bahwa kapasitas (aktivitas) antioksidan pada teh hijau memang lebih tinggi dibandingkan dengan teh hitam. Ini disebabkan oleh proses fermentasi yang dialami oleh teh hitam yang menyebabkan kandungan senyawa antioksidannya menurun.
Jika dilihat secara keseluruhan, sampel yang memiliki nilai IC50 terendah adalah teh Kepala Jenggot (teh hitam). Hal ini berarti teh Kepala Jenggot (teh hitam) tersebut memiliki kapasitas antioksidan tertinggi. Namun, hal ini tidak sesuai dengan teori, di mana teh hijau memiliki kapasitas antioksidan yang relatif lebih tinggi daripada teh hitam. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya kesalahan yang dilakukan oleh praktikan, yaitu ketidaktelitian praktikan dalam melakukan analisis. Oleh karena itu, kemungkinan data tersebut kurang valid sehingga sampel teh yang diperkirakan memiliki kapasitas antioksidan tertinggi adalah teh Sariwangi Celup (teh hijau).
Berdasarkan data praktikum dan hasil pengukuran pada praktikum pegukuran total fenol, diperoleh bahwa:
Sampel Teh
Berat Sampel yang Dianalisis (mg)
Total Fenol (mg/L)
Teh Sariwangi
(Teh Hitam)
50
188.0000
Teh Sariwangi Celup
(Teh Hijau)
100
649.3333
Teh Kepala Jenggot
(Teh Hitam)
50
520.8889
Teh Kepala Jenggot
(Teh Hijau)
100
603.1111
Teh Sosro Celup
(Teh Hitam)
50
87.5556
Teh Cap Botol
(Teh Hitam)
100
340.8889

Berdasarkan hasil tersebut, jika dilihat dari sampel teh yang beratnya 100 mg (teh Sariwangi Celup (teh hijau), teh Kepala Jenggot (teh hijau), dan teh Cap botol (teh hitam)), terbukti bahwa kandungan fenol pada teh hijau relatif lebih tinggi, yaitu 649.3333 mg/L (teh Sariwangi Celup) dan 603.1111 mg/L (teh Kepala Jenggot) dibandingkan dengan teh hitam, yaitu 340.8889 mg/L (teh Cap Botol). Ini disebabkan pula oleh proses fermentasi yang dialami oleh teh hitam yang mengakibatkan kandungan senyawa antioksidannya (polifenol) menurun. Komponen polifenol ini mudah teroksidasi (difermentasi) menjadi bentuk lain (theaflavin dan thearubigin) sehingga jumlahnya berkurang. Akibatnya, kemampuan senyawa fenol tersebut sebagai antioksidan menjadi berkurang. Oleh karena itu, data ini juga memperkuat data yang diperoleh pada pengukuran kapasitas antioksidan menggunakan DPPH.
Pada sampel teh yang beratnya 50 mg (teh Sariwangi (teh hitam), teh Kepala Jenggot (teh hitam), dan teh Sosro Celup (teh hitam)), terlihat bahwa nilai total fenol di antara ketiga sampel tersebut cukup berbeda jauh (188.0000, 520.8889, dan 87.5556 mg/L) walaupun ketiga teh tersebut tergolong dalam teh yang sama, yaitu teh hitam. Hal ini dapat dipengaruhi oleh cuaca (iklim), varietas, jenis tanah, tingkat kemasakan, dan proses pengolahan yang dialami oleh masing-masing merek teh.
Namun, secara keseluruhan, hasil percobaan ini juga tidak seluruhnya menunjukkan kesesuaian dengan teori yang ada. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidaktelitian praktikan dalam melaksanakan praktikum, seperti kesalahan praktikan saat menggunakan sampel untuk pengukuran total fenol sebesar 100 mg (dua kali dari yang terdapat pada prosedur), namun pereaksi yang digunakan tetap jumlahnya.


V.      KESIMPULAN


Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kapasitas (aktivitas) antioksidan pada teh hijau lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas (aktivitas) antioksidan pada teh hitam, yang ditunjukkan oleh nilai IC50 yang relatif lebih rendah pada teh hijau daripada teh hitam, dengan teh Sariwangi Celup (teh hijau) yang memiliki kapasitas antioksidan tertinggi. Hal ini diperkuat pula dengan hasil total fenol pada teh hijau yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan teh hitam.

0 Response to "Maampaat Minum Teh Untuk Kesehatan Tubuh"

Post a Comment