Monday, February 25, 2013
Artikel
Sejarah Singkat Dan Kondisi Umum Jawa Pos
Dari berbagai sumber yang dikumpulkan penulis, diperoleh
keterangan bahwa Jawa Pos merupakan salah satu surat kabar terbesar dan tertua
di Jawa Timur. Dalam tulisan Irawan (2003 ; 74) disebutkan bahwa Jawa Pos didirikan
oleh The Cung Shen atau Soeseno Tedjo pada tanggal 1 Juli 1949.
Sebagai salah satu sebuah perusahaan penerbitan tertua di Jawa
Timur, menurut situs www.scribd.com,
Jawa Pos sempat beberapa kali mengalami perubahan ejaan dan tulisan yakni pada
JAVA POST (1949-1954), DJAWA POST (1954-1957), berganti lagi menjadi DJAWA POS
(1957-1960) dan sejak 1960 menjadi JAWA POS.
Salah satu ciri khas tulisan dalam Jawa Pos dari terbitan
pertamanya adalah cenderung kritis dan tanpa basa-basi. Hal ini dipengaruhi
oleh kepemimpinan Goh Tjing Hok, seorang republiken yang kerap beroposisi
dengan pemerintah.Goh Tjing Hok sendiri menyadari bahwa kondisi kemerdekaan
yang relatif masih bayi harus dipertahankan sekuat-kuatnya dari pengaruh
ancaman pendudukan kembali kolonial Belanda.
Keluar dari ancaman pendudukan, Goh Tjing Hok masih sering
medapatkan teguran karena tulisan-tulisannya di Jawa Pos. Salah satunya pada
tahun 1951 Goh Tjing Hok masuk penjara selama enam bulan karena tuduhan
membocorkan rahasia negara lewat berita tentang rancangan kebijakan kabinet
Soekiman-Soewirjo untuk mematikan Partai Komunis Indonesia.
Pola pemberitaan yang kritis dari Jawa Pos, menyebabkan Partai
Komunis Indonesia saat itu merasa gerah karena sering dipojokan posisinya
ditengah masyarakat. Merasa perlu untuk menandingi Jawa Pos, PKI kemudian secara
resmi menerbitkan surat kabar Djawa Timoer yang dipimpin oleh Djoeki A.Azis.
Lewat pemberitaannya, Djawa Timoer balas memuat tulisan yang
menyerang Jawa Pos. Tidak hanya itu, Pimpinan Redaksi Jawa Pos saat itu Thio
Oen Sik (Setyono) merasa perlu meminta perlindungan dari PWI Soerabaya akibat
ancaman terhadap dirinya. Selanjutnya oleh PWI, Setyono dianjurkan untuk
mengundurkan diri sementara dari kedudukan sebagai Pimred yang selanjutnya
dipegang oleh Moestopo, salah seorang Wapimred Jawa Pos yang juga terkenal
lantang dan keras terhadap PKI.
Sirkulasi Jawa Pos pada awal terbitnya sangat sedikit. Jawa Pos hanya
pernah dicetak sebanyak 1000 eksemplar pada tahun 1949 dan 4000 eksemplar pada
tahun 1954. Tahun 1957 hanya berjumlah
400 eksemplar. Pada kurun waktu 1960 sampai dengan 1965, tiras Jawa Pos naik
menjadi 10.000 eksemplar dan puncaknya dicapai pada tahun 1970 dengan jumlah
20.000 eksemplar.
Prestasi ini ternyata merupakan puncak prestasi pengelola Jawa Pos
generasi pertama. Terbukti pada tahun 1981, tiras Jawa Pos merosot sampai
dengan 7000 eksemplar. Di Surabaya sendiri, Jawa Pos saat itu tidak bisa
menjual lebih dari 2000 eksemplar, di Malang, hanya 250 eksemplar.
Tahun 1982, Jawa Pos dibeli oleh Grafiti Pers-Tempo Group. Pilihan
Chung-Shen terhadap Grafiti Pers disebabkan faktor psikologis, bahwa sebagai
pendiri Jawa Pos, ia lebih rela menyerahkan perusahaannya kepada perusahaan
yang belum pernah bergerak di bidang yang sama (penerbitan koran) daripada yang
sudah masuk dalam jaring bisnis media koran harian. Alasannya bahwa Jawa Pos
akan lebih diperhatikan dan dianak tirikan oleh pemilik barunya.
Eric Samola, sebagai pimpinan dari Grafiti Pers mempercayakan
kepada Dahlan Iskan, yang semula adalah kontributor Tempo (menurut sumber lain
Dahlan Iskan adalah Kepala Biro Tempo saat itu) untuk wilayah Surabaya, guna
mengelola Jawa Pos.
Berkat kegigihan Dahlan Iskan, Jawa Pos berhasil meraup kemajuan
yang pesat dari sisi sirkulasi dan pengiklan. Peningkatan oplah yang paling
tajam adalah pada tahun 1996 dimana Jawa Pos bertiras 20.351 eksemplar tiap
hari. Dengan tiras ini, Jawa Pos hampir mutlak mendominasi peredaran koran di
Indonesia Bagian Timur
Penguasaan sirkulasi daerah Jawa Timur dan Indonesia Timur,
menjadi tulang punggung bagi perkembangan group Jawa Pos, termasuk diantaranya
dengan menggandeng puluhan koran lokal untuk bergabung dengan Jawa Pos dengan
konsep bapak angkat. Dengan konsep seperti oplah Jawa Pos per hari sangat
besar. Menurut keterangan Kurniawan Muhammad, salah seorang redaktur Jawa Pos,
oplah koran ini (tidak termasuk grup medianya) di Jawa Timur mencapai 400.000
eksemplar per hari.
Dalam situs wikipedia didapatkan keterangan bahwa koran ini
menjadi sangat kuat dan mmeiliki jejaring pemberitaan “tanpa batas” karena
memiliki Jawa
Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar
terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan
majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Seorang redaktur Jawa Pos kepada
penulis pernah mengatakan bahwa andaikata seluruh wartawan dari sebuah radar Jawa
Pos tidak bekerja dalam satu hari pun, Jawa Pos dengan halaman radarnya tetap
bisa terbit.
Tahun 2002, Jawa Pos Group membangun pabrik kertas koran yang
kedua dengan kapasitas dua kali lebih besar dari pabrik yang pertama. Kini
pabrik itu, PT
Adiprima Sura Perinta, mampu memproduksi kertas koran 450 ton/hari.
Lokasi pabrik ini di Kabupaten Gresik, hanya 45 menit bermobil dari Surabaya.
Setelah sukses mengembangkan media cetak di seluruh Indonesia,
pada tahun 2002 Jawa Pos Grup mendirikan stasiun televisi
lokal JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam, Riau TV di Pekanbaru, FMTV di Makassar, PTV di Palembang, Parahiyangan
TV di Bandung.
Memasuki tahun 2003, Jawa Pos Group merambah bisnis baru : Independent
Power Plant. Proyek pertama adalah 1 x 25 MW di Kab. Gresik, yakni
dekat pabrik kertas. Proyek yang kedua 2 x 25 MW, didirikan di Kaltim,
bekerjasama dengan perusahaan daerah setempat.
0 Response to " Sejarah Singkat Dan Kondisi Umum Jawa Pos"
Post a Comment