Sejarah Singkat Dan Kondisi Umum Jawa Pos

Dari berbagai sumber yang dikumpulkan penulis, diperoleh keterangan bahwa Jawa Pos merupakan salah satu surat kabar terbesar dan tertua di Jawa Timur. Dalam tulisan Irawan (2003 ; 74) disebutkan bahwa Jawa Pos didirikan oleh The Cung Shen atau Soeseno Tedjo pada tanggal 1 Juli 1949.
Sebagai salah satu sebuah perusahaan penerbitan tertua di Jawa Timur, menurut situs www.scribd.com, Jawa Pos sempat beberapa kali mengalami perubahan ejaan dan tulisan yakni pada JAVA POST (1949-1954), DJAWA POST (1954-1957), berganti lagi menjadi DJAWA POS (1957-1960) dan sejak 1960 menjadi JAWA POS.
Salah satu ciri khas tulisan dalam Jawa Pos dari terbitan pertamanya adalah cenderung kritis dan tanpa basa-basi. Hal ini dipengaruhi oleh kepemimpinan Goh Tjing Hok, seorang republiken yang kerap beroposisi dengan pemerintah.Goh Tjing Hok sendiri menyadari bahwa kondisi kemerdekaan yang relatif masih bayi harus dipertahankan sekuat-kuatnya dari pengaruh ancaman pendudukan kembali kolonial Belanda.
Keluar dari ancaman pendudukan, Goh Tjing Hok masih sering medapatkan teguran karena tulisan-tulisannya di Jawa Pos. Salah satunya pada tahun 1951 Goh Tjing Hok masuk penjara selama enam bulan karena tuduhan membocorkan rahasia negara lewat berita tentang rancangan kebijakan kabinet Soekiman-Soewirjo untuk mematikan Partai Komunis Indonesia.
Pola pemberitaan yang kritis dari Jawa Pos, menyebabkan Partai Komunis Indonesia saat itu merasa gerah karena sering dipojokan posisinya ditengah masyarakat. Merasa perlu untuk menandingi Jawa Pos, PKI kemudian secara resmi menerbitkan surat kabar Djawa Timoer yang dipimpin oleh Djoeki A.Azis.
Lewat pemberitaannya, Djawa Timoer balas memuat tulisan yang menyerang Jawa Pos. Tidak hanya itu, Pimpinan Redaksi Jawa Pos saat itu Thio Oen Sik (Setyono) merasa perlu meminta perlindungan dari PWI Soerabaya akibat ancaman terhadap dirinya. Selanjutnya oleh PWI, Setyono dianjurkan untuk mengundurkan diri sementara dari kedudukan sebagai Pimred yang selanjutnya dipegang oleh Moestopo, salah seorang Wapimred Jawa Pos yang juga terkenal lantang dan keras terhadap PKI.
Sirkulasi Jawa Pos pada awal terbitnya sangat sedikit. Jawa Pos hanya pernah dicetak sebanyak 1000 eksemplar pada tahun 1949 dan 4000 eksemplar pada tahun 1954. Tahun 1957 hanya berjumlah  400 eksemplar. Pada kurun waktu 1960 sampai dengan 1965, tiras Jawa Pos naik menjadi 10.000 eksemplar dan puncaknya dicapai pada tahun 1970 dengan jumlah 20.000 eksemplar.
Prestasi ini ternyata merupakan puncak prestasi pengelola Jawa Pos generasi pertama. Terbukti pada tahun 1981, tiras Jawa Pos merosot sampai dengan 7000 eksemplar. Di Surabaya sendiri, Jawa Pos saat itu tidak bisa menjual lebih dari 2000 eksemplar, di Malang, hanya 250 eksemplar.
Tahun 1982, Jawa Pos dibeli oleh Grafiti Pers-Tempo Group. Pilihan Chung-Shen terhadap Grafiti Pers disebabkan faktor psikologis, bahwa sebagai pendiri Jawa Pos, ia lebih rela menyerahkan perusahaannya kepada perusahaan yang belum pernah bergerak di bidang yang sama (penerbitan koran) daripada yang sudah masuk dalam jaring bisnis media koran harian. Alasannya bahwa Jawa Pos akan lebih diperhatikan dan dianak tirikan oleh pemilik barunya.
Eric Samola, sebagai pimpinan dari Grafiti Pers mempercayakan kepada Dahlan Iskan, yang semula adalah kontributor Tempo (menurut sumber lain Dahlan Iskan adalah Kepala Biro Tempo saat itu) untuk wilayah Surabaya, guna mengelola Jawa Pos.
Berkat kegigihan Dahlan Iskan, Jawa Pos berhasil meraup kemajuan yang pesat dari sisi sirkulasi dan pengiklan. Peningkatan oplah yang paling tajam adalah pada tahun 1996 dimana Jawa Pos bertiras 20.351 eksemplar tiap hari. Dengan tiras ini, Jawa Pos hampir mutlak mendominasi peredaran koran di Indonesia Bagian Timur
Penguasaan sirkulasi daerah Jawa Timur dan Indonesia Timur, menjadi tulang punggung bagi perkembangan group Jawa Pos, termasuk diantaranya dengan menggandeng puluhan koran lokal untuk bergabung dengan Jawa Pos dengan konsep bapak angkat. Dengan konsep seperti oplah Jawa Pos per hari sangat besar. Menurut keterangan Kurniawan Muhammad, salah seorang redaktur Jawa Pos, oplah koran ini (tidak termasuk grup medianya) di Jawa Timur mencapai 400.000 eksemplar per hari.
Dalam situs wikipedia didapatkan keterangan bahwa koran ini menjadi sangat kuat dan mmeiliki jejaring pemberitaan “tanpa batas” karena memiliki Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Seorang redaktur Jawa Pos kepada penulis pernah mengatakan bahwa andaikata seluruh wartawan dari sebuah radar Jawa Pos tidak bekerja dalam satu hari pun, Jawa Pos dengan halaman radarnya tetap bisa terbit.
Tahun 2002, Jawa Pos Group membangun pabrik kertas koran yang kedua dengan kapasitas dua kali lebih besar dari pabrik yang pertama. Kini pabrik itu, PT Adiprima Sura Perinta, mampu memproduksi kertas koran 450 ton/hari. Lokasi pabrik ini di Kabupaten Gresik, hanya 45 menit bermobil dari Surabaya.
Setelah sukses mengembangkan media cetak di seluruh Indonesia, pada tahun 2002 Jawa Pos Grup mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam, Riau TV di Pekanbaru, FMTV di Makassar, PTV di Palembang, Parahiyangan TV di Bandung.
Memasuki tahun 2003, Jawa Pos Group merambah bisnis baru : Independent Power Plant. Proyek pertama adalah 1 x 25 MW di Kab. Gresik, yakni dekat pabrik kertas. Proyek yang kedua 2 x 25 MW, didirikan di Kaltim, bekerjasama dengan perusahaan daerah setempat.


0 Response to " Sejarah Singkat Dan Kondisi Umum Jawa Pos"

Post a Comment